LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS
A.
Defenisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis
dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai
semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang
laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).
Menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), apendisitis adalah
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga
abdomen dan merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat.
Berdasarkan defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
apendisitis adalah kondisi dimana
terjadi infeksi pada umbai apendiks dan merupakan penyakit bedah abdomen yang
paling sering terjadi.
Menurut Sjamsuhidayat (2004), apendisitis terdiri dari lima bagian antara lain :
1.
Apendisitis akut
Adalah
peradangan apendiks yang timbul meluas dan mengenai peritoneum pariental
setempat sehingga menimbulkan rasa sakit di abdomen kanan bawah.
2.
Apendisitis infiltrat (Masa
periapendikuler)
Apendisitis infiltrat atau masa
periapendikuler terjadi bila apendisitis ganggrenosa di tutupi
pendinginan oleh omentum.
3.
Apendisitis perforata
Ada fekalit didalam lumen, Umur (orang tua
atau anak muda) dan keterlambatan diagnosa merupakan faktor yang
berperan dalam terjadinya perforasi apendiks.
4.
Apendisitis rekuren
Kelainan ini terjadi bila serangan
apendisitis akut pertama kali sembuh spontan, namun apendiks tidak pernah
kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut. Resikonya
untuk terjadinya serangan lagi sekitar 50%.
5.
Apendisitis kronis
Fibrosis
menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
B.
Etilogi
Penyebab penyakit apendisitis secara pasti belum
diketahui. Tetapi, terjadinya apendisitis ini umumnya karena bakteri. Selain
itu, terdapat banyak faktor pencetus terjadinya penyakit ini diantaranya
sumbatan lumen apendiks, hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks dan cacing askaris yang dapat menyebabkan
sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi
mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis juga merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidayat, 2004).
C.
Patofisiologi
Apendisitis
biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing,
striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis
supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark
dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi
apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan
bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. Pada anak-anak, kerena
omentum lebih pendek dan apendiks
lebih panjang, maka dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan
tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi karena
telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000).
D.
Manifestasi Klinik
Menurut Arief Mansjoer (2002), keluhan apendisitis
biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang
berhubungan dengan muntah. Dalam 2 – 12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan
bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga
keluhan anoreksia, malaise dan demam yang tak terlalu tinggi. Biasanya juga
terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan
abdomen yang menetap namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan
semakin progresif dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu
titik dengan nyeri maksimal perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri.
Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare (2002), apendisitis
akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari oleh radang mendadak
umbai cacing yang memberikan tanda setempat. Nyeri kuadran bawah terasa dan
biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
Pada apendiks yang terinflamasi, nyeri tekan dapat
dirasakan pada kuadran kanan bawah pada titik Mc.Burney yang berada antara
umbilikus dan spinalis iliaka superior anterior. Derajat nyeri tekan, spasme
otot dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya
infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri
tekan terasa di daerah lumbal. Bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini
dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan
ujung apendiks berada dekat rektum. Nyeri pada saat berkemih menunjukkan
bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan
pada bagian bawah otot rektus kanan dapat terjadi. Tanda rovsing dapat timbul
dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri yang secara paradoksial
menyebabkan nyeri yang terasa dikuadran kanan bawah. Apabila apendiks telah
ruptur, nyeri menjadi menyebar. Distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik
dan kondisi pasien memburuk. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis
dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan,
menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin tidak
mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada
apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-pasien ini mencari
bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien yang lebih muda.
Menurut Diane C. Baughman dan JiAnn C. Hackley (2000),
manifestasi klinis apendisitis adalah sebagai berikut:
1. Nyeri kuadran kanan bawah dan
biasanya disertai dengan demam derajat rendah, mual,
dan seringkali muntah
2. Pada titik Mc Burney terdapat nyeri tekan setempat karena
tekanan dan sedikit kaku dari bagian bawah otot rektus kanan
3. Nyeri alih mungkin saja ada; letak apendiks mengakibatkan
sejumlah nueri tekan, spasme otot, dan konstipasi serta diare kambuhan
4. Tanda Rovsing (dapat diketahui dengan mempalpasi kuadran
kanan bawah , yang menyebabkan nyeri kuadran kiri bawah)
5. Jika terjadi ruptur apendiks, maka nyeri akan menjadi
lebih menyebar; terjadi distensi abdomen akibat ileus paralitik dan kondisi
memburuk.
E.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien
yang diduga appendicitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test
protein reaktive (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap sebagian besar
pasien biasanya ditemukan jumlah leukosit di atas 10.000 dan neutrofil diatas
75 %. Sedangkan pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum yang mulai
meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan.
2. Pemeriksaan urine
Untuk melihat adanya
eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam urin. pemeriksaan ini sangat membantu
dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu
ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien
yang diduga appendicitis akut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada
pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada appendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang
menyilang dengan apendicalith serta perluasan dari appendiks yang mengalami
inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.
4. Pemeriksaan USG
Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan
pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan
USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan
ektopik, adnecitis dan sebagainya.
5.
Abdominal X-Ray
Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab
appendisitis. pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.
F.
Penatalaksanaan
Pembedahan
diindikasikan bila diagnosa
apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV
diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai
pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah
diagnosa ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk
menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi
dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal, secara terbuka
ataupun dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat
efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para
ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan
observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan
ultrasonografi bisa dilakukan
bila dalam observasi masih terdapat
keraguan. Bila terdapat laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan
akan dilakukan operasi atau tidak
(Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan
apendisitis adalah sebagai berikut:
1.
Tindakan medis
a.
Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama
setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering tidak terdiagnosa, dalam
hal ini sangat penting dilakukan observasi yang cermat. Penderita dibaringkan
ditempat tidur dan tidak diberi apapun melalui mulut. Bila diperlukan
maka dapat diberikan cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika
memungkinkan, tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karena
merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel darah putih dan
hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu dilakukan foto abdomen dan thorak
posisi tegak pada semua kasus apendisitis, diagnosa dapat jadi jelas dari tanda
lokalisasi kuadran kanan bawah dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.
b. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika
terjadi peritonitis atau toksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif
yang sangat menggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika
diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan pipa tetap terpasang.
c.
Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan
pada reaksi sistematik dengan toksitas yang berat dan demam yang tinggi .
2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera setelah
terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan sistematik
lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan. Pembedahan yang
direncanakan secara dini baik mempunyai praksi mortalitas 1 % secara
primer angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini tampaknya disebabkan
oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang terjadi akibat yang tertunda.
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket
sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat
dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam
12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan
operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa
diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum
mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam.
Keesokan harinya diberikan makan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat
tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk
diluar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang.
G.
Komplikasi
Komplikasi
utama apendisitis adalah
perforasi apendiks yang
dapat berkembang menjadi peritonitis
atau abses. Insidens
perforasi adalah 10% sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada
anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan
nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 oC atau lebih tinggi,
penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer dan
Barre, 2002).
H.
Pencegahan
1.
Diet tinggi serat akan
sangat membantu melancarkan aliran pergerakan makanan dalam saluran cerna
sehingga tidak tertumpuk lama dan mengeras.
2.
Minum air putih minimal 8
gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga akan membantu kelancaran
pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.
I.
Prognosis
Dengan
diagnosis yang akurat serta pembedahan, tingkat mortalitas dan morbiditas
penyakit apendisitis sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan
morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat
terjadi bila apendiks tidak diangkat. Terminologi apendisitis kronis sebenarnya
tidak ada (Mansjoer, 2000).
A.
Diagnosa
Menurut Judith M. Wilkinson
dan Nancy R. Ahern dalam Buku Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC (2011),
diagnosa keperawatan pre operatif pada penderita apendisitis akut adalah
sebagai berikut:
1. Kekurangan volume cairan tubuh
2.
Hipertermi
3.
Nyeri akut
4.
Hambatan mobilitas fisik
5.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
6. Ansietas
B. Intervensi
Menurut Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern dalam Buku
Saku Diagnosis Keperawatan NANDA NIC NOC (2011), intervensi yang biasa muncul
pada penderita apendisitis akut pre operatif adalah sebagai berikut:
1.
Kekurangan volume cairan tubuh
Batasan
Karakteristik
Subjektif
Haus
Objektif
a.
Perubahan status mental
b.
Penurunan turgor kulit dan lidah
c.
Penurunan haluaran urine
d.
Kulit dan membran mukosa kering
e.
Hematokrit meningkat
f.
Suhu tubuh meningkat
g.
Kelemahan
h.
Peningkatan frekuensi nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume
dan tekanan nadi.
Faktor yang berhubungan
a.
Kehilangan volume cairan aktif
b.
Asupan cairan yang tidak adekuat
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a.
Kekurangan volume cairan akan teratasi ditandai dengan keseimbangan
cairan, keseimbanagn elektrolit dan asam basa, hidrasi yang adekuat, dan status
nutrisi: asupan makanan dan cairan adekuat.
b.
Keseimbangan elektrolit dan asam basa akan dicapai dibuktikan dengan :
1)
Memiliki konsentrasi urine yang normal
2)
Tidak mengalami haus abnormal
3)
Memiliki asupan cairan oral dan atau intravena yang adekuat
4)
Memiliki keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
5)
Menamilkan hidrasi yang baik (membran mukosa lembap, mampu berkeringat.
Intervensi NIC
a.
Pantau warna, jumlah, dan frekuensi kehilangan cairan
b.
Observasi khususnya terhadap kehilangan cairan yang tinggi elektrolit,
misalnya diare
c.
Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan keseimbangan cairan
(misalnya kadar hematokrit, BUN, albumin, protein total, osmolalitas serum, dan
berat jenis urine).
d.
Pantau status hidrasi misalnya kelembapan membran mukosa, keadekuatan
nadi, dan tekanan darah ortostatik.
e.
Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
f.
Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mengatur keseimbangan
cairan
g.
Memberikan dan memantau cairan dan obat intravena
h.
Membantu dan menyediakan asupan makanan dan cairan dalam diet seimbang
i.
Timbang berat badan setiap hari dan pantau kecendrungannya
j.
Tentukan jumlah cairan yang masuk dalm 24 jam, hitung asupan yang
diinginkan sepanjang sif siang, soreh, dan malam
k.
Anjurkan melakukan higiene oral secara sering
l.
Kolaborasi pemberian terapi IV sesuai program.
2.
Hipertermi
Batasan Karakteristik
Objektif
a.
Kulit merah
b.
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal
c.
Frekuensi napas meningkat
d.
Kejang atau konvulsi
e.
Kulit teraba hangat
f.
Takikardi
g.
Takipneu
Faktor yang
Berhubungan
a.
Dehidrasi
b.
Penyakit atau trauma
c.
Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat
d.
Pakaian yang tidka tepat
e.
Obat atau anastesia
f.
Terpajan lingkungan yang panas (jangka panjang)
g.
Aktivitas yang berlebihan
Tujuan dan
Kriteria Hasil NOC
a.
TTV dalam rentang normal
b.
Pasien akan menunjukkan termoregulasi
c.
Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia
d.
Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalkan peningkatan suhu
tubuh.
Intervensi NIC
a.
Pantau TTV
b.
Pantau hidrasi (misalnya turgor kulit, kelembapan membran mukosa)
c.
Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan, sesuai dengan suhu
lingkungan
d.
Regulasi suhu NIC:
Pantau suhu
minimal setiap dua jam, sesuai kebutuhan
Pantau warna
kulit dan suhu
e.
Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter per hari
f.
Ajarkan pasien/keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali
secara dini hipertermia (misalnya sengatan panas, keletihan akibat panas)
g.
Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut saja
h.
Berikan kompres hangat untuk mengatasi demam
i.
Kolaborasi pemberian obat antipiretik.
3.
Nyeri akut
Batasan
Karakteristik
Subjektif
Mengungkapkan
secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif
a.
Posisi untuk menghindari nyeri
b.
Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas, tidak bertenaga sampai
kaku
c.
Perubahan selera makan
d.
Perilaku ekspresif (misalnya gelisah, merintih, menangis, peka terhadap
rangsang, dan menghela napas panjang)
e.
Wajah topeng (nyeri)
f.
Perilaku menjaga atau sikap melindungi
g.
Bukti nyeri yang dapat diamati
h.
Berfokus pada diri sendiri
i.
Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur, atau tidak
menentu dan menyeringai)
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a.
Memperlihatkan Pengendalian Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator
sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering atau
selalu ):
1)
Mengenali awitan nyeri
2)
Menggunakan tindakan pencegahan
3)
Melaporkan nyeri dapat dikendalikan
b.
Melaporkan Tingkat Nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai
berikut (sebutkan 1-5: sangat berat,
berat, sedang, ringan atau tidak ada):
1)
Ekspresi nyeri pada wajah
2)
Gelisah atau ketegangan otot
3)
Durasi episode nyeri
4)
Merintih dan menangis
5)
Gelisah
SKALA NYERI
Nilai
|
Skala Nyeri
|
0
|
Tidak
nyeri
|
1
|
Seperti gatal, tersetrum / nyut-nyut
|
2
|
Seperti
melilit atau terpukul
|
3
|
Seperti
perih
|
4
|
Seperti
keram
|
5
|
Seperti
tertekan atau tergesek
|
6
|
Seperti terbakar atau ditusuk-tusuk
|
7 – 9
|
Sangat
nyeri tetapi dapat dikontrol oleh klien dengan aktivitas yang biasa
dilakukan.
|
10
|
Sangat nyeri dan tidak dapat dikontrol oleh
klien.
|
Keterangan
:
|
1
– 3 (Nyeri ringan)
4
– 6 (Nyeri sedang)
7
– 9 (Nyeri berat)
10
(Sangat nyeri)
|
Intervensi NIC
a.
Kaji tingkat nyeri dengan menggunakan skala 0-10
b.
Kaji dampak agama, budaya, kepercayaan, dan lingkungan terhadap
nyeri dan respon pasien
c.
Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, imajinasi tebimbing, terapi musik,
terapi bermain, distraksi, kompres hangat atau dingin sebelum, setelah, dan
jika memungkinkan , selama aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri
terjadi atau meningkat, dan bersama penggunaan tindakan peredaan nyeri yang
lain.
d.
Lakukan perubahan posisi, massase [punggung dan relaksasi
e.
Libatkan pasien dalam pengambilan keputusan yang menyangkutn aktivitas
keperawatan
f.
Bantu pasien untuk lebih berfokus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan
rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui TV, radion, dan interaksi
dengan pengunjung
g.
Kolaborasi pemberian analgesik sesuai program terapi
4.
Hambatan mobilitas fisik
Batasan Karakteristik
Objektif
a.
Penurunan waktu reaksi
b.
Kesulitan membolak-balik tubuh
c.
Dispnea saat beraktivitas
d.
Perubahan cara berjalan (misalnya, penurunan aktivitas dan kecepatan
berjalan, kesulitan utnuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan
menyeret kaki, pada saat berjalan badan mengayun ke samping)
e.
Pergerakan menyentak
f.
Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik kasar
g.
Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus
h.
Keterbatasan rentang pergerakan sendi
i.
Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
j.
Ketidakstabilan postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktivitas
kehidupan sehari-hari)
k.
Melambatnya pergerakan
l.
Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi.
Faktor yang Berhubungan
a.
Perubahan metabolisme sel
b.
Indeks massa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai usia
c.
Gangguan kognitif
d.
Kepercayaan budaya terkait aktivitas sesuai usia
e.
Penurunan kekuatan, kendali, atau massa otot
f.
Keadaan alam perasaan depresi atau ansietas
g.
Keterlambatan perkembangan
h.
Ketidaknyamanan
i.
Intoleransi aktivitas dan penuruna kekuatan dan ketahanan
j.
Kaku sendi atau kontraktur
k.
Defesiensi pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik
l.
Kurang dukungan lingkungan fisik atau sosial
m.
Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
n.
Hilangnya integritas struktur tulang
o.
Medikasi
p.
Gangguan muskuloskeletal
q.
Gangguan neuromuskular
r.
Nyeri
s.
Program pembatasan pergerakan
t.
Keengganan untuk memulai pergerakan
u.
Gaya hidup yang kurang gerak atau disuse atau melemah
v.
Malnutrisi (umum atau selektif)
w.
Gangguan sensori persepsi
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
Memperlihatkan mobilitas yang
dibuktikan dengan indikator:
Keseimbangan
Koordinasi
Performa posisi
tubuh
Pergerakan
sendi dan otot
Berjalan
Bergerak dengan
mudah
Aktivitas Keperawatan
Tingkat 1
a.
Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan di rumah dan
kebutuhan terhadap peralatan pengobatan yang tahan lama
b.
Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas
c.
Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah (misalnya dari tempat
tidur ke kursi)
d.
Rujuk ke ahli terapi fisik untuk program latihan
e.
Berikan penguatan positif selama aktivitas
f.
Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki antiselip yang mendukung untuk
berjalan
g.
Pengaturan posisi (NIC):
1)
Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika tubuh yang
benar saat melakukan aktivitas
2)
Pantau ketepatan pemasangan traksi
Tingkat 2
a.
Kaji kebutuhan belajar pasien
b.
Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan dari lembaga kesehatan
di rumah dan alat kesehatan yang tahan lama
c.
Ajarkan dan dukungpasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
d.
Instruksikan dan dukung pasien untuk menggunakan trapeze atau pemberat
untuk meningkatkan serta memperthanakan kekuatan ekstremitas atas
e.
Ajarkan teknik ambulasi dan berpindah yang aman
f.
Instruksikan pasien untuk menyangga berat badannya
g.
Instruksikan pasien untuk memperhatikan kesejajaran tubuh yang benar
h.
Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai suatu sumber untuk
mengembangkan perencanaan dan mempertahankan atau meningkatkan mobilitas
i.
Berikan penguatan positif selama aktivitas
j.
Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien, jika diperlukan
k.
Gunakan sabuk penyokong saat memberikan bantuan ambulasi atau
perpindahan.
Tingkat 3dan 4
a.
Tentukan tingkat motivasi pasien untuk mempertahankan atau mengembalikan
mobilitas sendi dan otot
b.
Gunakan ahli terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam perencanaan
aktivitas perawatan pasien
c.
Dukung pasien dan keluarga untuk memandang keterbatasan dengan realistis
d.
Berikan penguatan positif selama aktivitas
e.
Berikan analgesik sebelum memulai latihan fisik
f.
Susun rencana yang spesifik, seperti:
1)
Tipe alat bantu
2)
Posisi pasien
3)
Cara memindahkan dan mengubah posisi pasien
4)
Jumlah personel yang dibutuhkan untuk memobilisasi pasien
5)
Peralatan eliminasi yang diperlukan (misal, pispot, urinal, dan pispot
fraktur)
6)
Jadwal aktivitas
g.
Pengaturan posisi (NIC):
1)
Pantau pemasangan alat traksi yang benar
2)
Letakkan matras atau tempat tidur terapeutik dengan benar
3)
Atur posisi dengan kesejajaran tubuh yang benar
4)
Letakkan pada posisi terapeutik
5)
Ubah posisi pasien yang imobilisasi minimal setiap dua jam berdasarkan
jadwal spesifik
6)
Letakkan tombol pengubah posisi tempat tidur dan lampu pemanggil dalam
jangkauan pasien
7)
Dukung latihan ROM aktif atau pasif, jika diperlukan.
5.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Batasan
Karakteristik
Subjektif
a.
Kram abdomen
b.
Nyeri abdomen
c.
Menolak makan
d.
Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
e.
Melaporkan perubahan sensasi rasa
f.
Merasa cepat kenyang setelah mengomsumsi makanan
Objektif
a.
Diare atau steatore
b.
Bising usus hiperaktif
c.
Kurangnya minat terhadap makanan
d.
Membran mukosa pucat
e.
Tonus otot buruk
f.
Menolak untuk makan
g.
Kelemahan otot untuk menelan atau mengunyah
Faktor yang
Berhubungan
a.
Kesulitan mengunyah atau menelan
b.
Intoleransi makanan
c.
Faktor ekonomi
d.
Kebutuhan metabolik tinggi
e.
Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
f.
Hilang nafsu makan
g.
Mual dan muntah
h.
Pengabaian oleh orang tua
Tujuan dan
Kriteria Hasil NOC
a.
Selera makan: Keinginan untuk makan ketika dalam keadaan sakit atau
sedang menjalani pengobatan
b.
Memperlihatkan status gizi yang adekuat
c.
Mengungkapkan tekad untuk mematuhi diet
d.
Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
e.
Melaporkan tingkat ekergi yang adekuat.
Tujuan dan Kriteria Hasil menurut
Wilkinson (2007)
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan diharapkan ebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil:
asupan makanan dan cairan adekuat, zat gizi terpenuhi, asupan cairan oral atau
IV dapat terpenuhi dengan baik, serta mencapai berat badan ideal
Intervensi
NIC
a.
Kaji faktor pencetus mual dan muntah
b.
Catat warna, jumlah, dan frekuensi muntah
c.
Tentukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan
d.
Manajemen nutrisi NIC:
1)
Ketahui makanan kesukaan pasien
2)
Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
3)
Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan
4)
Timbang pasien pada interval yang tepat
e.
Ajarkan orang tua dan anak tentang makanan yang bergizi dan tidak mahal
f.
Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan bagaimana
memenuhinya
g.
Berikan makanan dalam porsi sedikit
tetapi sering dengan makanan yang bervariasi
h.
Membantu pasien untuk makan
i.
Kolaborasi pemberian obat antiemetik dan atau analgesik sebelum makan
atau sesuai dengan jadwal yang dianjurkan.
6.
Ansietas
Batasana Karakteristik
Perilaku
a.
Penurunan produktivitas
b.
Mengekspresikan kekhawatiran akibat perubahan dalam peristiwa hidup
c.
Gerakan yang tidak relevan (misalnya mengeret kaki, gerakan lengan)
d.
Gelisah
e.
Memandang sekilas
f.
Insomnia
g.
Kontak mata buruk
h.
Resah
i.
Menyelidik dan tidak waspada
Afektif
a. Gelisah
b. Kesedihan yang mendalam
c. Distres
d. Ketakutan
e. Perasaan tidak adekuat
f. Fokus pada diri sendiri
g. Peningkatan kekhawatiran
h. Iritabilitas
i. Gugup
j. Gembira berlebihan
k. Nyeri dan peningkatan
ketidakberdayaan yang persisten
l. Marah
m. Menyesal
n. Perasaan takut
o. Ketidakpastian
p.
Khawatir
Fisiologis
a.
Wajah tegang
b.
Insomnia
c.
Peningkatan keringat
d.
Peningkatan ketegangan
e.
Terguncang
f.
Gemetar atau tremor di tangan
g.
Suara bergetar
Parasimpatis
a.
Nyeri abdomen
b.
Penurunan tekanan darah
c.
Penurunan nadi
d.
Diare
e.
Pingsan
f.
Keletihan
g.
Mual
h.
Gangguan tidur
i.
Kesemutan pada ekstremitas
j.
Sering berkemih
k.
Berkemih tidak lampias
l.
Urgensi berkemih
Simpatis
a.
Anoreksia
b.
Eksitasi kardiovaskuler
c.
Diare
d.
Mulut kering
e.
Wajah kemerahan
f.
Jantung berdebar-debar
g.
Peningkatan tekanan darah
h.
Peningkatan nadi
i.
Peningkatan refleks
j.
Peningkatan pernapasan
k.
Dilatasi pupil
l.
Kesulitan bernapas
m.
Vasokontriksi superfisial
n.
Kedutan otot
o.
Kelemahan
Kognitif
a.
Kesadaran terhadap gejala-gejala fisiologis
b.
Blocking pikiran
c.
Konfusi
d.
Penurunan lapang pandang
e.
Kesulitan untuk berkonsentrasi
f.
Keterbatasan kemampuan untuk menyelesaikan masalah
g.
Keterbatasan kemampuan untuk belajar
h.
Takut terhadap konsekuensi yang tidak spesifik
i.
Fokus pada diri sendiri
j.
Mudah lupa
k.
Gangguan perhatian
l.
Tenggelam dalam dunia sendiri
m.
Melamun
n.
Kecendruangan untuk menyalahkan orang lain
Faktor yang Berhubungan
a.
Terpajan toksin
b.
Hubungan keluarga/hereditas
c.
Transmisi dan penularan interpersonal
d.
Krisis situasi dan maturasi
e.
Stres
f.
Penyalahgunaan zat
g.
Ancaman kematian
h.
Ancaman atau perubahan pada status peran, fungsi peran, lingkungan,
status kesehatan, status ekonomi, atau pola interaksi
i.
Ancaman terhadap konsep diri
j.
Konflik yang tidak disadari tentang nilai dan tujuan hidup yang esensial
k.
Kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tujuan dan Kriteria Hasil NOC
a.
Ansietas berkurang
b.
Kemampuan untuk fokus pada stimulus tertentu
c.
Memiliki TTV dalam batas normal
d.
Meneruskan aktivitas yang dibutuhkan meskipun mengalami kecemasan
Intervensi NIC
a.
Kaji tingkat ansietas pasien
Skala
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) dalam penilaian kecemasan (ansetas)
terdiri dari 14 item, meliputi:
1) Perasaan Cemas
firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.
2) Merasa tegang,
gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
3) Ketakutan : takut
terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut pada
binatang besar.
4) Gangguan tidur sukar
memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk.
5) Gangguan kecerdasan :
penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.
6) Perasaan depresi :
hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby, sedih, perasaan tidak
menyenangkan sepanjang hari.
7) Gejala somatik :
nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan kedutan
otot.
8) Gejala sensorik :
perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat serta merasa
lemah.
9) Gejala kardiovaskuler
: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan detak jantung hilang
sekejap.
10) Gejala pernapasan :
rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan
merasa napas pendek.
11) Gejala gastrointestinal:
sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri lambung
sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut.
12) Gejala urogenital :
sering keneing, tidak dapat menahan keneing, aminorea, ereksi lemah atau
impotensi.
13) Gejala vegetatif :
mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri, pusing atau
sakit kepala.
14) Perilaku sewaktu
wawancara : gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka
tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.
Cara Penilaian kecemasan
adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:
0 = tidak ada gejala sama
sekali
1 = Ringan / Satu dari gejala
yang ada
2 = Sedang / separuh dari
gejala yang ada
3 = berat / lebih dari ½
gejala yang ada
4 = sangat berat / semua
gejala ada
Penentuan derajat kecemasan
dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14 dengan hasil:
1)
Skor < 14 = tidak ada kecemasan.
2)
Skor 14 - 20 = kecemasan ringan.
3)
Skor 21 – 27 =
kecemasan sedang.
4)
Skor 28 – 41 =
kecemasan berat.
5)
Skor 42 – 56 = panik.
b.
Gali bersama pasien tentang teknik yang berhasil dan tidak berhasil
menurunkan ansietas di masa lalu
c.
Berikan informasi tentnag gejala ansietas
d.
Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal pikiran
dan aperasaan untuk mengeksternalisasikan ansietas
e.
Yakinakan kembali pasien melalui sentuhan, dan sikap empatik secara
verbal dan nonverbal secara bergantian
f.
Dorong pasien untuk mengekspresikan kemarahan dan iritasi serta izinkan
pasien untuk menangis
g.
Bermain dengan anak atau bawa anak ke tempat bermain anak di rumah sakit
dan libatkan anak dalam permainan
h.
Kolaborasi pemberian obat untuk menurunkan ansietas.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C dan
Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk
Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000.
Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
_____________2002. Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku
Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare,
Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2, Alih Bahasa
Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku
Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil
Noc. Jakarta: EGC.
0 Response to "LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS"
Posting Komentar