Isu dan Trend Keperawatan
KEPERAWATAN
A. Pendahuluan
Keperawatan sebagai sebuah profesi telah disepakati
berdasarkan pada hasil lokakarya nasional pada tahun 1983, dan didefinisikan
sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk
pelayanan biopsiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada
individu, keluarga dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup
seluruh proses kehidupan manusia. Oleh karena itu sifat pendidikan keperawatan
juga menekankan pemahaman tentang keprofesian.
Untuk menghasilkan seorang perawat profesional, harus
melewati dua tahap pendidikan yaitu tahap pendidikan akademik yang lulusannya
mendapat gelar S.Kep. dan tahap pendidikan profesi yang lulusannya mendapat
gelar Ners (Ns). Kedua tahap pendidikan keperawatan ini harus diikuti, karena
keduanya merupakan tahapan pendidikan yang terintegrasi sehingga tidak dapat
dipisahkan antara satu sama lain. Pada tahap akademik mahasiswa mendapatkan
teori-teori dan konsep-konsep. Mata kuliah pada tahap ini terbagi menjadi
kelompok mata kuliah yang sifatnya umum, mata kuliah penunjang seperti mata
kuliah medis yang secara tidak langsung menunjang mata kuliah keperawatan dan
mata kuliah keahlian berupa mata kuliah keperawatan. Sedangkan pada tahap
profesi mahasiswa mengaplikasikan teoriteori dan konsep-konsep yang telah
didapat selama tahap akademik.
B. Tahap Pendidikan Profesi
Seperti sudah dipaparkan di atas bahwa pendidikan perawat
terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap pendidikan akademik dan tahap pendidikan
profesi. Kondisi ini sejalan dengan pendapat Reilly (2002) yang membagi
pendidikan keperawatan menjadi dua disiplin yaitu disiplin akademik dan
disiplin profesional. Program pendidikan profesi adakalanya disebut juga
sebagai proses pembelajaran klinik. Istilah ini muncul terkait dengan
pelaksanaan pendidikan profesi yang sepenuhnya dilaksanakan di lahan praktik
seperti rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, panti wherda, dan keluarga
serta masyarakat atau komunitas. Masih menurut Reilly, disiplin akademik lebih
menekankan pada pengetahuan dan pada teori yang bersifat deskriptif, sedangkan
disiplin profesional diarahkan pada tujuan praktis, sehingga menghasilkan teori
preskriptif dan deskriptif. Disiplin profesi hanya akan didapat di lingkungan
klinis atau lahan praktik karena lingkungan klinis merupakan lingkungan
multiguna yang dinamik sebagai tempat pencapaian berbagai kompetensi praktik
klinis di dalam kurikulum profesional. Lingkungan klinis memfasilitasi peserta
didik untuk belajar menerapkan teori tindakan ke dalam masalah klinis yang
nyata. Tujuan dari praktik klinis dapat dicapai di lingkungan manapun yang
melibatkan peserta didik di dalam praktik keperawatan. Sebagai contoh untuk
mahasiswa keperawatan biasanya memakai lahan praktik di rumah sakit tipe A,
tipe B maupun tipe C untuk pembelajaran kasus-kasus yang terkait dengan medikal
bedah atau perawatan pada orang dewasa, keperawatan gawat darurat dan
keperawatan anak. Untuk kasus-kasus maternitas seperti pertolongan persalinan
biasanya bekerjasama dengan klinik bersalin atau rumah sakit khusus ibu dan
anak, karena selain memiliki pasien dalam jumlah banyak, kasusnya pun lebih
spesifik. Sehingga lebih mudah untuk pencapaian kompetensi mahasiswa sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Tetapi untuk kasus-kasus yang biasa
terjadi di keluarga dan masyarakat atau komunitas yang terkait dengan pelayanan
primer biasanya menggunakan puskesmas sebagai lahan praktik. Praktik klinik
diharapkan bukan hanya sekedar kesempatan untuk menerapkan teori yang
dipelajari di kelas ke dalam praktik profesional. Melalui praktik klinik
mahasiswa diharapkan lebih aktif dalam setiap tindakan sehingga akan menjadi
orang yang cekatan dalam menggunakan teori tindakan. Lebih jauh lagi, praktik
keperawatan profesional di bidang pelayanan keperawatan mencakup banyak hal
termasuk diantaranya pengambilan keputusan klinis yang mengintegrasikan teori,
hukum, pengetahuan, prinsip dan pemakaian keterampilan khusus. Tidak kalah
pentingnya adalah bagaimana perawat menerima klien sebagai makhluk hidup yang
utuh, unik dan mandiri dengan hak-haknya yang tidak dapat dipisahkan.
Selama praktik klinis, mahasiswa dapat bereksperimen
dengan menggunakan konsep dan teori untuk praktik, menyelesaikan masalah, dan
mengembangkan bentuk perawatan baru (Reilly, 2002). Adanya rasa takut berbuat
salah hanya akan membatasi perkembangan dan keinginan mahasiswa untuk bereksperimen
dengan perawatan. Kondisi ini akhirnya jelas berdampak pada minimnya pengalaman
klinik mahasiswa selama di lahan praktik. Pengajar atau pembimbing klinik
adakalanya merasa takut seandainya mahasiswa berbuat kesalahan, sehingga sering
menuntut hal yang tidak realistik pada mahasiswa. Hal ini berdampak kepada
kompetensi-kompetensi tertentu yang mungkin tidak tercapai selama proses
pembelajaran.
C. Perencanaan Pembelajaran Klinik
Menurut William H Newman dalam bukunya Administrative
Action Techniques of Organization and Management dalam Majid (2005) menyatakan
bahwa perencanaan adalah menentukan apa yang akan dilakukan. Sedangkan menurut
Nana Sujana dalam sumber yang sama menyatakan bahwa perencanaan adalah proses
yang sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan
dilakukan pada waktu yang akan datang. Dalam konteks pembelajaran, perencanaan
juga dapat dikatakan sebagai proses penyusunan materi, penggunaan media,
penggunaan pendekatan dan metode pengajaran. Sebelum membuat rancangan,
sebaiknya dilakukan pengkajian terlebih dahulu. Melalui pengkajian akan
didapatkan status kemampuan awal peserta didik sehingga akan membantu
menetapkan tujuan pembelajaran. Tidak semua mahasiswa harus mendapatkan proses
pembelajaran yang sama walaupun tujuan akhir dari pembelajarannya sama.
Sedangkan untuk makna pembelajaran, banyak ahli
pendidikan yang menyatakan bahwa pengajaran merupakan terjemahan dari
instruction atau teaching . Sedikit berbeda dengan Correy dalam bukunya
Association for Education Communication and Technology dalam Rohani (1995)
mengatakan bahwa instruction merupakan bagian dari pendidikan yang merupakan
suatu proses dimana lingkungan seseorang dengan sengaja dikelola agar
memungkinkan orang tersebut dapat belajar melakukan hal tertentu atau
memberikan respon terhadap situasi tertentu pula.
Berasumsi pada pendapat Correy, maka untuk dapat
melaksanakan pembelajaran, seorang dosen atau pengajar di lahan praktik yang
sering disebut instruktur klinik berperan sebagai perancang dan pengembang
model pembelajaran sekaligus sebagai pengelola atau pelaksana. Oleh karena itu
untuk melaksanakan tugas ini, instruktur klinik perlu memiliki pengetahuan,
sikap, keterampilan khusus dan hal-hal atau materi yang akan disampaikan.
Selain itu instruktur klinik pun sebaiknya memahami tentang konsep perencanaan
pembelajaran. Menurut Hunt dalam Majid (2005) ada beberapa model persiapan
mengajar diantaranya model ROPES dan satuan pelajaran. Model ROPES merupakan
sebuah urutan tahap dari Review, Overview, Presentation, Exercise dan Sumarry.
Model ini cocok diadopsi untuk pembelajaran klinik karena dimulai dari review
atau pengulangan tentang kegiatan yang akan dilakukan. Tahap kedua overview
yaitu menjelaskan tindakan yang akan dilakukan. Kemudian tahap presentation
dengan kegiatan mendemontrasikan tindakan yang akan dilakukan. Keempat adalah
exercise atau latihan, pada tahap ini mahasiswa melakukan tindakan keperawatan
di bawah supervisi instruktur klinik. Dan terakhir summary atau membuat
rangkuman dari pembelajaran yang telah berlangsung. Kekurangan dari model ini
adalah tidak mencantumkan aspek evaluasi. Padahal melalui evaluasi instruktur
klinik dapat mengetahui kemampuan mahasiswanya. Akan tetapi tahap summary bisa
dimodifikasi menjadi tahap evaluasi.
Model satuan pelajaran (satpel) adalah model yang
sering dipilih oleh kebanyakan pendidik karena polanya yang baku. Tahapannya
tiga bagian yaitu kegiatan awal berupa pendahuluan dan apersepsi yang bertujuan
untuk mengetahui kemampuan awal mahasiswa. Tahap kedua merupakan kegiatan inti
yaitu penyampaian materi dan pemberian bimbingan terhadap mahasiswa. Dan tahap
terakhir merupakan kegiatan penutup yang biasanya ditandai dengan cara membuat
rangkuman atau melaksanakan evaluasi untuk materi yang telah dipelajari.
D. Pelaksanaan Pembelajaran Klinik
Kegiatan di lahan praktik memberi kesempatan kepada
mahasiswa untuk terampil dalam menerapkan teori pada praktek klinik dengan
sikap dan keterampilan profesional yang ditumbuhkan dan dibina melalui pengalaman
dalam pengambilan keputusan klinik, yang merupakan penerapan secara
terintegrasi kemampuan penalaran saintifik dan penalaran etik (Husin, 1992).
Menurut Schweek and Gebbie (1996) praktek klinik
merupakan “the heart of the total curriculum plan ”. Hal ini berarti unsur yang
paling utama dalam pendidikan keperawatan adalah bagaimana proses pembelajaran
dikelola di lahan praktek. Untuk itu perlu disiapkan panduan pembelajaran
klinik bagi mahasiswa dan juga bagi pembimbing atau instruktur klinik agar
dapat melakukan asuhan keperawatan yang menitikberatkan pada kualitas melalui
terciptanya suatu lingkungan belajar yang sarat dengan model peran (role
model). Melalui tahap pendidikan profesi diharapkan dapat menghasilkan lulusan
yang memiliki sikap, pengetahuan dan keterampilan profesional. Oleh karena itu pada tahap profesi, pendidikan disusun
berdasarkan pada:
1. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.
Pada tahap ini peserta didik dan perseptor harus memahami dan menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi keperawatan yang diperlukan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
2. Menyelesaikan masalah secara ilmiah, maksudnya peserta
didik dituntut untuk mampu memecahkan masalah secara langsung saat berhubungan
dengan pasien/klien dalam membantu memenuhi kebutuhannya melalui tahapan proses
keperawatan
3. Sikap dan tingkah laku profesional yang dituntut dari
seorang perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan dan kehidupan profesi
meliputi penumbuhan dan pembinaan kemampuan berfikir, bersikap dan bertindak
profesional melalui suatu lingkungan yang sarat dengan model peran (role model)
4. Belajar aktif dan mandiri yang dapat dicapai selama
pembelajaran klinik antara lain dengan membuat laporan pendahuluan, presentasi
kasus dan seminar hasil dan kegiatan lainnya yang menuntut mahasiswa untuk
lebih mandiri dan
5. Pendidikan berada di masyarakat atau pengalaman belajar
yang dikembangkan di masyarakat (community based learning) yang dapat
menumbuhkan dan membina sikap dan keterampilan para mahasiswa di masyarakat.
PROFESIONALITAS
A. Syarat-Syarat
Menjadi Profesional
Menjadi
seorang professional bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk mencapainya,
diperlukan usaha yang keras, karena ukuran profesionalitas seseorang akan
dilihat dua sisi. Yakni teknis keterampilan atau keahlian yang dimilikinya,
serta hal-hal yang berhubungan dengan sifat, watak, dan kepribadiannya. Paling
tidak, ada delapan syarat yang harus dimiliki oleh seseorang jika ingin jadi
seorang professional.
1. Menguasai
pekerjaan
Seseorang
layak disebut professional apabila ia tahu betul apa yang harus ia kerjakan.
Pengetahuan terhadap pekerjaannya ini harus dapat dibuktikan dengan hasil yang
dicapai. Dengan kata lain, seorang professional tidak hanya pandai memainkan
kata-kata secara teoritis, tapi juga harus mampu mempraktekkannya dalam
kehidupan nyata.
2. Mempunyai
loyalitas
Loyalitas
bagi seorang profesional memberikan petunjuk bahwa dalam melakukan
pekerjaannya, ia bersikap total. Artinya, apapun yang ia kerjakan didasari oleh
rasa cinta. Seorang professional
memiliki suatu prinsip hidup bahwa apa yang dikerjakannya bukanlah suatu beban,
tapi merupakan panggilan hidup. Maka, tak berlebihan bila mereka bekerja
sungguh-sungguh.
3. Mempunyai
integritas
Nilai-nilai
kejujuran, kebenaran, dan keadilan harus benar-benar jadi prinsip dasar bagi
seorang profesional. Karena dengan integritas yang tingi, seorang profesional
akan mampu membentuk kehidupan moral yang baik.
4. Mampu
bekerja keras
Seorang
profesional tetaplah manusia biasa yang mempunyai keterbatasan dan kelemahan.
Maka, dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai, seorang professional
tidak dapat begitu saja mengandalkan kekuatannya sendiri.Sehebat-hebatnya seorang profesional, pasti
tetap membutuhkan kehadiran orang lain untuk mengembangkan hidupnya. Di sinilah
seorang professional harus mampu menjalin kerja sama dengan berbagai pihak.
5. Mempunyai Visi
Seorang
profesional harus mempunyai visi atau pandangan yang jelas akan masa depan.
Karena dengan adanya visi tersebut, maka ia akan memiliki dasar dan landasan
yang kuat untuk mengarahkan pikiran, sikap, dan perilakunya. Dengan mempunyai
visi yang jelas, maka seorang profesional akan memiliki rasa tanggung jawab
yang besar, karena apa yang dilakukannya sudah dipikirkan masak-masak, sehingga
ia sudah mempertimbangkan resiko apa yang akan diterimanya.
6. Mempunyai kebanggaan
7. Mempunyai komitmen
Seorang
profesional harus memiliki komitmen tinggi untuk tetap menjaga
profesionalismenya. Artinya, seorang profesional tidak akan begitu mudah tergoda
oleh bujuk rayu yang akan menghancurkan nilai-nilai profesi. Dengan komitmen
yang dimilikinya, seorang akan tetap memegang teguh nilai-nilai profesionalisme
yang ia yakini kebenarannya.
8. Mempunyai
Motivasi
Dalam situasi dan kondisi apa pun,
seorang professional tetap harus bersemangat dalam melakukan apa yang menjadi
tanggung jawabnya. Artinya, seburuk apa pun kondisi dan situasinya, ia harus
mampu memotivasi dirinya sendiri untuk tetap dapat mewujudkan hasil yang
maksimal.
0 Response to "ISU DAN TREND DALAM DUNIA KEPERAWATAN"
Posting Komentar