LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI
A.          
Definisi Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90
mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik
160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. (Smeltzer, 2001). 
Hipertensi didefinisikan oleh Joint
National Committee on Detection (JIVC) sebagai tekanan yang lebih tinggi
dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai
rentang dari tekanan darah (TD) normal tinggi sampai hipertensi maligna.
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan
diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya
antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115
mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena
dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Smith Tom, 1995).
B.           
Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi menurut
WHO, yaitu:
1.       
Tekanan darah
normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan 140 mmHg dan diastolik
kurang atau sama dengan 90 mmHg
2.       
Tekanan darah
perbatasan (broder line) yaitu bila sistolik 141-149 mmHg dan diastolik 91-94
mmHg
3.       
Tekanan darah
tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg
dan diastolik lebih besar atau sama dengan 95mmHg.
Klasifikasi menurut The Joint National Committee on
the Detection and Treatment of Hipertension, yaitu:
1.       
Diastolik
a.        
< 85 mmHg                 : Tekanan darah normal
b.       
85 – 99  mmHg            : Tekanan darah normal
tinggi
c.        
90 -104 mmHg            : Hipertensi ringan
d.       
105 –
114 mmHg        : Hipertensi sedang
e.        
>115 mmHg                : Hipertensi berat
2.       
Sistolik
(dengan tekanan diastolik 90 mmHg)
a.        
< 140 mmHg               : Tekanan darah normal
b.       
140 – 159 mmHg        : Hipertensi sistolik perbatasan
terisolasi
c.        
> 160 mmHg               : Hipertensi sistolik teriisolasi
Krisis hipertensi
adalah Suatu keadaan peningkatan tekanan darah yang mendadak (sistole ≥180 mmHg
dan/atau diastole ≥120 mmHg), pada penderita hipertensi, yg membutuhkan
penanggulangan segera yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi
dengan kemungkinan timbulnya atau telah terjadi kelainan organ target (otak,
mata (retina), ginjal, jantung, dan pembuluh darah).
Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya
tekanan darah, diantaranya yaitu:
1.       
Hipertensi Emergensi
Situasi dimana diperlukan penurunan tekanan darah yang
segera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ
target akut atau progresif target akut atau progresif. Kenaikan TD
mendadak yg disertai kerusakan organ target yang progresif dan di perlukan tindakan
penurunan TD yg segera dalam kurun waktu menit/jam.
2.       
Hipertensi Urgensi
Situasi dimana terdapat peningkatan tekanan darah yang
bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ target
progresif bermakna tanpa adanya gejala yang berat atau kerusakan organ
target progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam.
Penurunan TD harus dilaksanakan dalam kurun waktu 24-48 jam (penurunan tekanan
darah dapat dilaksanakan lebih lambat (dalam hitungan jam sampai hari).
C.          
Etiologi
Pada umumnya
hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik (idiopatik). Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer.  Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi:
1.       
Genetik: Respon neurologi terhadap
stress atau kelainan eksresi atau transport  Na.
2.       
Obesitas: terkait dengan level
insulin yang tinggi yang mengakibatkan tekanan darah meningkat.
3.       
Stress Lingkungan.
4.       
Hilangnya Elastisitas jaringan dan
arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh darah.
Berdasarkan
etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1.       
Hipertensi Primer
Penyebab
tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti genetika, lingkungan,
hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system rennin angiotensin, efek dari
eksresi Na, obesitas. Ciri lainnya yaitu: umur (jika umur bertambah maka TD
meningkat), jenis kelamin (laki-laki lebih tinggi dari perempuan), ras (ras
kulit hitam lebih banyak dari kulit putih), kebiasaan hidup (konsumsi garam
yang tinggi melebihi dari 30 gr, kegemukan atau makan berlebihan, stres, merokok,
minum alcohol, dan minum obat-obatan (ephedrine, prednison, epineprin).
2.       
Hipertensi Sekunder
Dapat
diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vaskuler renal, diabetes melitus,
stroke.
Penyebab
hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan-perubahan
pada:
1.       
Elastisitas dinding aorta menurun.
2.       
Katub jantung menebal dan menjadi
kaku.
3.       
Kemampuan jantung memompa darah
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa
darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4.       
Kehilangan elastisitas pembuluh
darah. Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer. 
D.          
Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak
dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.
Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan
pelepasan rennin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume
intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan
fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan
darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam
relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar
berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung
(volume sekuncup) mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan
tahanan perifer (Smeltzer, 2001).
Pada usia lanjut perlu diperhatikan kemungkinan adanya “hipertensi palsu”
disebabkan kekakuan arteri brachialis sehingga tidak dikompresi oleh cuff
sphygmomanometer (Darmojo, 1999).
Menurunnya tonus vaskuler merangsang saraf simpatis yang diteruskan ke sel
jugularis. Dari sel jugularis ini bisa meningkatkan tekanan darah. Dan apabila
diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang
berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen
II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga
terjadi kenaikan tekanan darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone
aldosteron yang menyebabkan retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada
peningkatan tekanan darah. Dengan peningkatan tekanan darah maka akan
menimbulkan kerusakan pada organ-organ seperti jantung. (Suyono, Slamet. 1996).
Pathway
terlampir.
E.           
Tanda Dan Gejala
Sering dikatakan
bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut
Rokhaeni (2001) manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi
yaitu: mengeluh sakit kepala, pusing lemas, kelelahan, sesak nafas, gelisah,
mual muntah, epistaksis, kesadaran menurun.
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah:
1.       
Peningkatan tekanan darah >
140/90 mmHg.
2.       
Sakit kepala
3.       
Pusing / migraine
4.       
Rasa berat ditengkuk
5.       
Penyempitan pembuluh darah
6.       
Sukar tidur
7.       
Lemah dan lelah
8.       
Nokturia
9.       
Azotemia
10.   
Sulit bernafas saat beraktivitas
F.           
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
penunjang dilakukan dua cara yaitu:
1.       
Pemeriksaan yang segera seperti:
a.        
Darah rutin (Hematokrit/Hemoglobin):
untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan
dapat mengindikasikan factor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.
b.       
Blood Unit Nitrogen/kreatinin:
memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
c.        
Glukosa: Hiperglikemi (Diabetes
Melitus adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh pengeluaran Kadar
ketokolamin (meningkatkan hipertensi).
d.       
Kalium serum: Hipokalemia dapat
megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek samping
terapi diuretik.
e.        
Kalsium serum: Peningkatan kadar
kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi.
f.        
Kolesterol dan trigliserid serum:
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/ adanya pembentukan plak
ateromatosa (efek kardiovaskuler).
g.       
Pemeriksaan tiroid: Hipertiroidisme
dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
h.       
Kadar aldosteron urin/serum: untuk
mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
i.         
Urinalisa: Darah, protein, glukosa,
mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM.
j.         
Asam urat: Hiperurisemia telah
menjadi implikasi faktor resiko hipertensi.
k.       
Steroid urin: Kenaiakn dapat mengindikasikan
hiperadrenalisme.
l.         
EKG: 12 Lead, melihat tanda iskemi,
untuk melihat adanya hipertrofi ventrikel kiri ataupun gangguan koroner dengan menunjukan
pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P adalah salah satu tanda dini
penyakit jantung hipertensi.
m.     
Foto dada: apakah ada oedema paru
(dapat ditunggu setelah pengobatan terlaksana) untuk menunjukan destruksi
kalsifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
2.       
Pemeriksaan lanjutan (tergantung
dari keadaan klinis dan hasil pemeriksaan yang pertama):
a.        
IVP :Dapat
mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti penyakit parenkim ginjal, batu
ginjal / ureter.
b.       
CT Scan: Mengkaji adanya tumor
cerebral, encelopati.
c.        
IUP:
mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
perbaikan ginjal.
d.       
Menyingkirkan kemungkinan tindakan
bedah neurologi: Spinal tab, CAT scan.
e.        
USG untuk melihat struktur gunjal
dilaksanakan sesuai kondisi klinis pasien
G.          
Komplikasi
Efek pada organ, otak (pemekaran pembuluh darah, perdarahan, kematian sel
otak: stroke), ginjal (malam banyak kencing, kerusakan sel ginjal, gagal ginjal), jantung (membesar, sesak nafas, cepat lelah, gagal jantung).
H.          
Penatalaksanaan
Pengelolaan
hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi:
1.       
Terapi tanpa Obat è Terapi
tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai
tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini
meliputi: diet destriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr, diet
rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh.
2.       
Penurunan berat badan
3.       
Penurunan asupan etanol
4.       
Menghentikan merokok
5.       
Latihan Fisik
Latihan
fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita
hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga
yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan
lain-lain. Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik
atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya
latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi
latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
6.       
Edukasi Psikologis
Pemberian
edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi:
a.        
Tehnik Biofeedback
Biofeedback
adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda
mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan
biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri
kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
b.       
Tehnik relaksasi
Relaksasi
adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan
atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat
otot-otot dalam tubuh menjadi rileks Pendidikan Kesehatan (Penyuluhan).
Tujuan
pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan
hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
7.       
Terapi dengan Obat
Tujuan
pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga
mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat
bertambah kuat. Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup
penderita.
Pengobatan
standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi (Joint National
Committee On Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure, Usa,
1988) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau
penghambat ACE dapat digunakan sebagai obat tunggal pertama dengan
memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita.
I.             
Cara Pencegahan
1.       
Pencegahan Primer
Faktor
resiko hipertensi antara lain: tekanan darah diatas rata-rata, adanya
hipertensi pada anamnesis keluarga, ras (negro), tachycardi, obesitas dan
konsumsi garam yang berlebihan dianjurkan untuk:
a.        
Mengatur diet agar berat badan tetap
ideal juga untuk menjaga agar tidak terjadi hiperkolesterolemia, Diabetes
Mellitus, dsb.
b.       
Dilarang merokok atau menghentikan
merokok.
c.        
Merubah kebiasaan makan sehari-hari
dengan konsumsi rendah garam.
d.       
Melakukan exercise untuk
mengendalikan berat badan.
2.       
Pencegahan sekunder
Pencegahan
sekunder dikerjakan bila penderita telah diketahui menderita hipertensi berupa:
a.        
Pengelolaan secara menyeluruh bagi
penderita baik dengan obat maupun dengan tindakan-tindakan seperti pada
pencegahan primer.
b.       
Harus dijaga supaya tekanan darahnya
tetap dapat terkontrol secara normal dan stabil mungkin.
c.        
Faktor-faktor
resiko penyakit jantung ischemik yang lain harus dikontrol.
d.       
Batasi aktivitas.
J.            
Diit Hipertensi
1.       
Konsumsi lemak dibatasi
2.       
Konsumsi kolesterol dibatasi
3.       
Konsumsi kalori dibatasi untuk yang
terlalu gemuk atau obese
4.       
Makanan yang boleh dikonsumsi
a.        
Sumber kalori (beras,tales,kentang,macaroni,mie,bihun,tepung-tepungan,
gula).
b.       
Sumber protein hewani (daging,ayam,ikan,semua
terbatas kurang lebih 50 gram perhari, telur ayam,telur bebek paling banyak
satu butir sehari, susu tanpa lemak).
c.        
Sumber protein nabati (kacang-kacangan
kering seperti tahu,tempe,oncom).
d.       
Sumber lemak (santan kelapa encer
dalam jumlah terbatas).
e.        
Sayuran (sayuran yang tidak menimbulkan
gas seperti bayam,kangkung,buncis, kacang panjang, taoge, labu siam, oyong,
wortel).
f.        
Buah-buahan (semua buah kecuali
nangka, durian, hanya boleh dalam jumlah terbatas).
g.       
Bumbu (pala, kayu manis,asam,gula,
bawang merah, bawang putih, garam tidak lebih 15 gram perhari).
h.       
Minuman (teh  encer, coklat
encer, juice buah).
5.       
Makanan yang tidak boleh dikonsumsi
a.        
Makanan yang banyak mengandung garam.
b.       
Makanan yang banyak mengandung
kolesterol
c.        
Makanan yang banyak mengandung lemak
jenuh.
d.       
Lemak hewan: sapi, babi, kambing, susu
jenuh, cream, keju, mentega.
e.        
Makanan yang banyak menimbulkan gas.
6.       
Obat Tradisional Untuk Hipertensi
Banyak
tumbuhan obat yang telah lama digunakan oleh masyarakat secara tradisional
untuk mengatasi hipertensi atau tekanan darah tinggi. Hal yang perlu
diinformasikan kepada masyarakat adalah cara penggunaannya, dosis, serta
kemungkinan adanya efek samping yang tidak diketahui. Obat – obat tradisional
tersebut diantaranya:
a.        
Buah Belimbing
Buah ini
dapat mengontrol tekanan darah dalam keadaan normal dan juga bisa menurunkan
tekanan darah bagi mereka yang sudah mengalaminya. Caranya yaitu buah belimbing
yang sudah masak diparut halus. Kemudian parutan belimbing diperas sehingga
menjadi satu gelas sari belimbing. Air perasan ini diminum setiap pagi, lakukan
selama tiga minggu sampai satu bulan. Setelah satu bulan sari belimbing ini
dapat diminum dua hari sekali. Tidak perlu menambahkan gula pasir atau sirup
pada air perasan. Bagi mereka yang sudah terlanjur menderita hipertensi,
sebaiknya gunakan buah belimbing yang besar sehingga air perasannya lebih
banyak.
b.       
Daun Seledri
Cara
penggunaannya dengan menumbuk segenggam daun seledri sampai halus, saring dan
peras deengan kain bersih dan halus. Air saringan usahakan satu gelas diamkan
selama satu jam, kemudian diminum pagi dan sore dengan sedikit ampasnya yang
ada di dasar gelas. Menurut penelitian daun seledri bisa memperkecil fluktuasi
kenaikan tekanan darah.
c.        
Bawang Putih
Caranya
dengan memakan langsung tiga siung bawang putih mentah setiap pagi dan sore
hari. Pilih bawang putih yang kulitnya berwarna coklat kehitaman karena mutunya
lebih baik. Jika tidak mau memakannya dalam keadaan mentah bisa direbus atau
dikukus dulu. Namun karena banyak zatnya yang bisa berkhasiat yang dapat ikut
larut ddalam air rebusannya, sebaiknya ditambaah menjadi 8 sampai 9 siung
sekali makan.
d.       
Buah Mengkudu / Pace
Buah ini
sebagai alternatif untuk menekan hipertensi. Caranya hampir sama dengan buah
belimbing, yaitu dengan cara memarut halus, kemudian diperas memakai kain kassa
yang bersih, diambil airnya. Minum sari mengkudu setiap pagi dan sore hari
secara teratur
e.        
Avokad
Caranya lima
daun avokad dicuci bersih, kemudian direbus dengan 4 gelas air putih. Tunggu
air rebusan hingga menjaadi 2 gelas, saring. Satu gelas diminum pagi hari, satu
gelas lagi diminum sore hari.
f.        
Melon
g.       
Semangka
h.       
Mentimun
K.          
Pengkajian Keperawatan
1.       
Aktivitas / istirahat
Gejala  : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda  : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
2.       
Sirkulasi
Gejala  : giwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner
/   katup, penyakit serebrovaskuler.
Tanda  : kenaikan TD, nadi (denyutan jelas), frekuensi / irama (takikardia,
berbagai disritmia), bunyi jantung (murmur, distensi vena jugularis, ekstermitas,
perubahan warna kulit), suhu dingin (vasokontriksi perifer),  pengisian
kapiler mungkin lambat.
3.       
Integritas Ego
Gejala  : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah,
faktor stress multiple (hubungsn, keuangan, pekerjaan).
Tanda  : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan
yang meledak, otot muka tegang (khususnya
sekitar mata), peningkatan pola bicara.
4.       
Eliminasi
Gejala  : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (infeksi,
obstruksi,  riwayat penyakit ginjal).
5.       
Makanan / Cairan
Gejala  : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol, mual, muntah, riwayat penggunaan diuretik.
Tanda  : BB normal atau obesitas, edema, kongesti vena, peningkatan JVP,
glikosuria.
6.       
Neurosensori
Gejala  : keluhan pusing / pening, sakit kepala, episode kebas, kelemahan
pada satu sisi tubuh, gangguan penglihatan (penglihatan kabur, diplopia), episode
epistaksis.
Tanda  : perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir
atau memori (ingatan), respon motorik (penurunan kekuatan genggaman), perubahan
retinal optik.
7.       
Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala  : nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri
abdomen. 
8.       
Pernapasan
Gejala  : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea
nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok.
Tanda  : distress respirasi / penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi
napas tambahan (krekles, mengi), sianosis.
9.       
Keamanan 
Gejala  : gangguan koordinasi, cara jalan.
Tanda      
       : episode parestesia unilateral
transien.
10.   
Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala
             :
faktor resiko keluarga (hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM ,
penyakit serebrovaskuler, ginjal), faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau
hormon lain, penggunaan obat / alkohol.
L.           
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin
Muncul
1.       
Resiko tinggi
terhadap penurunan curah jantung berhubungan
dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
2.       
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
3.       
Nyeri akut
berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral.
4.       
Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita klien.
5.       
Kurang pengetahuan berhubungan
dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit.
RENCANA KEPERAWATAN 
 | 
 |||
NO DX 
 | 
  
DIANGOSA
  KEPERAWATAN DAN KOLABORASI 
 | 
  
TUJUAN
  (NOC) 
 | 
  
INTERVENSI
  (NIC) 
 | 
 
1 
 | 
  
Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
  afterload, vasokonstriksi, hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard 
 | 
  
NOC :  
 
  Cardiac Pump effectiveness 
 
  Circulation Status 
 
  Vital Sign Status 
Kriteria Hasil: 
  Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi) 
  Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan 
 
  Tidak ada edema paru, perifer, dan tidak ada asites 
 
  Tidak ada penurunan kesadaran 
 | 
  
NIC : 
Cardiac
  Care 
  Evaluasi adanya nyeri dada ( intensitas,lokasi, durasi) 
 
  Catat adanya disritmia jantung 
  Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac putput 
 
  Monitor status kardiovaskuler 
 
  Monitor status pernafasan yang menandakan gagal jantung 
  Monitor abdomen sebagai indicator penurunan perfusi 
  Monitor
  balance cairan 
 
  Monitor adanya perubahan tekanan darah 
  Monitor respon pasien terhadap efek pengobatan antiaritmia 
  Atur periode latihan dan istirahat untuk menghindari kelelahan 
 
  Monitor toleransi aktivitas pasien 
  Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan ortopneu 
 
  Anjurkan untuk menurunkan stress 
Vital Sign
  Monitoring 
  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 
 
  Catat adanya fluktuasi tekanan darah 
  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri 
  Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan 
 
  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas 
 
  Monitor kualitas dari nadi 
 
  Monitor adanya pulsus paradoksus 
 
  Monitor adanya pulsus alterans 
 
  Monitor jumlah dan irama jantung 
 
  Monitor bunyi jantung 
 
  Monitor frekuensi dan irama pernapasan 
 
  Monitor suara paru 
 
  Monitor pola pernapasan abnormal 
  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit 
 
  Monitor sianosis perifer 
 
  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
  peningkatan sistolik) 
  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign 
 | 
 
2 
 | 
  
Intoleransi aktivitas berhubungan
  dengan kelemahan, ketidakseimbangan
  suplai dan kebutuhan oksigen. 
 | 
  
NOC :  
 
  Energy conservation 
 
  Self Care : ADLs 
Kriteria
  Hasil : 
 
  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
  darah, nadi dan RR 
  Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri 
 | 
  
NIC : 
Energy
  Management 
 
  Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas 
  Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan 
 
  Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan 
  Monitor nutrisi  dan sumber energi tangadekuat 
  Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
  berlebihan 
 
  Monitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas 
  Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien 
Activity
  Therapy 
 
  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalammerencanakan progran
  terapi yang tepat. 
 
  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan 
 
  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yangsesuai dengan kemampuan fisik,
  psikologi dan social 
 
  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
  aktivitas yang diinginkan 
 
  Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek 
 
  Bantu untu mengidentifikasi aktivitas yang disukai 
 
  Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang 
 
  Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas 
 
  Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas 
  Bantu
  pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan 
  Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual 
 | 
 
3 
 | 
  
Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral 
 | 
  
NOC :  
 
  Pain Level, 
 
  Pain control, 
 
  Comfort level 
Kriteria
  Hasil : 
 Mampu
  mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik
  nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan) 
 Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri 
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 
 Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 
 Tanda
  vital dalam rentang normal 
 | 
  
NIC : 
Pain
  Management 
 
  Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
  durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi 
  Observasi
  reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan 
 
  Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 
 
  Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri 
 
  Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau 
 
  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan
  kontrol nyeri masa lampau 
  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan 
  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu
  ruangan, pencahayaan dan kebisingan 
 
  Kurangi faktor presipitasi nyeri 
  Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi
  dan inter personal) 
  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi 
 
  Ajarkan tentang teknik non farmakologi 
 
  Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri 
 
  Evaluasi keefektifan kontrol nyeri 
 
  Tingkatkan istirahat 
  Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri
  tidak berhasil 
  Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri 
Analgesic
  Administration 
  Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
  sebelum pemberian obat 
  Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi 
 
  Cek riwayat alergi 
 
  Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika
  pemberian lebih dari satu  
  Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri 
  Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal 
  Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara
  teratur 
 
  Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali 
  Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat 
 
  Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping) 
 | 
 
4 
 | 
  
Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi
  yang diderita klien 
 | 
  
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,   cemas
  pasien berkurang dengan kriteria hasil: 
 Anxiety
  Control 
 Coping 
 Vital
  Sign Status 
  Menunjukan teknik untuk mengontrol cemas  teknik nafas dalam 
 Postur
  tubuh pasien rileks dan ekspresi wajah tidak tegang 
 Mengungkapkan
  cemas berkurang 
 TTV dbn 
TD =
  110-130/ 70-80 mmHg 
RR = 14 –
  24 x/ menit 
N   = 60 -100 x/ menit 
S
     = 365 – 375 0C 
 | 
  
Anxiety
  Reduction  
  Gunakan pendekatan yang menenangkan  
  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien 
  Jelaskan semua prosedur dan apa
  yang dirasakan selama prosedur 
  Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut 
  Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis  
  Dorong keluarga untuk menemani anak 
  Lakukan back / neck rub 
  Dengarkan dengan penuh perhatian 
  Identifikasi tingkat kecemasan  
  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan 
  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi 
  Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi 
  Barikan obat untuk mengurangi kecemasan 
 | 
 
5 
 | 
  
Kurang
  pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit 
 | 
  
NOC : 
 
  Kowlwdge : disease process 
 
  Kowledge : health Behavior 
Kriteria
  Hasil : 
  Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
  kondisi, prognosis dan program pengobatan 
  Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
  secara benar 
  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
  perawat/tim kesehatan lainnya. 
 | 
  
NIC : 
Teaching :
  disease Process 
  Berikan penilaian tentang tingkat
  pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik  
  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
  bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
  tepat.  
  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
  pada penyakit, dengan cara yang tepat  
  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
  tepat  
  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna
  cara yang tepat  
  Sediakan informasi pada pasien tentang
  kondisi, dengan cara yang tepat  
  Hindari harapan yang kosong  
  Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
  tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat  
  Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin
  diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
  pengontrolan penyakit  
  Diskusikan pilihan terapi atau penanganan 
  Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
  mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan  
  Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan,
  dengan cara yang tepat  
  Rujuk pasien pada grup atau
  agensi di komunitas lokal, dengan cara yang tepat 
  Instruksikan pasien
  mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan,
  dengan cara yang tepat 
 | 
 
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar :
Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,
Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien,
Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC,
Goonasekera CDA, Dillon MJ, 2003. The child with
hypertension. In: Webb NJA, Postlethwaite RJ, editors. Clinical Paediatric
Nephrology. 3rd edition. Oxford: Oxford University Press
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes
Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River 
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing
Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle
River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan
NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smet, Bart.1994. Psikologi Kesehatan. Pt
Grasindo:Jakarta 
Soeparman dkk,2007  Ilmu Penyakit Dalam ,
Ed 2, Penerbit FKUI, Jakarta
Smeljer,s.c Bare, B.G ,2002 Buku ajar Keperawatan
Medikal Bedah,
Imam, S Dkk.2005. Asuhan Keperawatan Keluarga.Buntara
Media:malang

0 Response to "LAPORAN PENDAHULUAN HIPERTENSI"
Posting Komentar