LAPORAN PENDAHULUAN ALZHEIMER
a. Pengertian
Alzheimer merupakan penyakit kronik, progresif, dan
merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif
dan kemampuan untuk merawat diri. (Brunner &,Suddart, 2002 ) Alzheimer merupakan penyakit degeneratif yang ditandai
dengan penurunan daya ingat, intelektual, dan kepribadian. Tidak dapat
disembuhkan, pengobatan ditujukan untuk menghentikan progresivitas penyakit dan
meningkatkan kemandirian penderita. (Dr.
Sofi Kumala Dewi, dkk, 2008)
Alzheimer
adalah penyakit yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama
menyerang orang berusia 65 tahun keatas (patofisiologi : konsep klinis proses-
proses penyakit, juga merupakan penyakit dengan gangguan degeneratif yang mengenai
sel-sel otak dan menyebabkan gangguan fungsi intelektual, penyakit ini timbul
pada pria dan wanita dan menurut dokumen terjadi pada orang tertentu pada usia
40 tahun. (Perawatan Medikal Bedah : jilid 1 hal 1003). Sehingga
dengan demikian Alzheimer adalah penyakit kronik, degeneratif yang ditandai
dengan penurunan daya ingat, intelektual, kepribadian yang dapat mengakibatkan
berkurangnya kemampuan merawat diri. Penyakit ini menyerang orang berusia 65
tahun keatas.
b. Etiologi
Belum ada penyebab yang
pasti mengenai penyakit ini, namun terdapat beberapa faktor presdisposisi
diantaranya :
1.
Faktor genetik
2.
Usia
3.
Infeksi virus lambat
4.
Lingkungan
5.
Imunologi
6.
Trauma
c.Patofisiologi
Terdapat
beberapa perubahan khas biokimia dan neuropatologi yang dijumpai pada penyakit
Alzheimer, antara lain: serabut neuron yang kusut (masa kusut neuron yang tidak
berfungsi) dan plak seni atau neuritis (deposit protein beta-amiloid, bagian
dari suatu protein besar, protein prukesor amiloid (APP). Kerusakan neuron tersebut
terjadi secara primer pada korteks serebri dan mengakibatkan rusaknya ukuran
otak.
Secara
maskroskopik, perubahan otak pada Alzheimer melibatkan kerusakan berat neuron
korteks dan hippocampus, serta penimbunan amiloid dalam pembuluh darah
intracranial. Secara mikroskopik, terdapat perubahan morfologik (structural)
dan biokimia pada neuron – neuron. Perubahan morfologis terdiri dari 2 ciri
khas lesi yang pada akhirnya berkembang menjadi degenarasi soma dan atau akson
dan atau dendrit. Satu tanda lesi pada AD adalah kekusutan neurofibrilaris
yaitu struktur intraselular yang berisi serat kusut dan sebagian besar terdiri
dari protein “tau”. Dalam SSP, protein
tau sebagian besar sebagai penghambat pembentuk structural yang terikat dan
menstabilkan mikrotubulus dan merupakan komponen penting dari sitokleton sel
neuron. Pada neuron AD terjadi fosforilasi abnormal dari protein tau, secara
kimia menyebabkan perubahan pada tau sehingga tidak dapat terikat pada
mikrotubulus secara bersama – sama. Tau yang abnormal terpuntir masuk ke
filament heliks ganda yang sekelilingnya masing – masing terluka. Dengan
kolapsnya system transport internal, hubungan interseluler adalah yang pertama
kali tidak berfungsi dan akhirnya diikuti kematian sel. Pembentukan neuron yang kusut dan
berkembangnya neuron yang rusak menyebabkan Alzheimer.
Lesi
khas lain adalah plak senilis, terutama terdiri dari beta amiloid (A-beta) yang
terbentuk dalam cairan jaringan di sekeliling neuron bukan dalam sel neuronal.
A-beta adalah fragmen protein prekusor amiloid (APP) yang pada keadaan normal
melekat pada membrane neuronal yang berperan dalam pertumbuhan dan pertahanan
neuron. APP terbagi menjadi fragmen – fragmen oleh protease, salah satunya
A-beta, fragmen lengket yang berkembang menjadi gumpalan yang bisa larut.
Gumpalan tersebut akhirnya bercampur dengan sel – sel glia yang akhirnya
membentuk fibril – fibril plak yang membeku, padat, matang, tidak dapat larut,
dan diyakini beracun bagi neuron yang utuh. Kemungkinan lain adalah A-beta menghasilkan
radikal bebas sehingga mengganggu hubungan intraseluler dan menurunkan respon
pembuluh darah sehingga mengakibatkan makin rentannya neuron terhadap stressor.
Selain karena lesi, perubahan biokimia dalam SSP juga berpengaruh pada AD.
Secara neurokimia kelainan pada otak
d. Manifestasi klinis
Manifestasi/ gejala
klinis yang muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer diantaranya :
1. Kehilangan
daya ingat/memori
2. Kesulitan
melakukan aktivitas rutin yang biasa
3. Kesulitan
berbahasa.
4. Kesulitan
tidur
5. Disorientasi
waktu dan tempat
6. Penurunan
kemampuan dalam memutuskan sesuatu
7. Emosi
labil
8. Apatis
9. Tonus
otot / kekakuan otot
10. Ketidakmampuan
mendeteksi bahaya
f. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin
muncul pada pasien dengan penyakit Alzheimer diantaranya :
1. Infeksi
2. Malnutrisi
3. Kematian
g. Penatalaksanaan
medis
Pengobatan
penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan
patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan
hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga.
Pengobatan
simptomatik:
1) Inhibitor
kolinesterase
- Tujuan:
Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase
yang bekerja secara sentral
- Contoh:
fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine), donepezil (Aricept), galantamin
(Razadyne), & rivastigmin
- Pemberian
obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian
berlangsung
- ESO:
memperburuk penampilan intelektual pada orang normal dan penderita
Alzheimer, mual & muntah,
bradikardi, ↑ HCl, dan ↓ nafsu makan.
2)
Thiamin
Pada penderita alzheimer didapatkan
penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzym yaitu 2 ketoglutarate (75%)
dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nukleus
basalis.
Contoh: thiamin hydrochloride
Dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral
Tujuan: perbaikan bermakna terhadap
fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3)
Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik
-- Tujuan: memperbaiki fungsi kognisi
dan proses belajar. Tetapi pemberian 4000 mg pada penderita alzheimer tidak
menunjukkan perbaikan klinis yang bermakna.
4)
Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada
penderita alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal.
- Contoh:
klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alfa 2 reseptor agonis
- Dosis
: maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu
- Tujuan:
kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif
5) Haloperiodol
Pada penderita alzheimer, sering kali
terjadi :
- Gangguan
psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku: Pemberian oral Haloperiodol 1-5
mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut
- Bila
penderita Alzheimer menderita depresi berikan tricyclic anti depresant
(amitryptiline 25-100 mg/hari)
6) Acetyl L-Carnitine
(ALC)
Merupakan suatu substrat endogen yang
disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzyme ALC transferase.
- Tujuan
: meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. - Dosis:1-2 gr/hari/peroral selama 1 tahun
dalam pengobatan
- Efek:
memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif (Yulfran,
2000)
h. Pemeriksaan
Diganostik
Untuk kepastian diagnosisnya, maka
diperlukan tes diagnostik sebagai berikut
:
a.
Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat
ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan :
•
atropi yang bilateral,
simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan
korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
•
berat otaknya berkisar
1000 gr (850-1250gr).
Kelainan-kelainan neuropatologi pada
penyakit alzheimer terdiri dari :
1)
Neurofibrillary tangles
(NFT)
Merupakan sitoplasma neuronal yang
terbuat dari filamen-filamen abnormal yang berisi protein neurofilamen,
ubiquine, epitoque. Densitas NFT berkolerasi dengan beratnya demensia.
2)
Senile plaque (SP)
Merupakan struktur kompleks yang terjadi
akibat degenerasi nerve ending yang berisi filamen-filamen abnormal, serat
amiloid ektraseluler, astrosit, mikroglia. Amiloid prekusor protein yang
terdapat pada SP sangat berhubungan dengan kromosom 21. Senile plaque ini
terutama terdapat pada neokorteks, amygdala, hipokampus, korteks piriformis,
dan sedikit didapatkan pada korteks motorik primer, korteks somatosensorik,
korteks visual, dan auditorik. Senile plaque ini juga terdapat pada jaringan
perifer. densitas Senile plaque berhubungan dengan penurunan kolinergik. Kedua
gambaran histopatologi (NFT dan senile plaque) merupakan gambaran karakteristik
untuk penderita penyakit alzheimer.
3)
Degenerasi neuron
Pada pemeriksaan mikroskopik perubahan
dan kematian neuron pada penyakit alzheimer sangat selektif. Kematian neuron
pada neokorteks terutama didapatkan pada neuron piramidal lobus temporal dan frontalis.
Juga ditemukan pada hipokampus, amigdala, nukleus batang otak termasuk lokus
serulues, raphe nukleus dan substanasia nigra. Kematian sel neuron kolinergik
terutama pada nukleus basalis dari meynert, dan sel noradrenergik terutama pada
lokus seruleus serta sel serotogenik pada nukleus raphe dorsalis, nukleus
tegmentum dorsalis. Telah ditemukan faktor pertumbuhan saraf pada neuron
kolinergik yang berdegenerasi pada lesi merupakan harapan dalam pengobatan
penyakit alzheimer.
4)
Perubahan vakuoler
Merupakan suatu neuronal sitoplasma yang
berbentuk oval dan dapat menggeser nukleus. Jumlah vakuoler ini berhubungan
secara bermakna dengan jumlah NFT dan SP , perubahan ini sering didapatkan pada
korteks temporomedial, amygdala dan insula. Tidak pernah ditemukan pada korteks
frontalis, parietal, oksipital, hipokampus, serebelum dan batang otak
5)
Lewy body
Merupakan bagian sitoplasma
intraneuronal yang banyak terdapat pada enterhinal, gyrus cingulate, korteks
insula, dan amygdala. Sejumlah kecil pada korteks frontalis, temporal,
parietalis, oksipital. Lewy body kortikal ini sama dengan immunoreaktivitas
yang terjadi pada lewy body batang otak pada gambaran histopatologi penyakit
parkinson. Hansen et al menyatakan lewy body merupakan variant dari penyakit alzheimer.
b.
Pemeriksaan
Neuropsikologik
•
Fungsi pemeriksaan
neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi
kognitif umum dan mengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
•
Test psikologis ini
juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak
yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi,
perhatian dan pengertian berbahasa
Evaluasi
neuropsikologis yang sistematik mempunyai fungsi diagnostik yang penting karena
:
1) Adanya
defisit kognisi: berhubungan dgn demensia awal yang dapat diketahui bila
terjadi perubahan ringan yang terjadi akibat penuaan yang normal. 2)
Pemeriksaan neuropsikologik secara
komprehensif : untuk membedakan kelainan kognitif pada global demensia dengan
deficit selektif yang diakibatkan oleh disfungsi fokal, faktor metabolik, dan
gangguan psikiatri
3) Mengidentifikasi
gambaran kelainan neuropsikologik yang diakibatkan oleh demensia karena
berbagai penyebab.
c.
CT Scan dan MRI
Merupakan metode non invasif yang beresolusi tinggi untuk melihat
kwantifikasi perubahan volume jaringan otak pada penderita Alzheimer
antemortem.
CT Scan
:
•
Menyingkirkan
kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti
multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran
ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada
penyakit ini
•
Penipisan substansia
alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik
dan hasil pemeriksaan status mini mental
MRI :
•
peningkatan intensitas
pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel
lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain
didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah
subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran
sisterna basalis dan fissura sylvii.
•
MRI lebih sensitif
untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan
memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.
EEG
•
Berguna untuk
mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit
alzheimer didapatka perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non
spesifik
PET (Positron Emission
Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET
ditemukan :
•
penurunan aliran darah
•
metabolisme O2
•
glukosa didaerah
serebral
SPECT (Single Photon
Emission Computed Tomography)
•
Kelainan ini
berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua
pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang
spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk
menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah
rutin, B12, Calsium, Posfor, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat,
serologi sifilis, skrining antibody yang dilakukan secara selektif. (Yulfran,
2009)
0 Response to "LAPORAN PENDAHULUAN ALZHEIMER"
Posting Komentar