PENGKAJIAN SERTA PEMERIKSAAN FISIK SISTEM SARAF

Sistem saraf dalam tubuh manusia memiliki peran yang sangat dominan, sehingga untuk menentukan ada tidaknya gangguan pada sistem ini diperlukan cara pengkajian yang sistematis dan mendetail. Diagnosis secara medik pada kelainan sistem saraf dapat ditegakkan 60 % -80 % dengan akurat melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik. Ners sebagai pemberi asuhan keperawatan dituntut untuk menguasai keterampilan pengkajian riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik ini untuk dijadikan dasar bagi : kajian selanjutnya, mengidentifikasi masalah perawatan (Diagnosa Keperawatan), menyusun rencana perawatan dan mengevaluasi hasil asuhan keperawatan. Proses pengkajian pada fungsi sistem persarafan ini meliputi komponen yang harus dikaji yaitu  :
  1. Comprehensive history : riwayat kesehatan
  2. Physical Examination : Pemeriksaan fungsi fisik
  3. Diagnostic study : hasil tes diagnostik medis


Upaya untuk mendapatkan riwayat kesehatan sebagai data primer dari klien kadang sulit dilakukan karena adanya penurunan kemampuan fungsi tubuh seperti perubahan kesadaran, gangguan memori atau ketidakmampuan berkomunikasi. Bahkan seringkali klien juga  tidak menyadari adanya masalah neurologi yang sedang terjadi, Untuk mengatasinya maka  pengumpulan data dapat dilakukan dengan bertanya kepada orang terdekat  tentang perubahan mental dan fisik yang dialami klien. Mulailah pertanyaan dari keluhan yang paling dirasakan mengganggu klien.

Data mengenai keluhan utama akan mengarahkan tentang detail penyebab alasan klien dalam mencari bantuan kesehatan. Gunakan pertanyaan terbuka untuk mengembangkan penggalian data dengan menggunakan pendekatan PQRST :
(P) Paliative and propocative : faktor pencetus dan penyebab keluhan
(Q) Quality and quantity : jenis dan bentuk keluhan secara jumlah dan kualitas
(R) Region and radiasi : lokasi dan penyebaran
(S) Severity and scale : tingkat keparahan dan skala keluhan
(T) Time Frame : durasi, frekuensi dan intensitas keluhan yang dialami

Selalu tanyakan apakah ada perubahan perilaku, mood, tingkat kesadaran, memori, kemampuan fungsi sensori dan motorik. Bersikaplah waspada terhadap kemungkinan masalah akibat penggunaan alkohol, obat, dampak gangguan metabolisme dan metastase suatu kanker. Keluhan harus dikaji secara mendetail dengan menggunakan beberapa pertanyaan seperti berikut ini :
” Apa yang menyebabkan anda datang ke rumah sakit ini ? ”
” Apa yang membuat anda terganggu belakangan ini ? ”
” Dapatkan anda gambarkan keluhan nyeri kepala yang sekarang dialami ? Seberapa sering dan apa pencetusnya ?
” Kapan persisnya anda selalu merasa pusing ? Seberapa sering mengalaminya dan bagaimana polanya ? ”
” Dapatkan anda menggambarkan dan menunjukan area tubuh yang sering tremor, baal atau kebas ? ”
” Bagaimana kronologis kejadian terjadinya keluhan kejang, lemas atau paralisis pada ektremitas yang anda alami ? ”
” Adakah anda mengalami kesulitan berjalan, berbicara, memahami, menulis dan membaca ? jika ya...jelaskan ! ”
” Bagaimana dengan kemampuan memori dan konsentrasi anda ? ”

Gunakan dengan persis kata-kata yang diucapkan klien saat anda mendokumentasikan keluhan klien. Jika diperlukan maka anda dapat mencantumkan kalimat langsung klien dan tidak merubahnya jika malah dapat membentuk persepsi yang salah oleh Ners yang lain.  Beberapa keluhan utama yang lazim dialami klien dengan gangguan sistem persarapan diantaranya :
§  Nyeri kepala
§  Pusing
§  Gangguan penglihatan
§  Baal dan kesemutan
§  Sulit menelan
§  Sulit berbicara
§    
§  Kejang
§  Tremor
§  Tak mampu mengecap, membau dan mendengar
§  Kelemahan fisik Pelupa
§  Penurunan kemampuan berpikir
§  Perubahan perilaku
Pengkajian data mengenai riwayat kesehatan diarahkan untuk menggali  informasi penting berikut ini :
§  Sakit berat yang pernah dialami : Diabetes Mellitus, anemia, kanker, infeksi, hipertensi, penyakit hepar atau ginjal
§  Sakit ringan yang berulang-ulang : batuk, diare
§  Riwayat imunisasi dan tumbuh kembang : untuk mengetahui apakah keluhan saraf dialami sejak usia dini atau tidak.
§  Penyakit masa anak : rubela, measles, influenza, meningitis, febris tinggi
§  Kecelakaan dan cedera yang pernah dialami pada kepala dan tulang belakang
§  Riwayat pembedahan : bedah kepala dan tulang belakang
§  Riwayat alergi, pernah terpapar zat kimia dan pestisida
§  Pengobatan yang sedang dijalani : Jenis, dosis, lama pemakaian obat yg sedang atau sudah dimakan. Ada tidaknya ketergantungan terhadap obat, misalnya ; Aspirin, Antidepresan,  Anticonvulsan, Narkotika, Anti Hipertensi, Antivertigo.
§  Hasil tes diagnostik medis : Elektroencephalography (EEG), Elektromyography (EMG), Computed Tomography (CT scan), atau Magnetic  Resonance Imaging (MRI)

Riwayat kesehatan dalam keluarga harus didapatkan untuk mengetahui ada tidaknya keterlibatan faktor genetik. Kejadian penyakit yang dialami anggota keluarga seperti Epilepsi, Amyotropic Lateral Sclerosis, Muscular dystrophy, Hipertensi, Stroke, Retardasi Mental, atau masalah psikiatrik harus ditanyakan.

Aspek psikososial dengan termasuk di dalamnya pola dan gaya hidup klien harus diketahui untuk mengidentifikasi faktor predisposisi terjadinya gangguan pada sistem saraf. Faktor tersebut diantaranya :
  • Ada tidaknya perubahan pola tidur
  • Aktivitas harian rutin yang selalu dilakukan
  • Cara penyaluran hoby dan rekreasi
  • Jenis Pekerjaan yang dapat mempengaruhi kesehatan saraf : atlit beladiri, buruh angkut dll.
  • Stressor psikis yang dialami : masalah pikiran dan mekanisme koping yang buruk
  • Seksual interest yang dimiliki : ketertarikan melakukan aktifitas seksual
  • Paparan dari zat kimia : pestisida, cat, lem
  • Hidup di lingkungan yang pengap dan kurang ventilasi

Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat kemampuan fungsional klien ketika berupaya mengadaptasi perubahan fisiknya akibat penyakit pada sistem saraf. Sebelum pemeriksaan fisik dilakukan harus diberikan penjelasan kepada klien dan keluarga karena proses pemeriksaan mungkin akan melelahkan dan menyita cukup banyak energi. Kaji tingkat energi yang dimiliki klien, tanyakan kapan dan prediksikan kecukupan intake nutrisi terakhir. Hentikan pemeriksaan jika klien menunjukan atau mengeluh kelelahan, lalu buatlah kontrak waktu yang baru untuk melanjutkan pemeriksaan esok harinya. Pemeriksaan terhadap fungsi fisik dapat dilakukan dalam posisi duduk atau berdiri sesuai kemampuan klien. Pemeriksaan ditujukan untuk mengidentifikasi fungsi tubuh yang meliputi hal-hal berikut ini :
  1. Penampilan Umum dan  tingkat kesadaran
  2. Fungsi status mental : memori, orientasi, mood, afek, intelektual, bahasa, komunikasi
  3. Pemeriksaan kepala, leher dan tulang belakang
  4. Pemeriksaan fungsi Batang Otak
  5. Pemeriksaan Nervus Cranialis
  6. Pemeriksaan Kortikal dan Fungsi sensori
  7. Pemeriksaan Fungsi motorik
  8. Pemeriksaan Fungsi Reflek
  9. Pemeriksaan Keseimbangan dan Kordinasi
  10. Pemeriksaan Khusus : rangsang meningeal

Pemeriksaan fisik fungsi sistem saraf sepintas cukup rumit dan membingungkan, namun demikian seorang pemeriksa yang terlatih dapat dengan mudah menemukan masalah fisik yang sedang dialami klien dengan alat yang sederhana. Alat yang dibutuhkan untuk pemeriksaan fisik itu diantaranya :
§  Handscoon 1 set
§  Kassa secukupnya
§  Kapas steril
§  Alat tulis dan buku
§  Jarum/peniti 2 buah
§  Garpu tala 512 Hz
§  Penlight
§  Ukuran pupil
§  Reflek Hammer
§  Tabung air berdiameter 0.5-1 cm 2 buah
§  Benda bulat, koin, karet, kayu
§  Bahan tes bau 3 macam
§  Bahan tes rasa 3 macam
§  Snellen Chart
§  Jaeger book
§  Ichihara Book
§  Jam tangan dengan detik


A.   Penampilan dan Pemeriksaan Umum
1.      Penampilan umum
§  Penampilan umum adalah kesan umum yang didapatkan Ners pada saat pertama kali kontak dengan klien yang merupakan hasil daya tangkap Ners melalui indra penglihatan, pendengaran, penciuman dan peraba.
§  Penampilan umum yang mungkin ditunjukan klien ketika diobservasi diantaranya seperti menurunnya kesadaran, cara berjalan yang diseret, bentuk muka asimetris, tremor, gerakan kaku, bentuk otot yang mengecil, posisi tidur dan sebagainya.
§  Perhatikan cara berjalan, gerakan otot yang tak terkontrol, kordinasi otot dan kesimetrisan tubuh
2.      Pemeriksaan Umum
§  Pemeriksaan terhadap tanda vital yang meliputi tekanan darah, denyut nadi permenit, suhu tubuh dan pernapasan permenit.
§  Pemeriksaan terhadap kemungkinan terjadinya dampak terhadap fungsi sistem tubuh lainnya seperti sistem pernapasan, kardiovaskuler, muskuloskeletal dan lainnya.

B.   Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran adalah indikator yg sangat sensitif terhadap perubahan status neurologi klien. Kesadaran dapat dipertahankan oleh karena berfungsinya cerebral hemisphere dan Reticularis Aktivating System/RAS. Tingkat kesadaran ( Level of Conciousness ) dapat ditentukan secara kualitatif dan kuantitatif.
1. Tingkat kesadaran kualitatif, ditentukan berdasarkan kesimpulan subyekyif pemeriksaan, sehingga membutuhkan kesamaan pemahaman dari semua Ners mengenai  ciri/indikator/tanda khusus untuk setiap kelompok tingkat kesadaran yang disepakati bersama. Rentang tingkat kesadaran dari baik ke buruk adalah :
§  Compos Mentis : sadar penuh
§  Confusion : Kehilangan kemampuan berpikir dan mengambil keputusan
§  Disorientation : tanda dimulainya hilang kesadaran. Disorientasi tempat,orang dan waktu
§  Lethargy : keinginan untuk tidur terus namun mudah dibangunkan dg suara
§  Obtundation : Berkurangnya respon thd lingkungan. Verbal respon menurun
§  Stupor : Tidur lelap, hanya bereaksi thd rangsang kuat seperti stimulus nyeri
§  Coma : tak ada respon terhadap rangsang

2. Tingkat kesadaran kuantitatif, ditentukan berdasarkan ukuran numerik/angka. Penilaian yang sering digunakan adalah nilai dari Glasgow Coma Scale (GCS). Jumlah total skor  terkecil adalah 3 (tiga) sedangkan nilai total terbaik adalah 15. Skor GCS ini sering dikonversi menjadi kategori ringan, berat dan sedang pada kasus cedera kepala.
§  Ringan       : skor 14-15
§  Sedang      : skor 7 – 13
§  Berat          : skor kurang dari 7


                                                      The Glasgow Coma  Scale
Eye open ( E )
  • Spontan membuka mata
  • Berespon terhadap rangsang suara
  • Berespon terhadap rangsang nyeri
  • Tidak berespon terhadap rangsang

SKOR

4
3
2
1
Motoric Response ( M )
  • Dapat mengikuti perintah
  • Dapat melokalisir rangsang
  • Menjauh/menolak rangsang
  • Fleksi abnormal / Dekortikasi
  • Ektensi Abnormal / Deserebrasi
  • Tidak ada gerakan

SKOR

6
5
4
3
2
1
Verbal Response ( V )
  • Memiliki orientasi baik
  • Bingung, tapi kata-kata jelas
  • Kata-kata kacau/tidak beraturan 
  • Suara tidak mempunyai arti
  • Tidak bersuara

SKOR

5
4
3
2
1

Contoh cara penulisan hasil  : E3 M4 V3


C.  Pemeriksaan Status Mental
1.      Fungsi Orientasi, yaitu klien diberikan pertanyaan terhadap kemampuan orientasi tempat, orang dan waktu dengan pertanyaan seperti :
§  Dimanakah sekarang Bapak dirawat ?
§  Sekarang hari apa ? Tanggal berapa ? Jam berapa ?
§  Siapakah yang berdiri di hadapan Bapak ?
2.      Kemampuan konsentrasi
§  Penderita diminta mengetukan pensil ke meja jika setiap kali mendengar pemeriksa menyebutkan hurup “m“. Catat berapa kesalahan yang dibuat klien.
§  Konsentrasi dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan “7 digit span” . Klien diintruksikan mengulang angka yang disebutkan pemeriksa dari arah depan kemudian pemeriksaan berikutnya mengulang dari arah belakang. Contoh intruksi : “ ulangi 23, 236, 2368, 23689, 236894, 2368942 ! “
3.      Tes Kesadaran diri, Kemampuan Berpikir dan Memutuskan
§  Tanyakan masalah umum tentang suatu peristiwa. Kaji kemampuan mengemukakan alasan yg rasional dan memecahkan masalah. Apakah jawaban klien sesuai dengan pertanyaan ?
§  Berpikir abstrak : “paman bibi anda, apakah laki-laki atau wanita ?, Apa yg anda lakukan jika mobil anda mogok ? Jika singa dimakan harimau, siapa yangg hidup ? Jika tinggi Maya 150 cm dan Danis 170 cm, siapakah yang memerlukan bahan celana lebih panjang ? Jika ayam yang diberi makan hari ini, apakah kambing kenyang ? ”
§  Kemampuan berhitung. Pemeriksaan ini bergantung pada kecerdasan klien. Perhitungan sederhana menambah atau mengurangi. Kurangi 100 dengan 7 sampai 7 seri.
4.      Tes kemampuan berbahasa
Ditujukan untuk menilai kemampuan klien dalam memahami bahasa baik secara verbal maupun tulisan. Kenali adanya gangguan artikulasi (diartria) atau ketidakmampuan berbahasa (afasia).
§  Mengikuti 3 perintah berurutan : duduklah di kursi, lepaskan baju anda kemudian luruskan tangan ke depan
§  Berikan perintah secara verbal lalu minta klien untuk menulisnya
5.      Tes kemampuan memori/mengingat
Secara sederhana daya ingat ini dapat diuji dengan dikaitkan sesuai waktu retensinya yaitu :
a.      Immediate memory (segera setelah kejadian) merupakan tes memori jangka pendek. Pemeriksa menyebutkan 3 objek lalu klien diminta mengucapkannya kembali. “ Siapakah yang baru saja membesuk ibu ? ”
b.      Recent memory (beberapa menit, jam, hari). “ Berapa kali ibu makan dalam sehari ini ? “
c.      Remote memory (beberapa tahun) merupakan tes untuk memori jangka panjang : klien diminta menceritakan riwayat kesehatan lalu atau pengalamannya, lalu validasi oleh sumber sekunder dari keluarga atau teman dekat. Atau berupa pertanyaan, ” Dapatkah Bapak sebutkan nama teman sekolah dulu ? ”
6.      Mood dan afek : Dikaji secara bersamaan dengan melihat kesesuaian ekspresi wajah dengan bahasa verbalnya. Sangat mungkin terjadi saat klien berkata gembira tetapi wajahnya terlihat sedih.
7.       Visual Kontruktif : Klien disuruh mencontoh gambar kubus yang diberikan oleh pemeriksa

D.  Pemeriksaan Kepala, Leher dan Tulang Belakang
1. Inspeksi
§  Kepala : Lihat bentuk, ukuran, kesimetrisan,  dan konturnya
§  Tanda fraktur Basis Cranii : kenali tanda echimosis, bruise di sekitar mata dan belakang telinga (racoon eyes, battle sign)
§  Lihat kelurusan leher dan tulang belakang
2. Palpasi
§  Raba tengkorak dari nodul terutama jika hasil inspeksi menunjukan kelainan bentuk. Tulang tengkorak normal teraba kokoh & kuat
§  Jika menemukan luka terbuka di kepala, tutup dengan kasa steril
§  Raba otot leher sementara klien diminta menyentuhkan dagunya ke dada. Raba spine, dan kenali tanda deviasi, massa dan spasme
3. Perkusi : Lakukan perkusi lembut di atas spina untuk mengidentifikasi keluhan nyeri
4. Auskultasi : Gunakan stetoskop untuk mendeteksi kemungkinan bunyi ”bruist” atau bising pada pembuluh darah utama di leher


E.   Fungsi batang Otak

Pemeriksaan fungsi batang otak perlu dilakukan karena jika fungsi ini sudah terganggu sebagian atau total mengindikasikan suatu  prognosa yang buruk tentang kesehatan klien.
1.      Perubahan Pola Napas : Amati irama, kedalaman dan frekuensi pernapasan klien
2.      Doll Eye’s Pheneomenon (reflek okulosefalik)
Pemeriksaan dilakukan dngan cara menggerakan kepala klien ke arah lateral kiri atau kanan dengan tiba-tiba dan cepat, sementara itu pemeriksa melihat arah gerakan bola mata klien. Pada keadaan normal bola mata akan bergerak berlawanan terhadap gerakan kepala. Sebaliknya Doll Eye’s phenomenon positif jika gerakan bola mata searah gerakan kepala.
Penting !! : pemeriksaan ini tidak boleh dilakukan pada klien cedera kepala dan spinal karena akan memperburuk tekanan intra cranial yang makin meningkat.
3.      Reflek batang otak
Periksa kemungkinan klien kehilangan reflek-reflek protektif tubuh seperti :
ü  Reflek muntah (gag reflek) :masukan tongue spatel bersih mendekati uvula klien. Hindari terjadinya reflek vagal dengan tidak masuk terlalu dalam
ü  Reflek menelan : jika pasien sadar, berikan sesendok air putih dengan posisi tidur semi fowler
ü  Reflek bersin dan batuk : menstimulasi lubang hidung dengan ujung kapas
ü  Reflek kornea : menyentuh sclera klien dengan ujung kapas berpilin dari arah samping tanpa sepengetahuan klien
ü  Reflek pupil : memberikan rangsang cahaya
Pada klien yang tidak sadar, pemeriksaan yang mungkin dilakukan adalah :
ü  Reflek Kornea : negatif jika mata tidak berespon ketika meneteskan Aquabides atau cairan Normal Salin steril pada sclera mata. Dapat juga dilakukan dengan menyentuh Sklera dengan kapas halus steril yang dipilin.
ü  Reflek pupil : negatif jika rangsang sinar tidak direspon oleh pupil dengan miosis atau vasokontriksi/menyempit

F.   Nervus Cranialis (NC)
Nervus Cranialis termasuk susunan saraf perifer dan keutuhan fungsi dari nervus ini akan berdampak pada kondisi yang baik dari batang otak. Nervus Cranialis berjumlah 12 pasang membawa fungsi sensoris dan motoris pada area seputar kepala, leher dan bahu. Nervus Cranialis keluar dari batang otak (BO), dengan membawa saraf parasimpatis ke area kepala. NC harus diperiksa karena dapat mengindikasikan adanya kerusakan batang otak. NC III sampai dengan XII langsung berasal dari BO sehingga gangguan saraf ini mengindikasikan kerusakan BO dan jalurnya. 3 fungsi reflek protektif BO juga harus diperiksa yaitu kornea, muntah dan batuk. Bentuk kerusakan dapat berupa gagal menerima impuls (input failure), gagal memberikan respon (output failure) dan gagal output & input.
Berikut rangkuman hasil pemeriksaan dari fungsi Nervus Cranialis :
Nervus Cranialis
Respon Normal
I
Olfaktorius
Mampu membedakan bau yang spesifik
II
Optikus
§  Dapat melihat keseluruhan arah lapang pandang sentral dan perifer (Lateral, medial, superior & inferior).
§  Mampu membedakan warna
§  Visus jauh-dekat baik
III
Okulomotorius
§  Pupil kontriksi saat diberi rangsang cahaya.
§  Menutup dan membuka kelopak mata dengan simetris
§  Gerakan kedua bola mata simetris ke arah superior, inferior, medial, dan oblik inferior.
§  Tidak ada nistagmus
IV
Trochlearis
Gerakan kedua bola mata simetris ke arah Oblik superior dan oblik inferior
V
Abdusen
Gerakan bola mata ke arah lateral simetris
VI
Trigeminus
§  Reflek kornea positif bilateral
§  Mampu mengidentifikasi lokasi yang diberi rangsang sentuhan halus, gerakan dan kekuatan otot wajah simetris
§  Otot Masseter berkontraksi simetris
VII
Facialis
§  Kekuatan otot wajah simetris
§  Lidah mampu membedakan rasa
VIII
Akustikus
Kedua telinga mampu mendengar hantaran udara dan tulang secara simetris
IX
Glosopharing
§  Suara halus tidak serak
§  Reflek muntah positif
§  Reflek menelan baik
X
Vagus
Gerakan uvula simetris
XI
Aksesorius

Kekuatan dari sepasang otot Trapezius dan Sternokleidomastoideus kuat dan simetris
XII
Hipoglosus
§  Gerakan lidah mampu dikontrol dan tidak ditemukan deviasi dan tremor
§  Kekuatan otot lidah baik

Kemungkinan lupa dan terlewat poin pemeriksaan dari setiap NC dapat diakali dengan melakukan pemeriksaan berdasarkan urutan organ di sekitar kepala yang dipersarafi N. Cranialis. Selanjutnya jika pemeriksaan telah selesai, baru didokumentasikan sesuai urutan 12 NC. Urutan yang dapat diikuti seperti hidung, mata, mulut, wajah, telinga dan pundak.
1.      Fungsi hidung
Gunakan bahan yang bersifat aromatik dan dikenal klien namun tidak merangsang mukosa hidung seperti bawang merah, alcohol dan ammonia. Bahan yang dapat dipakai diantaranya sabun, kopi, tembakau, vanili, wangi buah dan sebagainya. Sebaiknya bahan tersebut diteteskan pada kasa/kapas sehingga mencegah klien menebak dari wujud bendanya. Periksa kemampuan penghidu klien dengan menutup lubang hidung secara bergantian ketika bahan uji didekatkan ke lubang hidung. Kemungkinan hasil yang didapat :
ü  Positif palsu : ditemukan pada penyakit mukosa hidung
ü  Anosmia : Tidak mampu membedakan bau
ü  Hiposmia : Fungsi membau yang menurun. Lazim pada lansia
ü  Hiperosmia : Sangat sensitif
2.      Fungsi Mata
ü  Amati kesimetrisan kedua mata. Apakah kornea kedua mata terlihat ditengah ? 
ü  Lihat kesimetrisan gerakan membuka dan menutup kelopak mata. Klien disuruh memejamkan mata lalu menahan upaya pemeriksa yang membuka kelopak mata
ü  Tentukan ukuran besar pupil kiri dan kanan lalu berikan rangsang cahaya dengan senter kecil.  Amati reflek yang terjadi : mengecil atau tak berespon.
ü  Periksa visus jauh dengan Snellen Chart dan visus dekat dengan buku Jaegger Test. Lanjutkan dengan pemeriksaan buta warna dengan Ichihara test atau benang Holmgreen
ü  Intruksikan klien melihat dengan kedua matanya pada jari pemeriksa yang diletakan 40 cm di depan hidung klien. Gerakkan jari pemeriksa semakin mendekat pada hidung klien dan klien tetap diintruksikan melihat jari pemeriksa yang bergerak
ü  Periksa kesimetrisan gerak bola mata dengan mengintruksikan klien mengikuti objek yang digerakan pemeriksa dalam gerakan imaginer seperti hurup ”H”
ü  Periksa lapang pandang perifer dengan tes konfrontasi. Secara bergantian intruksikan klien menutup salah satu matanya lalu perintahkan selama pemeriksaan untuk tetap mempertahankan melihat lurus ke depan ke satu objek. Objek yang dimaksud dapat berupa kornea pemeriksa jika klien mampu duduk berhadapan dengan mata sejajar mata pemeriksa atau klien melihat ibu jarinya sendiri yang diposisikan di depan matanya dalam jarak sepanjang lengan  jika klien hanya mampu berbaring. Gunakan benda yang dijadikan fokus pemeriksaan gerakan dimulai dari titik pusat penglihatan klien, kemudian bergerak melingkar ke arah lateral, medial, superior dan inferior
ü  Uji reflek kornea seperti pemeriksaan reflek batang otak pada poin E-3 yang terlihat sebagai kedipan simetris bilateral.
3.      Fungsi saraf wajah
ü  Amati kesimetrisan wajah ketika klien diintruksikan tersenyum, menyeringai, menutup mata, menggembungkan pipi, membuka mulut dan mengangkat alis. Normal terlihat simetris tanpa spasme dan tremor
ü  Mengidentifikasi sensasi bilateral dgn mata ditutup pada dahi, rahang, dan pipi dgn menggunakan kapas, tajam, tumpul, dingin, panas. Intruksikan klien menutup kedua matanya, berikan sentuhan dengan kuas halus di dahi, hidung, dagu dan kedua pipi. Klien disuruh menebaknya sesuai tempat sensasi yang diterimanya
4.      Fungsi Lidah dan mulut
ü  Intruksikan klien menjulurkan lidahnya lalu amati kesimetrisan dan ada tidaknya tremor
ü  Tes rasa : mampu merasakan rasa gula, cuka, garam dan quinin yg diletakan secara bersamaan di bagian anterior lidah
ü  Intruksikan klien membuka mulut lalu amati gerakan uvula ketika klien mengucapkan “Ahh”
ü  Intruksikan klien untuk menjukurkan lidah lalu lakukan palpasi lidah untuk mengidentifikasi adanya massa
ü  Intruksikan klien membuat tonjolan dengan ujung lidah pada bagian dalam masing-masing pipi. Berikan tekanan dan rasakan tahanan baliknya

5.      Fungsi pendengaran
ü  Tes berbisik : Pada lingkungan yang tenang uji kemampuan mendengar dengan tes berbisik pada jarak 6 meter atau mendengar detik jam pada jarak 30 cm pada setiap telinga
ü  Tes Weber : letakan ujung garpu tala yang telah digetarkan pada puncak kepala/dahi/tulang hidung/maksila. Tanyakan ada tidaknya lateralisasi
ü  Tes Rinne : letakan ujung pegangan garpu tala yang telah digetarkan pada tulang mastoid klien, lalu segera posisikan bagian U garpu tala kira-kira 3-4 cm dari lubang telinga setelah klien tidak mendengar getaran hantaran tulang. Tanyakan apakah klien masih mendengarnya setelah garpu tala dipindahkan. Ulangi pada telinga lainnya.
ü  Tes Schawabach : letakan ujung pegangan garpu tala yang telah digetarkan pada tulang mastoid klien lalu segera pindahkan ke tulang mastoid pemeriksa jika klien tak mendengarnya lagi. Lakukan pemeriksaan ulangan namun dimulai dari telinga pemeriksa dulu untuk setiap telinga
ü  Reflek okulovestibular : Periksa keutuhan Membran tympani, jika yakin utuh, masukan 10-20 ml aqubides ke salah satu telinga. Periksa adanya nistagmus ke arah telinga yg diinjeksi air dingin.
6.      Saraf Aksesorius
ü  Intruksikan klien untuk mengangkat kedua bahunya kemudian berikan tahanan dengan kedua tangan pemeriksa masing-masing di atas bahu klien
ü  Intruksikan klien menolehkan kepala ke salah satu sisi kanan atau kiri lalu kemudian pemeriksa memberi tahanan ke arah yang berlawanan

G.  Pemeriksaan kortikal dan fungsi sensori
Pemeriksaan fungsi kortikal ditujukan untuk mengetahui keutuhan dari fungsi otak dalam menafsirkan suatu rangsangan dari lingkungan. Hambatan yang mungkin dialami adalah kesulitan membedakan kelainan organik dengan psikiatris, karena seringkali penderita gangguan jiwa juga mengalami tanda-tanda kelainan kortikal. Pemeriksaan yang  dapat dilakukan diantaranya :
ü  Lokasi titik : mengidentifikasi lokasi sentuhan halus
ü  Diskriminasi 2 titik : mengidentifikasi sensasi tajam 2 titik
ü  Steriognosis : mengenal objek dalam genggaman tangan
ü  Grafestesia : mengidentifikasi gambaran hurup atau angka pada goresan kulit
ü  Propiosepsi : mengenali arah

Pemeriksaan dapat dilakukan sebagai berikut :
ü  Intruksikan klien menutup matanya. Dimulai dari bagian ektremitas paling distal yaitu bagian jari ektremitas lalu bahu atau paha. Jika klien tak mampu merasakan sensasi tajam di jari tapi di bahu/paha bisa merasakannya, turun kembali menjauh ke arah distal lagi sampai menemukan di titik mana sensasi tidak dirasakan. Berikan sensasi tajam 1 titik dengan menggunakan benda tajam seperti ujung peniti. Tanyakan apakah klien merasakannya. Ulangi dengan cara sama berikan sensasi tajam 2 titik, lalu evaluasi apakah klien bisa membedakan adanya 2 rasa tajam sekaligus.
ü  Dengan prosedur seperti di atas, sensasi tumpul dapat dilakukan dengan mengusap ektremitas klien menggunakan ujung jari pemeriksa berurutan dari bagian distal ke proksimal. Gunakan kapas untuk menyentuhkan bukan ”disapukan”
ü  Sensasi panas dan dingin dilakukan dengan menempelkan tabung kecil berdiameter 1 cm berisi air panas atau dingin pada ektremitas klien dari bagian distal ke proksimal
ü  Sensasi getaran dilakukan dengan menempelkan pangkal garpu tala pada bagian sendi jari, sendi lengan dan tungkai klien
ü  Propiosepsi : klien menutup mata kemudian menggerakan ibu jari tangan dan atau jari kaki ke arah depan, belakang, samping kiri-kanan sambil mengucapkan arah tersebut secara verbal. Jika terjadi kelumpuhan, pemeriksa memegang ibu jari ke satu arah tertentu lalu klien diinstruksikan untuk menebaknya dalam keadaan mata tertutup.

H.  Pemeriksaan fungsi motorik
Pengkajian ini meliputi pemeriksaan kemampuan gerak klien dalam fungsi sistem muskuloskeletal dengan titik berat pada mengidentifikasi kekuatan otot, kordinasi otot  dan gerakan. Mulailah dengan menginspeksi untuk menilai kesimetrisan kelompok otot besar (badan, intercosta dan abdomen). Kekuatan otot terhadap tahanan yang diberikan pemeriksa diukur dalam rentang skala 0 sampai 5. Jika ada kelainan, tanyakan sejak kapan terjadi, lalu pertimbangkan pemeriksaan EMG. Skala kekuatan otot :
§  0/5 = Tidak ada gerakan
§  1/5 = Terlihat kontraksi otot tapi tidak cukup kuat untuk bergerak
§  2/5 = Mampu bergerak secara sadar namun tak mampu melawan gravitasi. Contoh klien mampu menggeser tangan di atas meja namun tak mampu mengangkat dari permukaan meja
§  3/5 = Mampu bergerak melawan gravitasi tetapi tidak mampu melawan tahanan yang diberikan. Contohnya klien mampu mengangkat tangannya dari atas meja tapi tidak berhasil ketika diberikan tahanan
§  4/5 = Mampu melawan gravitasi dan melawan tahanan yang diberikan
§  5/5 = Kekuatan normal 

Kekuatan Otot Ektremitas Atas
ü  Lakukan jabat tangan dengan klien dan rasakan kekuatan genggaman klien
ü  Intruksikan klien mengembangkan seluruh jari tangannya, lalu berikan tahanan oleh pemeriksa dengan cara merapatkan jari klien yang mengembang tadi. Selanjutnya tempatkan jari-jari tangan pemeriksa diantara jari-jari klien sedemikian rupa sehingga terjepit selang seling, lalu intruksikan klien untuk menjepit jari pemeriksa. Rasakan kekuatan jepitan jari klien
ü  Intruksikan klien mengepalkan tangannya lalu menggerakan ke arah fleksi dan berikan tahanan oleh pemeriksa ke arah yang berlawanan. Ulangi untuk gerakan ektensinya
ü  Intruksikan klien melipat sikutnya (Fleksi) sementara pemeriksa memberikan tahanan ke arah sebaliknya. Berikutnya intruksikan klien membuka sikut (Ektensi) sementara pemeriksa memberikan tahanan ke arah yang berlawanan
ü  Intruksikan klien untuk merapatkan seluruh tangan ke arah sisi badannya (Adduksi) sementara pemeriksa memberikan tahanan ke arah yang berlawanan. Lakukan cara yang sama ketika klien menggerakan seluruh tangannya menjauh dari sisi badan (Abduksi)



Kekuatan Otot Ektremitas Bawah
ü  Intruksikan klien menggerakan pergelangan kakinya menunjuk ke arah kepala (DorsoFleksi) sementara pemeriksa memberikan tahanan ke arah yang berlawanan. Ulangi dengan cara yang sama (Ektensi) untuk gerakan meluruskan pergelangan kaki klien
ü  Intruksikan klien untuk melipat lututnya (Fleksi) sementara pemeriksa memberikan tahanan ke arah yang berlawanan. Dengan cara yang sama ulangi prosedur ketika klien membuka lututnya (Ektensi)
ü  Intruksikan klien untuk saling merapatkan kedua lututnya (Adduksi) sementara pemeriksa memberikan tahanan ke arah menjauhkan kedua lutut klien. Berikutnya lakukan kebalikanya (Abduksi) dengan mengintruksikan klien saling menjauhkan kedua lututnya sementara pemeriksa memberikan tahanan ke arah lawannya 
ü  Intruksikan klien untuk mengangkat seluruh kakinya dengan lurus lalu pemeriksa memberikan tahanan ke arah bawah. Intruksikan juga klien menarik seluruh kakinya ke arah bawah sementara pemeriksa memberikan tahanan ke arah atas
Pemeriksaan Motoris klien tidak sadar
ü  Gunakan pemeriksaan GCS
ü  Berikan rangsang nyeri dengan…..
§  menggaruk sternum
§  menekan orbita
§  Mencubit sternokleidomastoideus
§  menekan klavikula
ü  Respon : mampu melokalisir nyeri, fleksi normal , dekortikasi, deserebrasi atau unrespon
Pemeriksaan Tonus dan Kordinasi Otot
ü  Periksa tonus otot dengan melakukan gerakan pasif sesuai Range of Motion (ROM) sendi yang diperiksa (biasanya fleksi dan ektensi siku). Gerakan dapat terasa lembut dan lentur (hipotonik), atau terasa kaku dan terasa tahanan (hipertonik). Teknik lain : Ekstremitas atas dan atau bawah diabduksikan dari sisi tengan badan secara ROM pasif. Saat menjauhkan ekstremitas pemeriksa akan merasakan tahanan yang lembut, sementara saat mendekatkan ektremitas sangat mudah dilakukan.
ü  Untuk pemeriksaan kemampuan kordinasi otot dan gerakan dilakukan seperti pada point  ”J” untuk tes keseimbangan.

I.     Pemeriksaan Reflek (Deep tendon Reflek)
ü  Patela : Klien berbaring telentang, tekuk lutut klien naik sekitar 10-20 Cm lalu ketuk tendon di bawah patela dengan reflek hammer dengan mantap. Amati reflek  tungkai yang terjadi. Positif jika terlihat gerakan menendang halus
ü  Achiles : Kaki kiri klien tetap lurus di atas tempat tidur sedangkan kaki kanan diatur sedemikian rupa sehingga posisi pergelangan kaki kanan berada di atas betis kaki kiri dengan lutut melipat. Dorsofleksikan pergelangan kaki kanan lalu ketuk tendon Achiles secara mantap. Amati reflek kaki yang terlihat ke arah ektensi
ü  Plantar : ketuk dengan mantap sisi dalam lateral  telapak kaki. Amati reflek yang terjadi dengan melihat ada tidaknya gerakan jempol kaki
ü  Bisep : Pemeriksa menyangga keseluruhan lengan klien yang akan diperiksa dengan posisi sikut klien membentuk sudut sekitar 120 derajat. Ketuk dengan mantap tendon Brachialis untuk melihat reflek Bisep
ü  Trisep : Pegang bagian dalam sikut klien dan biarkan lenganya tergantung lemas lalu ketuk dengan mantap tendon yang menghubungkan otot Trisep
ü  Brachioradialis : Letakan lengan klien di atas tempat datar, ketuk tendon Barchioradialis dan amati reflek ibu jari yang terlihat
Periperal Reflek
ü  Abdomen : Goreskan ujung reflek hammer pada abdomen dari garis tengah perut ke arah kiri dan kanan secara cepat, miring searah lengkung iga terbawah (reflek abdominal). Amati kontraksi abdomen yang terjadi yang terlihat dengan naiknya umbilikal
ü  Kremasterik : Goreskan kuas halus secara bergantian pada kedua selangkangan klien dari atas ke bawah. Amati gerakan skrotum.
Reflek khusus lainnnya
ü  Sfincter Ani : Masukan kelingking dengan memakai sarung tangan yang diolesi jely. Rasakan jepitan pada jari.
ü  Babinsky’s reflek : gores bagian lateral telapak kaki dari arah bawah ke atas. Respon abnormal seluruh jari kaki mengembang ke arah dorsofleksi.
ü  Gag reflek : merangsang faring (lihat reflek batang otak)
ü  Uvular reflek : Uvula bergerak naik jika diberikan rangsangan
Penilaian hasil tes Reflek Tendon Dalam
0 = tidak ada reflek
+ = ada tapi lemah (hipotoni)
++  = Normal
+++ = Meningkat tapi masih dikategorikan normal
++++ = Hiperaktif/klonik

Penilaian hasil tes reflek periper
0 = tidak ada
+ = ada


J.    Pemeriksaan keseimbangan dan kordinasi
1.      Tes keseimbangan
ü  Romberg Tes : Jika klien mampu Intruksikan untuk berdiri. Pemeriksa berdiri di belakang klien untuk menjaga jika klien jatuh. Amati keseimbangan tubuh saat berdiri
ü  Modifikasi Romberg Tes : Intruksikan klien menutup matanya sambil tetap berdiri. Pemeriksa tetap berdiri di belakang klien lalu berikan tarikan halus ke arah belakang, kemudian amati kemampuan menjaga keseimbangan yang terlihat. Klien masih tetap berdiri dengan mata tertutup. Intruksikan klien mengangkat salah satu kakinya. Amati keseimbangan tubuhnya
ü  Intruksikan klien berjalan dengan mata terbuka dalam garis lurus sejauh 6 meter. Amati keseimbangan selama berjalan. Temukan nyeri, kontraktur atau tahanan saat bergerak.
ü  Berjalan tandem yaitu berjalan dengan tumit menyentuh tumit dalam satu garis lurus dengan jarak tempuh sekitar 6 meter. Temukan nyeri, kontraktur atau tahanan saat bergerak
2.      Tes Kordinasi Otot : ketidakmampuan terhadap tes ini menunjukan gangguan Cerebelar
ü  Point to point test : Dalam jarak 30-40 cm telunjuk kiri-kanan klien secara bergantian menyentuh hidung klien dan jari pemeriksa yg berpindah-pindah
ü  Posisi telentang meluncurkan tumit sampai kaki lurus
ü  Meluruskan badan saat duduk
ü  Kemampuan menggerakan kepala sesuai arah perintah pemeriksa
ü  Oposisi ibu jari : menempelkan ibu jari pada jari tangan lainnya, pada tangan yang sama


K. Rangsangan Meningeal
Rangsangan selaput otak (meningen) ini dapat disebabkan oleh proses infeksi, perdarahan, zat kimia ataupun neoplasma intra cranial. Selaput otak ini memiliki kepekaan yang tinggi terhadap nyeri. Tanda rangsang otak yang positif menunjukan bukti kuat adanya proses patologis di selaput otak, sebaliknya rangsang negatif belum bisa menyingkirkan tidak adanya proses patologis.
1.      Pemeriksaan kaku kuduk (Nuchal rigidity)
Klien tidur tanpa bantal. Sebelumnya dilakukan fleksi lateral untuk menyingkirkan kekakuan leher akibat proses lokal seperti arthritis akut atau cedera/fraktur leher. Pada proses lokal tentunya fleksi lateral leher akan tertahan karena nyeri. Sebaliknya pada klien dengan peradangan meningen, fleksi lateral masih mudah dilakukan dan fleksi ke arah sternum mengalami tahanan. Dekatkan dagu klien ke arah sternum. Hasil positif jika terjadi tahanan karena nyeri.
2.      Tanda Kernig
Paha diangkat menekuk 90 derajat dan kemudian lutut diluruskan (ektensi). Positif jika klien mengeluh nyeri sepanjang Nervus Ischiadicus dan secara objektif terlihat pada klien tidak sadar dari ekpresi wajahnya.
3.      Tanda Laseque
Positif jika Fleksi pada sendi paha dan lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang Nervus Ischiadicus.
4.      Tanda Brudzinski
Brudzinski I : positif jika fleksi leher diikuti dengan fleksi spontan dari kedua lutut klien
Penting : Setiap pemeriksaan dengan menggerakan leher harus dihindari pada penderita cedera kepala dan spinal !!
                                       


KEPUSTAKAAN

Terimakasih LCN Press. serta pak irawan danis, S.Kep.,Ners.M.kep.
Hayes, Peter C and Walter, Ronald S.M. 1989. Segi Praktis Pemeriksaan Fisik. Binarupa Aksara. Jakarta
Hogstel, Mildred O and Curry, Linda C. 2001. Practical Guide To Health Assesment Through The Life Span. Third Edition. F.A. Davis Company

Lemone, Priscilla and Burke, Karen. 2008. Medical Surgical Nursing ; Critical Thinking in Client Care. Fourth Edition. Pearson Education Inc. New Jersey

0 Response to "PENGKAJIAN SERTA PEMERIKSAAN FISIK SISTEM SARAF"

Posting Komentar