PERILAKU SEKS BEBAS

SEKS BEBAS
SEKS BEBAS
PERILAKU SEKS BEBAS

A.        PENGERTIAN PERILAKU SEKS BEBAS
Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual ialah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun sesama jenis. Objek seksual biasa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri.
Hyde (2007) perilaku seksual ialah tingkah laku yang dapat mengakibatkan kemungkinan untuk mencapai organisme. Padahal ada kalanya ketika seseorang melaksanakan senggama ia tidak mengalami organisme, hal  ini biasanya dialami oleh wanita. Untuk itu ditampilkan definisi lain, yaitu perilaku seksual ialah semua jenis aktifitas fisik yang melibatkan badan untuk mengekspresikan perasaan  erotis atau afeksi ( Nevid, Rathus & Rathus, 2005).
Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku seksual ialah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual atau aktifitas fisik yang melibatkan badan untuk mengekspresikan perasaan erotis atau afeksi.
Seks bebas ialah bebas ialah kekerabatan seksual yang dilakukan di luar ikatan pernikahan, baik suka sama suka atau dalam dunia prostitusi.
Seks bebas bukan hanya dilakukan oleh kaum remaja bahkan yang telah berumah tangga pun sering melakukannya dengan orang yang bukan pasangannya. Biasanya dilakukan dengan alasan mencari variasi seks ataupun sensasi seks untuk mengatasi kejenuhan.

B.        FAKTOR PENYEBAB PERILAKU SEKS BEBAS
Menurut  Maslow (dalam Hall & Lindzey, 1993) dalam tingkat hierarkis, bahwa terdapat kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi manusia, salah satunya ialah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan fisiologis mencakup kebutuhan dasar insan dalam bertahan hidup, yaitu kebutuhan yang bersifat instingtif ini biasanya akan sukar untuk dikendalikan  atau ditahan oleh individu, terutama dorongan seks. Menurut Freud (dalam Danarto, 2003) menunjukkan pandangan bahwa perilaku insan didominasi oleh dorongan seks (sexual drive), mengarah kepada prinsip kesenangan
(pleasure principle) yang dikendalikan oleh id-nya masing-masing. Sehingga, apabila seseorang tidak bisa mengatur id yang dimilikinya, maka orang tersebut akan kehilangan kontrol dalam menahan suatu impian ibarat dorongan seks.
Menurut Prabowo & Riyanti (2008), ketika seseorang mempertimbangkan motivasi seksual dari sudut pandang biologis, seks mempunyai ciri yang diterangkan sebagai episode dari dorongan biologis yang lain:
1.  Seks bukan hanya diharapkan untuk mempertahankan hidup individu, kecuali bahwa seks diharapkan untuk kelangsungan hidup.
2.  Perilaku seksual tidak ditimbulkan oleh kurangnya substansi atau zat-zat tertentu dalam tubuh.
3.  Setidaknya pada binatang tingkat tinggi, motivasi seksual mungkin lebih dipengaruhi oleh informasi panca indera dari lingkungannya, yaitu insentif dari pada oleh motif biologis yang lain. 

C.        PENGERTIAN PERILAKU SEKS BEBAS
Menurut Ghifari (2003), perilaku seks bebas ialah kekerabatan antara dua orang dengan jenis kelamin yang berbeda dimana terjadi kekerabatan seksual tanpa adanya ikatan pernikahan. Kelompok seks bebas menghalalkan segala cara dalam melaksanakan seks dan tidak terbatas pada sekelompok orang. Mereka tidak berpegang pada morality atau nilai-nilai manusiawi.
Sewaktu-waktu mereka dapat berhubunggan seksual dengan orang lain dan di lain waktu mereka juga bisa menggauli keluarga sendiri.
Menurut Desmita (2005) perilaku seks bebas pada remaja ialah cara remaja mengekspresikan dan melepaskan dorongan seksual, yang berasal dari kematangan organ seksual dan perubahan hormonal dalam banyak sekali bentuk tingkah laku seksual, ibarat berkencan intim, bercumbu, hingga melaksanakan kontak seksual. Tetapi perilaku tersebut dinilai tidak sesuai dengan norma karena remaja belum memiliki pengalaman perihal seksual. 
 Menurut Sarwono (2002) perilaku seks bebas ialah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun  dengan sesama jenis.
 Berdasarkan beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan perilaku seks bebas ialah perilaku yang didasari oleh dorongan seksual untuk menerima kesenangan seksual dengan lawan jenis yang dilakukan tanpa ikatan ijab kabul yang sah.
SEKS BEBAS
SEKS BEBAS
D.        BENTUK-BENTUK PERILAKU SEKS BEBAS
    Menurut Sarwono (2002) bentuk-bentuk dari perilaku seks bebas dapat berupa berkencan intim, berciuman, bercumbu,  dan bersenggama. Sedangkan Desmita (2005) mengemukakan banyak sekali bentuk tingkah laku seksual, ibarat berkencan intim, bercumbu, hingga melaksanakan kontak seksual.
Bentuk-bentuk perilaku seks bebas (dalam www.Bkkbn.go.id) yaitu:
1.  Petting adalah  upaya untuk membangkitka dorongan seksual antara jenis kelamin dengan tanpa melaksanakan tindakan intercourse.
2.  Oral –genital seks ialah acara menikmati organ seksual melalui mulut. Tipe kekerabatan seksual model oral-genital ini merupakan alternative aktifitas seksual yang dianggap aman oleh remaja masa kini.
3.  Sexual intercourse ialah acara melaksanakan senggama.
4.  Pengalaman Homoseksual ialah pengalaman intim dengan sesama jenis.
Menurut Sarwono (2002) juga mengemukakan beberapa bentuk dari perilaku seks bebas, yaitu:
a.  Kissing : Saling bersentuhan antara dua bibir insan atau pasangan yang didorong oleh hasrat seksual.
b.  Necking : Bercumbu tidak hingga pada menempelkan alat kelamin, biasanya dilakukan dengan berpelukan, memegang payudara, atau  melaksanakan oral seks pada alat kelamin tetapi belum bersenggama.
c.   Petting : Bercumbu hingga menempelkan alat kelamin, yaitu dengan menggesek-gesekkan alat kelamin dengan pasangan namun belum bersenggama.
d.  intercourse : Mengadakan kekerabatan kelamin atau bersetubuh diluar pernikahan 
 Menurut Santrock (2002) bentuk-bentuk perilaku seks bebas, yaitu:
a.  Kissing yaitu sentuhan yang terjadi antara bibir diikuti dengan hasrat seksual.
b.  Necking yaitu acara seksual disekitar badan tapi belum ada kontak alat kelamin.
c.   Petting yaitu menempelkan alat kelamin tapi belum ada kontak alat kelamin.
d.  intercourse yaitu bersenggama atau kontak alat kelami.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk-bentuk perilaku seks bebas mencakup Kissing, necking, petting, sexual intercourse.

E.        FAKTOR PENYEBAB SEKS BEBAS
Menurut Ghifari (2003) perilaku negatif remaja terutama hubungannya dengan penyimpangan seksualitas, pada dasarnya bukan  murni tindakan diri mereka sendiri, melainkan ada faktor pendukung atau yang mensugesti dari luar. Faktor-faktor yang menjadi sumber penyimpangan tersebut adalah:
1.  Kualitas diri remaja itu sendiri seperti, perkembanggan emosional yang tidak sehat, mengalami hambatan dalam pergaulan sehat, kurang mendalami norma agama, ketidakmampuan menggunakan waktu luang.
2.  Kualitas keluarga yang tidak mendukung anak untuk berlaku baik, bahkan tidak menerima kasih sayang dari orang bau tanah dan pergeseran norma keluarga dalam membuatkan norma positif. Disamping itu keluarga tidak menunjukkan isyarat seks yang baik.
3.  Kualitas lingkungan yang kurang sehat, ibarat lingkungan masyarakat yang mengalami kesenjangan komunikasi antar tetangga.
4.  Minimnya kualitas informasi yang masuk pada remaja sebagai jawaban globalisasi, balasannya anak remaja sangat kesulitan atau jarang mendapatkan  informasi sehat dalam seksualitas.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Kaiser  (Kaiser Family Foundation)  (dalam Dariyo, 2004), hal-hal yang mendorong remaja melaksanakan kekerabatan seks di luar ijab kabul adalah:
a.  Hubungan seks: bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam masa pacaran. Seringkali remaja mempunyai pandangan yang salah bahwa masa pacaran merupakan masa di mana seseorang boleh mencintai maupun  dicintai oleh kekasihnya. Dalam hal ini, bentuk ungkapan rasa cinta (kasih sayang) dapat dinyatakan dengan banyak sekali cara, misalnya, sumbangan hadiah bunga, berpelukan, berciuman, dan bahkan melaksanakan kekerabatan seksual. Dengan anggapan yang salah ini, maka juga akan menyebabkan tindakan yang salah. Karena itu, sebelum pacaran, sebaiknya orang bau tanah wajib memberi pengertian yang benar kepada anak remajanya biar mereka tidak terjerumus pada tindakan yang salah.
b.  Kehidupan doktrin yang rapuh. Kehidupan beragama yang baik dan benar ditandai dengan pengertian, pemahaman dan ketaatan dalam menjalankan ajaran-ajaran agama dengan baik tanpa dipengaruhi oleh situasi kondisi apapun. Dalam keadaan apa saja, orang yang taat beragama, selalu dapat menempatkan diri dan mengendalika diri biar tidak berbuat hal-hal yang bertentanggan dengan aliran agama. Dalam hatinya, selalu ingat terhadap Tuhan, karena mata Yang Mahakuasa selalu mengawasi setiap perbuatan manusia. Oleh karena itu, ia tak akan melaksanakan kekerabatan seksual dengan pacarnya, sebelum menikah secara resmi. Ia akan menjaga kehormatan pacarnya, biar terhindar dari tindakan nafsu seksual sesaat. Bagi individu yang taat beragama, akan melaksanakan hal itu sebaik-baiknya. Sebaliknya, bagi individu yang rapuh imannya, cenderung mudah melaksanakan pelanggaran terhadap ajaran-ajaran agamanya. Agama hanya dijadikan  sebagai kedok atau topeng untuk mengelabui orang lain (pacar), sehingga tak heran, kemungkinan besar orang tersebut dapatmelakukan kekerabatan seksual pranikah.
c.   Faktor kematangan biologis. Dapat diketahui bahwa masa remaja ditandai dengan adanya kematangan biologis. Dengan kematangan biologis, seorang remaja sudah dapat melaksanakan fungsi reproduksi sebagai mana layaknya orang cukup umur lainnya, karena fungsi organ seksualnya telah bekerja secara normal. Hal ini membawa konsekuensi bahwa seorang remaja akan mudah terpengaruh oleh  stimulasi yang merangsang gairah seksualnya, misalnya, dengan melihat film porno, dongeng cabul. Kematangan biologis yang tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri, cenderung berakibat negatif, yaitu terjadi kekerabatan seksual pranikahdi masa pacaran remaja. Sebaliknya, kematangan biologis, disertai dengan kemampuan pengendalian diri akan membawa kebahagiaan remaja dimasa depannya, karena ia tidak akan melaksanakan kekerabatan seksual pranikah.                                         
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seks bebas yaitu kualitas diri yang rendah, kualitas keluarga, kualitas lingkungan yang kurang sehat, minimnya kualitas informasi yang masuk, bentuk penyaluran kasih sayang yang salah dalam masa pacaran, dan kematangan biologis yang
tidak disertai dengan kemampuan mengendalikan diri, cenderung berakibat negatif, yaitu terjadi kekerabatan seksual pranikah dimasa pacaran.
SEKS BEBAS
SEKS BEBAS
F.        AKIBAT YANG DITIMBULKAN SEKS BEBAS
Menurut Wilson (dalam Ghifari, 2003), bahaya  free sex mencakup ancaman bagi perkembangan mental (psikis), fisik dan masa depan remaja itu sendiri. Secara terperinci berikut ini lima ancaman utama free seks:
1.  Menciptakan kenangan buruk. Masih dikatakan “untung” jikalau hubungan   pranikah itu tidak ada yang mengekspos. Si gadis atau si jejaka terlepas dari malu dan cemoohan masyarakat. Tapi jikalau ternyata diketahui masyarakat, tentu yang malu bukan saja dirinya sendiri melainkan keluarganya sendiri dan peristiwa ini tidak akan pernah terlupakan oleh masyarakat sekitar. Hal ini tentu saja menjadi beban mental yang berat.
2.  Kehamilan yang tidak diharapkan (unwanted pregnancy).
Unwanted pregnancy membawa remaja pada dua pilihan, melanjutkan kehamilan atau menggugurkannya. Hamil dan melahirkan dalam usia remaja merupakan salah satu faktor risiko kehamilan yang tidak jarang membawa kematian ibu. Menurut Wibowo (1994) terjadinya perdarahan pada trisemester pertama dan ketiga, anemi dan persalinan kasip merupakan komplikasi yang sering terjadi pada kehamilan remaja. Selain itu kehamilan di usia muda juga berdampak pada anak yang dikandung, kejadian berat bayi lahir rendah (BBLR) dan kematian perinatal sering dialami oleh bayi-bayi yang lahir dari ibu usia muda. Menurut Affandi (1995) tingkat kematian anak pada ibu usia muda mencapai 2-3 kali dari kematian anak yang ibunya berusia 20-30 tahun.
Kehamilan yang terjadi jawaban seks pranikah bukan saja mendatangkan malapetaka bagi bayi yang dikandungnya juga menjadi beban mental yang sangat berat bagi ibunya mengigat kandungan tidak bisa di sembunyikan, dan dalam keadaan kalut ibarat ini biasanya terjadi depresi, terlebih lagi jikalau sang pacar kemudian pergi dan tak kembali.
3.  Pengguguran kandungan dan pembunuhan bayi. Banyak kasus bayi mungil yang gres lahir dibunuh ibunya. Sebagian dari bayi itu dibungkus plastik hidup-hidup, dibuang di kali, dilempar di tong sampah, dan lain-lain, ini suatu jawaban dari perilaku binatang yang pernah dilakukannya. Selain melanjutkan kehamilan tidak sedikit pula mereka yang mengalami unwanted pregnancy melaksanakan aborsi. Lebih kurang 60 % dari 1.000.000 kebutuhan pengguguran dilakukan oleh wanita yang tidak menikah termasuk para remaja. Sekira 70-80 % dari angka itu termasuk dalam kategori pengguguran yang tidak aman (unsafe abortion) yang juga merupakan salah satu factor yang menyebabkan kematian ibu.
4.  Penyakit Menular Seksual (PMS) – HIV/AIDS
Dampak lain dari perilaku seks bebas remaja terhadap kesehatan reproduksi ialah tertular PMS termasuk HIV/AIDS. Para remaja seringkali melaksanakan kekerabatan seks yang tidak aman dengan kebiasaan dengan berganti-ganti pasangan dan melaksanakan anal seks menyebabkan remaja semakin rentan untuk tertular PMS/HIV ibarat sifilis, gonore, herpes, klamidia, dan AIDS. Dari data yang ada menunjukkan bahwa diantara penderita atau kasus HIV/AIDS 53% berusia antara 15-29 tahun.
Si wanita atau si pria yang dulu pernah melaksanakan kekerabatan pranikah waktu pacaran lalu putus, cenderung ingin melaksanakan kekerabatan serupa dengan pria atau wanita lain mengigat seks sifatnya adiktif (ketergantungan), suatu waktu ia akan merasa “lapar” untuk melaksanakan kekerabatan intim dengan pasangan lain. Jika hal ini terus dilakukan, maka buka hal mustahil akan terjangkit penyakit kelamin.
5.  Keterlanjuran dan timbul rasa kurang hormat. Perilaku seks bebas (free sex) mengakibatkan suatu keterlibatan emosi dalam diri seorang pria dan wanita. Semakin sering hal itu dilakukan, semakin mendalam rasa ingin mengulangi sekalipun sebelumnya ada rasa sesal. Terlebih lagi bagi wanita, setiap permintaan sang pacar sangat sulit untuk ditolak karena takut ditinggalkan atau diputuskan. Sementara itu bagi laki-laki, melihat pasangannya begitu mudah diajak, akan terus berkurang rasa hormat dan rasa cintanya.
6.  Psikologis
Dampak lain dari perilaku seksual remaja yang sangat berafiliasi dengan kesehatan reproduksi ialah konsekuensi psikologis. Kodrat untuk hamil dan melahirkan menempatkan remaja perempuan dalam posisi terpojok yang sangat dilematis. Dalam pandangan masyarakat, remaja putri yang hamil merupakan malu keluarga yang melanggar norma-norma sosial dan agama. Penghakiman social ini tidak jarang meresap dan terus tersosialisasi dalam diri remaja putri tersebut. Perasaan bingung, cemas, malu, dan bersalah yang dialami relaja setelah mengetahui kehamilannya bercampur dengan perasaan depresi, pesimis terhadap masa depan yang kadang disertai dengan rasa benci dan marah baik kepada diri sendiri maupun kepada pasangan, dan kepada nasib yang membuat kondisi sehat secara fisik, sosial, dan mental yang berafiliasi dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi remaja tidak terpenuhi.

G.        PENANGGULANGAN DAMPAK SEKS BEBAS
Ada beberapa upaya prefentif yang bisa dilakukan untuk penanggulangan dampak seks bebas, antara lain:
1.  Pendidikan agama dan akhlak.
Pendidikan agama wajib ditanamkan sedini mungkin pada anak. Dengan adanya dasar agama yang berpengaruh dan telah tertanam pada diri anak, maka setidaknya dapat menjadi penyaring (filter) dalam kehidupannya. Anak dapat membedakan antara perbuatan yang harus dijalankan dan perbuatan yang harus dihindari.
2.  Pendidikan seks dan reproduksi.
Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi perihal sumbangan informasi alat kelamin dan banyak sekali macam posisi dalam berafiliasi kelamin. Hal ini tentunya akan membuat para orangtua merasa khawatir. Untuk itu perlu diluruskan kembali pengertian perihal pendidikan seks. pendidikan seks berusaha menempatkan seks pada perspektif yang sempurna dan mengubah anggapan negatif perihal seks. Dengan pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja bahwa seks ialah sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang, selain itu remaja juga dapat diberitahu mengenai banyak sekali perilaku seksual berisiko sehingga mereka dapat menghindarinya.
Remaja perlu mengetahui kesehatan reproduksi biar memiliki informasi yang benar mengenai proses reproduksi serta banyak sekali faktor yang ada di sekitarnya.Dengan informasi yang benar, diharapkan remaja memiliki sikap dan tingkah laku yang bertanggung jawab mengenai proses reproduksi.
Pendidikan seks merupakan episode dari pendidikan kesehatan reproduksi sehingga lingkup pendidikan kesehatan reproduksi lebih luasPendidikan kesehatan reproduksi mencakup seluruh proses yang berkaitan dengan sistem reproduksi dan aspek-aspek yang mempengaruhinya, mulai dari aspek tumbuh kembang hingga hak-hak reproduksi. Sedangkan pendidikan seks lebih difokuskan kepada hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan seks.
3.  Bimbingan orang tua.
Peranan orang bau tanah merupakan salah satu hal terpenting dalam menyelesaikan permasalahan ini. Seluruh orang bau tanah harus   memperhatikan perkembangan anak dan menunjukkan informasi yang benar perihal persoalan seks dan kesehatan reproduksi kepada anak. Orang bau tanah berkewajiban menunjukkan pendidikan kesehatan reproduksi kepada anak sedini mungkin ketika anak sudah mulai beranjak dewasa. Hal ini merupakan salah satu tindakan preventif biar anak tidak terlibat pergaulan bebas dan  dampak-dampak negatifnya. Selain itu orang bau tanah juga harus selalu mengawasi pergaulan anaknya. Dengan siapa mereka bergaul dan apa saja yang mereka lakukan di luar rumah. Setidaknya harus ada komunikasi antara anak dengan orang bau tanah setiap saat. Apabila anak menemukan masalah, maka orang bau tanah berkewajiban untuk membantu mencarikan solusinya.
4.  Meningkatkan acara remaja ke dalam acara yang produktif.
Melatih dan mendidik para remaja yang telah dipilih untuk menjadi anggota suatu organisasi, misalnya Karang Taruna, Karya Ilmiah Remaja, Pusat Informasi dan Konseling Pendidikan Reproduksi Remaja (karena remaja biasanya dapat lebih mudah melaksanakan komunikasi dan membicarakan persoalan tersebut antara sesamanya), dan kegiatan-kegiatan lain yang bermanfaat.
 
SEKS BEBAS
SEKS BEBAS

DAFTAR PUSTAKA

Glasier, Anna. Ed. 4. 2005. Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi. Jakarta: EGC.
Kauma, Fuad. 2002. Sensasi Remaja di Masa puber: Dampak Negatif dan Penanggulangannya. Jakarta: Kalam Mulia.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta: Arcan.
Miron, Amy G. dan Miron, Charles D. 2006. Bicara Soal Cinta, Pacaran, dan Seks kepada Remaja: Panduan Guru dan Orang Tua. Jakarta: Esensi.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.


0 Response to "PERILAKU SEKS BEBAS"

Posting Komentar