ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMA
A.
Konsep
Dasar Kejang Demam
1.
Pengertian
Kejang demam
adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,40°c tanpa
adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak
berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan
menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks
(Schwartz, 2005). Di
Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh kejang demam merupakan
kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang demam kompleks (Karemzadeh, 2008).
Kejang
demam adalah kejang yang timbul pada
saat bayi atau anak mengalami demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi
sistem saraf pusat. Kejang perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan
dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak (Tikoalu
J.R, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang
demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh
diatas rentang normal yaitu ≥ 38,8°C dan disertai dengan kejang
2.
Anatomi
Fisiologi Sistem Persyarafan
Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan-jalinan saraf
yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain.
Sistem saraf mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara
individu dengan lingkungan sekitarnya.
a.
Otak
Otak dibagi 2 yaitu otak besar
(serebrum) dan otak kecil (serebelum). Otak besar terdiri dari lobus frontalis,
lobus parientalis, lobus oksipitalis dan lobus temporalis. Permukaan otak bergelombang dan
berlekuk-lekuk membentuk seperti sebuah lekukan yang disebut girus.
1)
Otak
besar (serebrum)
Otak
besar merupakan pusat dari :
ü Motorik
: impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf kemudian menuju ke pusat
kontraksi otot
ü Sensorik
: setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson sel-sel saraf yang
selanjutnya akan mencapai otak antara lain ke korteks serebri.
ü Refleks
: berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang otak sebagian lain
dibagian medulla spinalis.
ü Kesadaran
: bagian batang otak yang disebut formasio retikularis bersama bagian lain dari
korteks serebri menjadi pusat kesadaran utama
ü Fungsi
luhur : pusat berfikir, berbicara, berhitung dan lain-lain.
2) Otak Kecil (Serebelum)
Otak
kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan koordinasi gerakan.Pada daerah
serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar
hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri carotis
interna dan vertebral, lingkaran inilah yang disebut sirkulus willisi yang
dibentuk dari cabang-cabang arteri carotis interna, anterior dan arteri
serebral bagian tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri
pada sirkulus willisi memberi alternative pada aliran darah jika salah satu
aliran darah arteri mayor tersumbat.
b.
Cairan Serebrospinal
Merupakan
cairan yang bersih dan tidak berwarna dengan berat jenis 1,007 diproduksi
didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla spinalis melalui
sistem ventrikular. Cairan Serebrospinal atau Liquor Cerebro Spinalis (LCS) diproduksi di pleksus koroid pada
ventrikel lateral ketiga dan keempat, secara organik dan non organik LCS sama
dengan plasma tetapi mempunyai perbedaan konsentrasi. LCS mengandung protein,
glukosa dan klorida, serta immunoglobulin.Secara normal LCS hanya mengandung
sel darah putih sedikit dan tidak mengandung sel darah merah.Cairan LCS didalam
tubuh diserap oleh villiarakhnoid.
c.
Medula Spinalis
ü Merupakan
pusat refleks-refleks yang ada disana
ü Penerus
sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
ü Penerus
impuls motorik dari otak ke saraf motorik
ü Pusat
pola gerakan sederhana yang telah lama dipelajari contoh melangkah.
d.
Saraf Somatik
Merupakan
saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saraf motorik dari
pusat ke perifer. Berdasarkan
tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan saraf spinal.
e.
Saraf Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan
kanan vertebra :
ü Saraf
servikal 8 pasang
ü Saraf
torakal 12 pasang
ü Saraf
lumbal 5 pasang
ü Saraf
sacrum/sacral 5 pasang
ü Saraf
koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik,
serat sensorik masuk medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik
keluar dari medula spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf
spinal. Saraf-saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus (anyaman) dan
terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf iskiadikus untuk sensorik
dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah torakal tidak membentuk anyaman tetapi
masing-masing lurusdiantara tulang kosta (nervus inter kostalis). Umumnya
didalam nervus ini juga berisi serat autonom, terutama serat simpatis yang
menuju ke pembuluh darah untuk daerah yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks serebri
sampai ke perifer terjadi penyeberang (kontra
lateral) yaitu yang berada di kiri menyeberang ke kanan, begitu pula
sebaliknya. Jadi apabila
terjadi kerusakan di pusat motorik kiri maka yang mengalami gangguan anggota
gerak yang sebelah kanan.
f.
Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom,
seperti jantung, paru, serta alat pencernaan. Sistem
otonom dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis.
Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan :
-
Kesiagaan meningkat
-
Denyut jantung meningkat
-
Pernafasan meningkat
-
Tonus otot-otot meningkat
-
Gerakan saluran cerna menurun
-
Metabolisme tubuh meningkat
Saraf simpatis ini menyiapkan individu untuk
bertempur atau lari, semua itu tampak pada manusia apabila menghadapi masalah,
bekerja, olahraga, cemas, dan lain-lain.
Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan :
-
Kesiagaan menurun
-
Denyut jantung melambat
-
Pernafasan tenang
-
Tonus otot-otot menurun
-
Gerakan saluran cerna meningkat
-
Metabolisme tubuh menurun
g. Saraf kranial :
1) Saraf
Olfaktorius
Sistem olfaktorius
dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terbagi dari bagian berikut :
mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus
subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik
murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus
area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius,
dari sini traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di
lobus temporal bagian medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem
sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei disalurkan di talamus. Bau-bauan yang dapat merangsang
timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat
menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya
dengan emosi.
Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman
dengan area otonom adalah medial
forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai
rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan
talamus, hipotalamus dan sistem limbik.
2) Saraf
Optikus
Saraf optikus
merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina.Serabut-serabut saraf
ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung
dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari
berbagai bagian fundus maih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah
retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal
(separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari
lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut
untuk indeks cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus
superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma
berhubungan dengan penglihatan dan berjalan didalam trakus optikus menuju
korpus genikulatum lateralis.
Dari sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio
optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir dikorteks visual
lobus oksipital. Dalam
perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut
untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadran atas melalui
lobus temporal. Akibat
dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut
yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan
dan sebaliknya.
3) Saraf
Okulomotorius
Nukleus saraf
okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal
(Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus
otonom). Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus
medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator
palpebra superior. Nukleus
otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi
otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris
4) Saraf
Troklearis
Nukleus saraf
troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea
periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan
satu-satunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak.Saraf
troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah,
kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
5) Saraf
Trigeminus
Saraf trigeminus
bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut
sensorik. Serabut motorik
mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut
sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yaitu saraf
oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah
sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam
fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis
auditorius serta bagian membran timpani.
6) Saraf
Abdusens
Nukleus saraf
abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula
oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi
otot rektus lateralis.
7) Saraf
Fasialis
Saraf fasialis
mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari
Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin
bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik
yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan
ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik
saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot
orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot
stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma.
Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
8) Saraf
Vestibulokoklearis
Saraf
vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang
mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengndung serabut-serabut aferen yang
mengurusi keseimbangan.
Serabut-serabut
untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di
pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan
kemudian menuju girus superior lobus temporalis.
9) Saraf
Glosofaringeus
Saraf
glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu
meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai
dua ganglion, yaitu gonglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis
inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri
karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Diantara otot ini dan otot stiloglosal,
saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan
sepertiga posterior lidah.
10) Saraf
Vagus
Saraf Vagus juga
mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion
inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen ugularis, saraf
vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls
dari dinding usus, jantung dan paru-paru.
11) Saraf
Asesorius
Saraf asesorius
mempunyai radiks spinalis dan kranialis.Radiks kranialis adalah akson dari
neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesorius adalah saraf motorik
yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke
samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.
12) Saraf
Hipoglosus
Nukleus saraf
hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan
depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus.
Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik
untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan
genioglosus.
h. Aktivitas
Saraf
Pemeriksaan aktifitas refleks dengan ketukan pada
tendon menggunakan refleks hammer. Skala untuk peringkat refleks yaitu :
0
= Tidak ada respon
1
= Hypoactive/penurunan respon, kelemahan
(+)
2
= Normal (++)
3
= Lebih cepat dari rata-rata, tidak
perlu dianggap abnormal (+++)
4
= Hyperaktif, dengan klonus (++++)
i.
Refleks-refleks pada sistem persyarafan
1) Refleks
patella
Pasien berbaring
terlentang, lutut diangkat keatas sampai fleksi kurang lebih 30°. Tendon
patella (ditengah-tengah patella dan tuberositas tibiae) dipukul dengan refleks
hammer. Respon berupa kontraksi otot quadriceps femoris yaitu, ekstensi dari
lutut.
2) Refleks
biceps
Lengan
difleksikan terhadap siku dengan sudut 90°, supinasi dan lengan bawah ditopang
pada alas tertentu (meja periksa). Jari pemeriksa ditempatkan pada tendon,
biceps (diatas lipatan siku) kemudian dipukul dengan refleks hammer.
Normal
jika timbul kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila terjadi fleksi
sebagian dengan gerakan pronasi. Bila hyperaktif maka akan terjadi penyebaran
gerakan fleksi pada lengan dan jari-jari atau sendi bahu.
3) Refleks
triceps
Lengan ditopang
dan difleksikan pada sudut 900, tendon triceps diketok dengan refleks hammer
(tendon triceps berada pada jarak 1-2 cm diatas olekranon)
Respon yang
normal adalah kontraksi otot triceps, sedikit meningkat bila ekstensi ringan
dan hyperaktif bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai otot-otot
bahu atau mungkin ada klonus yang sementara.
4) Refleks
achilles
Posisi kaki
adalah dorsofleksi, untuk memudahkan pemeriksaan refleks ini kaki yang
diperiksa bisa diletakkan/disilangkan diatas tungkai bawah kontralateral. Tendon achilles dipukul dengan refleks
hammer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
5) Refleks
abdominal
Dilakukan dengan
menggores abdomen diatas dan dibawah umbilikus. Kalau digores seperti itu,
umbilikus akan bergerak keatas dan kearah yang digores.
6) Refleks
babinski
Merupakan
refleks yang paling penting. Refleks
ini hanya dijumpai pada penyakit traktus kortikospinal. Untuk melakukan test
ini, goreslah kuat-kuat bagian lateral telapak kaki dari tumit kearah jari
kelingking dan kemudian melintasi bagian jantung kaki. Respon babinski timbul
bila ibu jari kaki melakukan dorsifleksi dan jari-jari lainnya tersebar.Respon
yang normal adalah fleksi plantar semua jari kaki.
j.
Pemeriksaan Khusus Sistem Persarafan
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya
pada meningitis) dilakukan pemeriksaan :
1) Kaku
kuduk
Bila leher
ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada
dada berarti kaku kuduk positif (+).
2) Tanda
brudzinski I
Letakan satu
tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien untuk
mencegah badab tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan dedada secara
pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi
panggul dan sendi lutut.
3) Tanda
brudzinski II
Tanda brudzinski
II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggung secara pasif akan
diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4) Tanda
kernig
Fleksi tungkai
atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk
sudut 135° terhadap tungkai atas. Kernig + bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan
5) Test
Laseque
Fleksi sendi
paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m.
Ischiadicus.
Mengkaji
abnormal postur dengan mengobservasi :
a. Kejang pada posisi Dekortikasi
(Decorticate posturing), terjadi jika ada lesi pada
traktus corticospinal. Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku,
kedua pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
b. Kejang pada posisi Deserebrasi
(Decerebrate posturing), terjadi jika ada lesi pada
midbrain, pons atau diencephalon.
c. Leher ekstensi,
dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi, ekstensi dan menutup kesamping,
kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar fleksi.
Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun
pada sebagian besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan
peningkatan suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi disaat
suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh
(Dona Wong L, 2008).
Patofisiolog
Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan
menyebabkan kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen
meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak
mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya
15%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya
lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel
maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah
kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada
tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya.
Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang
kejang yang rendah, sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut
mempunyai ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa
terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah
(Latief et al., 2007).
5. Manifestasi
Klini
Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang
klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah
kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi
a. Demam
yang biasanya di atas (38,9 º C)
b. Jenis
kejang (menyentak atau kaku otot
c. Gerakan
mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke
d. Suara
pernapasan yang kasar terdengar selama kejan
e . Penurunan
kesadaran
f. Kehilangan
kontrol kandung kemih atau pergerakan usus
g. Muntah
h. Dapat
menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam waktu yang singkat
(Lyons, 2012)
Pemeriksaan
Diagnostik
Beberapa
pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang demam,
diantaranya sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan
ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat
dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis
(Saharso et al., 2009). Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang
lebih lama dari 15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika
pasien dinilai (Farrell dan Goldman, 2011).
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan
cairan serebrospinal dengan pungsi lumbal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasein kejang demam pertama. Pungsi
lumbal sangat dianjurkan untuk bayi kurang dari 12 bulan, bayi antara 12 - 18
bulan dianjurkan untuk dilakukan dan bayi > 18 bulan tidak rutin dilakukan
pungsi lumbal. Pada kasus kejang demam hasil pemeriksaan ini tidak berhasil (Pusponegoro
dkk, 2006).
c. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan
ini tidak direkomendasikan setelah kejang demam sederhana namun mungkin berguna
untuk mengevaluasi pasien kejang yang kompleks atau dengan faktor risiko lain
untuk epilepsi. EEG pada kejang demam dapat memperlihatkan gelombang lambat di
daerah belakang yang bilateral, sering asimetris dan kadang-kadang unilateral (Jonston,
2007).
d. Pencitraan (CT-Scan atau MRI kepala)
Foto
X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan dan dilakukan jika
ada indikasi seperti kelainan neurologis fokal yang menetap (hemiparesis) atau
kemungkinan adanya lesi struktural di otak (mikrosefali, spastisitas), terdapat
tanda peningkatan tekanan intrakranial (kesadaran menurun, muntah berulang, UUB
membonjol, paresis nervus VI, edema papil) (Saharso et al., 2009).
7. Manajemen
Medik
a. Terapi farmakologi
Pada saat
terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk menghentikan kejang
adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena
adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.
Obat yang
dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosisnya
sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang daripada
10 kg dan 10 mg untuk anak yang mempunyai berat badan lebih dari 10 kg. Selain
itu, diazepam rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah
usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila
kejangnya belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi lagi dengan
cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Anak seharusnya dibawa
ke rumah sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang, setelah 2 kali pemberian
diazepam rektal. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis
0,3-0,5 mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Jika kejang
tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis
awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ kg/ menit atau kurang dari 50
mg/menit. Sekiranya kejang sudah berhenti, dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/
hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika kejang belum berhenti dengan
pemberian fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Setelah kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam,
apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya (UUK Neurologi
IDAI, 2006).
Seterusnya,
terapi antipiretik tidak mencegah kejang kekambuhan. Kedua parasetamol dan NSAID
tidak mempunyai manfaatnya untuk mengurangi kejadian kejang demam. Meskipun
mereka tidak mengurangi risiko kejang demam, antipiretik sering digunakan untuk
mengurangi demam dan memperbaiki kondisi umum pasien. Dalam prakteknya, kita
menggunakan metamizole (dipirone), 10 sampai 25 mg/ kg/ dosis sampai empat
dosis harian (100 mg/ kg/ hari), parasetamol 10 sampai 15 mg/ kg/ dosis, juga
sampai empat dosis harian (sampai 2,6 g/hari) dan pada anak-anak di atas usia
enam bulan, diberikan ibuprofen sebanyak 5 sampai 10 mg/ kg/ dosis dalam tiga
atau empat dosis terbagi (sampai 40 mg/ kg/ hari pada anak-anak dengan berat
kurang dari 30 kg dan 1200 mg) (Siqueira, 2010).
Pengobatan
jangka panjang atau rumatan hanya diberikan jika kejang demam menunjukkan
ciri-ciri berikut seperti kejang berlangsung lebih dari 15 menit, kelainan
neurologi yang nyata sebelum atau selapas kejadian kejang misalnya hemiparesis,
paresis Todd, palsi serebal, retardasi mental dan hidrosefalus, dan kejadian
kejang fokal. Pengobatan rumat dipertimbangkan jika kejang berulang dua kali
atau lebih dalam 24 jam, kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
dan kejang demam berlangsung lebih dari 4 kali per tahun. Obat untuk pengobatan jangka panjang
adalah fenobarbital (dosis 3-4 mg/ kgBB/ hari dibagi 1-2 dosis) atau asam
valproat (dosis 15-40 mg/ kgBB/ hari dibagi 2-3 dosis). Dengan pemberian obat ini, risiko
berulangnya kejang dapat diturunkan dan pengobatan ini diberikan selama 1 tahun
bebas kejang, kemudian secara bertahap selama 1-2 bulan (Saharso et al.,
2009).
b.
Terapi non-farmakologi
Tindakan pada saat
kejang di rumah, (Ngastiyah, 2005, Mahmood et al., 2011 dan Capovilla et
al., 2009):
1)
Baringkan
pasein di tempat yang rata.
2)
Singkirkan
benda-benda yang ada di sekitar pasein.
3)
Semua
pakaian ketat yang mengganggu pernapasan harus dibuka misalnya ikat pinggang.
4)
Tidak
memasukkan sesuatu banda ke dalam mulut anak.
5)
Tidak
memberikan obat atau cairan secara oral.
6)
Jangan
memaksa pembukaan mulut anak.
7)
Monitor
suhu tubuh.
8)
Pemberikan
kompres dingin dan antipiretik untuk menurunkan suhu tubuh yang tinggi.
9)
Posisi
kepala seharusnya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung.
10) Usahakan jalan nafas bebas untuk menjamin
kebutuhan oksigen.
11) Menghentikan kejang secepat mungkin dengan
pemberian obat antikonvulsan yaitu diazepam secara rektal.
Pengobatan kejang berkepanjangan
di rumah sakit, (Capovilla et al., 2009):
1)
Hilangkan
obstruksi jalan napas.
2) Siapkan akses vena.
3) Monitor parameter vital (denyut jantung, frekuensi napas,
tekanan darah, SaO2).
4) Berikan oksigen, jika perlu (SaO2 <90 o:p="">90>
5) Mengadministrasikan bolus intravena diazepam dengan dosis
0,5 mg/kg pada kecepatan infus maksimal 5 mg/menit, dan menangguhkan ketika
kejang berhenti. Dosis ini dapat diulang jika perlu, setelah 10 menit.
6) Memantau kelebihan elektrolit dan glukosa darah.
7) Jika kejang tidak berhenti, meminta saran seorang
spesialis (ahli anestesi, ahli saraf) untuk pengobatan.
B.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan klien dengan Kejang Demam
Sederhana
1.
Pengkajian
Berdasarkan
tanda dan gejala penyakit
kejang demam, maka asuhan keperawatan yang prioritas ditegakkan
adalah pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, perencanaan pemulang yaitu :
Riwayat
Keperawatan
Kaji
gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh, terutama pada malam hari, terjadinya kejang dan penurunan kesadaran.
a. Data
biografi : nama, alamat, umur, status perkawinan, tanggal MRS, diagnose medis,
catatan kedatangan, keluarga yang dapat dihubungi.
b. Riwayat
kesehatan sekarang
Mengapa
pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluhan utama pasien, sehingga dapat
ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
c. Riwayat
kesehatan dahulu
Apakah
sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
d. Riwayat
kesehatan keluarga
Apakah
ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
e. Riwayat
psikososial
Intrapersonal
: perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
Interpersonal
: hubungan dengan orang lain.
f. Pola
Fungsi kesehatan
1) Pola
nutrisi dan metabolisme :
Pola nutrisi klien perlu dikaji untuk menentukan terjadinya
gangguan nutrisi atau tidak pada klien
2) Pola
istirahat dan tidur
Selama
sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan demam terutama pada malam hari
g. Pemeriksaan
Fisik
1) Kesadaran
dan keadaan umum pasien
Kesadaran
pasien perlu di kaji dari sadar-tidak sadar (composmentis-coma) untuk
mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
2) Tanda-tanda
vital dan pemeriksaan fisik kepala-kaki
TD,
Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien
/ kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan
menggunakan prinsip-prinsip (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping
itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningkatan
gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan (Wijaya,2013).
2.
Diagnosa keperawatan
a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses
patologis
b. Gangguan volume cairan kurang dari kebutuhann tubuh b.d
peningkatan suhu tubuh
c. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d peningkatan
sekresi mucus
d. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
intake yang tidak adekuat (Doengoes, 2007)
3.
Perencanaan
Perencanaan asuhan
keperawatan pada anak dengan kejang demam sederhana adalah sebagai berikut :
Tabel
2.1
Rencana
Tindakan keperawatan
NO
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Perencanaan
|
|||||||
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
|||||||
1.
|
Peningkatan suhu tubuh
berhubungan dengan proses patologis
|
Tupan:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 4 x 24 suhu tubuh normal.
Tupen:
Setelah dilakukan tindakan
perawatan selama 3 x 24 jam proses patologis teratasi dengan kriteria:
TTV stabil
Suhu tubuh dalam batas normal
|
1.
Pantau suhu
pasien (derajat dan pola): perhatikan menggigil?diaforesi.
2.
Pantau suhu
lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi.
3.
Berikan kompres
hangat: hindari penggunaan kompres alkohol.
4.
Berikan selimut
pendingin
Kolaborasi:
5.
Berikan
antipiretik sesuai indikasi
|
1.
Suhu 38,9-41,1 0C
menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
2.
Suhu ruangan,
jumlah selimut harus dirubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
3.
Dapat membantu
mengurangi demam, penggunaan air es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan
4.
Digunakan untu
kengurangi demam umumnya lebih besar dari 39,5-40 0C pada waktu
terjadi gangguan pada otak.
5.
Digunakan untuk
mengurangi demam dengan aksi sentral
|
|||||
2
|
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan
dengan peningkatan suhu tubuh
|
Tupan: setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x
24 jam kekurangan volume cairan tidak terjadi
Tupen: setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 x
24 jam peningkatan suhu tubuh teratasi, dengan kriteria:
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Menunjukan adanya keseimbangan cairan seperti output
urin adekuat
Turgor kulit baik
Membran mukosa mulut lembab
|
1. Ukur/catat
haluaran urin.
2. Pantau
tekanan darah dan denyut jantung
3. Palpasi
denyut perifer.
4. Kaji
membran mukosa kering, turgor kulit yang tidak elastis
Kolaborasi:
5. Berikan
cairan intravena, misalnya kristaloid dan koloid
6. Pantau
nilai laboratorium
|
1. Penurunan
haluaran urin dan berat jenis akan menyebabkan hipovolemia.
2. Pengurangan
dalam sirkulasi volume cairan dapat mengurangi tekanan darah/CVP, mekanisme
kompensasi awal dari takikardia untuk meningkatkan curah jantung dan
meningkatkan tekanan darah sistemik.
3. Denyut
yang lemah, mudah hilang dapat menyebabkan hipovolemia.
4. Hipovolemia/cairan
ruang ketiga akan memperkuat tanda-tanda dehidrasi.
5. Sejumlah
besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mengatasi hipovolemia relatif
(vasodilasi perifer), menggantikan kehilangan dengan meningkatkan
permeabilitas kapiler.
6. Mengevaluasi
perubahan didalam hidrasi/viskositas darah.
|
|||||
3.
|
Tidak efektifnya bersihan
jalan nafas b.d peningkatan sekresi mucus
|
Tupan: setelah dilakukan tindakan perawatan selama 4 x
24 jam jalan nafas kembali efektif
Tupen: setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2 x
24 jam peningkatan sekresi mukus teratasi, dengan kriteria:
Suara nafas vesikuler
Respirasi rate dalam batas
normal
|
1. Anjurkan
pasien untuk mengosongkan mulut dari benda/zat tertentu.
2. Letakkan
pasien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan
kejang.
3. Tanggalkan
pakaian pada daerah leher/dada dan abdomen.
4. Masukan
spatel lidah/jalan nafas buatan atau gulungan benda lunak sesuai dengan
indikasi.
5. Lakukan
penghisapan sesuai indikasi
Kolaborasi :
6. Berikan
tambahan oksigen/ventilasi manual sesuai kebutuhan pada fase posiktal.
|
1. Menurunkan
risiko aspirasi atau masuknya sesuatu benda asing ke faring.
2. Meningkatkan
aliran (drainase) sekret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan nafas.
3. Untuk
memfasilitasi usaha bernafas/ekspansi dada.
4. Jika
masuknya di awal untuk membuka rahang, alat ini dapat mencegah tergigitnya
lidah dan memfasilitasi saat melakukan penghisapan lendiratau memberi
sokongan terhadap pernafasan jika di perlukan.
5. Menurunkan
risiko aspirasi atau asfiksia.
6. Dapat
menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurunkan
atau oksigen sekunder terhadap spasme vaskuler selama serangan kejang.
|
|||||
4
|
Resiko perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat
|
Tupan: setelah dilakukan tindakan perawatan selama 5 x
24 jam perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tidak terjadi
Tupen: setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x
24 jam intake nutrisi adekuat, dengan kriteria:
Makan klien habis
BB klien normal
|
1.
Buat tujuan berat badan minimum dan kebutuhan nutrisi
harian.
2.
Gunakan pendekatan konsisten, duduk dengan pasien saat
makan, sediakan dan buang makanan tanpa persuasi dan/komentar.
3.
Berikan makan sedikit dan makanan kecil tambahan, yang
tepat.
4.
Buat pilihan menu yang ada dan izinkan pasien untuk
mengontrol pilihan sebanyak mungkin.
5.
Pertahankan jadwal bimbingan berat badan teratur.
|
1. Malnutrisi
adalah kondisi gangguan minat yang menyebabkan depresi, agitasi dan
mempengaruhi fungsi kognitif/pengambilan keputusan.
2. Pasien
mendeteksi pentingnya dan dapat beraksi terhadap tekanan, komentar apapun
yang dapat terlihat sebagai paksaan memberikan fokus padad makanan.
3. Dilatasi
gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode
puasa.
4. Pasien
yang meningkat kepercayaan dirinya dan merasa mengontrol lingkungan lebih
suka menyediakan makanan untuk makan.
5. Memberikan
catatan lanjut penurunan dan/atau peningkatan berat badan yang akurat.
|
|||||
4. Pelaksanaan
Menurut Iyer et al (1996) yang dikutip oleh Nursalam (2008).Implementasi
adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai tujuan spesifik. Tahap
implementasi dimulai setelah rencana intervensi disusun dan ditujukkan pada
nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan.
5. Evaluasi
Fase terakhir dari
proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan
dengan melihat perkembangan masalah klien sehingga dapat diketahui
tingkatan-tingkatan keberhasilan intervensi. Evaluasi hasil perencanaan
keperawatan dari masing-masing diagnosa keperawatan dapat dilihat pada kriteria
hasil intervensi keperawatan.
0 Response to "ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM"
Posting Komentar