LAPORAN PENDAHULUAN
TUBERCULOSIS PARU
A.
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular
yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis.(Price dan Wilson, 2005).
Tuberkulosis
Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim
paru. ( Smeltzer, 2001). Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh mycobakterium tuberkulosa gejala yang sangat bervariasi (FKUI, 2001).
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru adalah
suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan
mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen
atau saprofit dan terutama menyerang parenkim paru
A.
Etiologi
Tuberkulosis paru adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe
humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm
dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid
inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol) sehingga
disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan
kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dingin
(dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan
menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob.
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari
pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi
penyakit tuberkulosis. (Amin, 2007)
Basil mikrobakterium
tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet
infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke).
keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar
akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum
tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberkulosis
yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut
tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru
oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk
kekebalan spesifik terhadap basil tersebuT.
Faktor predisposisi penyebab penyakit
tuberkulosis antara lain ( Elizabeth J
powh 2001)
1).
Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif
2).
Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam
terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV)
3).
Pengguna obat-obat IV dan alkoholik
4).
Individu tanpa perawatan yang adekuat
5).
Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by pass gatrektomi.
6).
Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika
Latin Karibia)
7).
Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara)
8).
Individu yang tinggal di daerah kumuh
9).
Petugas kesehatan
A.
Manifestasi Klinis
Keluhan yang diraskan pasien
pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali
dalam pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:
1.
Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi
kadang-kadang
pana badan dapat mencapai 40-410 Celsius. Serangan demam pertama
dapat sembuh sebentar ,tetapi kemudian
dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya hilang timbul demam influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak
pernah terbeba dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh
oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkolosis
masuk.
2.
Batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus.batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang
keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
minggu-mimggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk dimulai dari
batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradagan menjadi
produktif(menghasilkal sputum).
keadaan
yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang
pecah.kebanyakan batuk darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3.
sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak
nafas.sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.
4.
nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila
infiltrasinya radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis
.terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5.
Malaise dan kelelahan
Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala
malaise sering ditemukan berupa
anaoreksia tidak ada nafsu
makan,badan makin kurus (berat badan
turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi kselitan
tidur pada malam hari (Price, 2005).
Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi ilang timbul secara tidak teratur.
6. Takikardia
(Amin, 2007)
A.
Patofisiologi
Penularan
tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet,
ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat
tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini
terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis
adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T ) adalah
imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag
yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini
desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil
tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang
terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung
dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah
berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau
dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria
namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan
digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi
dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan
sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri
akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar
melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini
butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis
pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut
nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi
disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon
yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut
yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi
primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat
terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam
bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat
terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah
atau usus.
Kavitas
yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan
parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan tertutup
oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan
perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan
lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu
lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan
aktif.
Penyakit
dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil,
kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain. Jenis penyeban ini disebut
limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya
merupakan fenomena akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi
apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme yang
masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.
A.
Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan
keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
a.
Promotif
1.
Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
2. Pemberitahuan baik
melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
3.
Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b.
Preventif
1.
Vaksinasi BCG
2.
Menggunakan isoniazid (INH)
3. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan
lembab.
4. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS,
agar dapat diketahui secara dini.
2. Penatalaksanaan
secara medik
Dalam pengobatan TB
paru dibagi 2 bagian :
1.
Jangka pendek.
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan
jangka waktu 1 – 3 bulan.
*
Streptomisin injeksi 750 mg.
*
Pas 10 mg.
*
Ethambutol 1000 mg.
*
Isoniazid 400 mg.
2. Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu,
selama 13 – 18 bulan, tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi.
Terapi TB paru dapat dilakukan dengan minum obat
saja, obat yang diberikan dengan jenis :
* INH.
* Rifampicin.
* Ethambutol.
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan kesembuhan
menjadi 6-9 bulan.
3.
Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan dalam
pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
* Rifampicin.
* Isoniazid (INH).
* Ethambutol.
* Pyridoxin (B6).
H. KONSEP
DASAR KEPERAWATAN
1)
PENGKAJIAN
1. Identitas
klien: selain nama klien, asal kota dan daerah, jumlah keluarga.
2. Keluhan:
penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit.
3. Riwayat
penyakit sekarang:
Tanda
dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar
seperti: leher, inguinal, axilla dan sub mandibula.
4. Riwayat
penyakit dahulu
5. Riwayat
sosial ekonomi dan lingkungan.
*
Riwayat keluarga.
Biasanya keluarga ada yang mempunyai penyakit yang
sama.
*
Aspek psikososial.
Merasa dikucilkan dan tidak dapat berkomunikasi
dengan bebas, menarik diri.
*
Biasanya pada keluarga yang kurang
mampu.
Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk
sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak.Tidak bersemangat dan putus
harapan.
*
Lingkungan:
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman
yang padat, ventilasi rumah yang kurang sehingga pertukaran udara kurang,
daerah di dalam rumah lembab, tidak cukup sinar matahari, jumlah anggota keluarga
yang banyak.
Pola fungsi kesehatan.
1) Pola
persepsi sehat dan penatalaksanaan kesehatan.
Kurang menerapkan PHBS yang baik, rumah kumuh,
jumlah anggota keluarga banyak, lingkungan dalam rumah lembab, jendela jarang
dibuka sehingga sinar matahari tidak dapat masuk, ventilasi minim menybabkan
pertukaran udara kurang, sejak kecil anggita keluarga tidak dibiasakan
imunisasi.
2) Pola
nutrisi - metabolik.
Anoreksia, mual, tidak enak diperut, BB turun,
turgor kulit jelek, kulit kering dan kehilangan lemak sub kutan, sulit dan
sakit menelan.
3) Pola
eliminasi
Perubahan karakteristik feses dan urine, nyeri tekan
pada kuadran kanan atas dan hepatomegali, nyeri tekan pada kuadran kiri atas
dan splenomegali.
4) Pola
aktifitas – latihan
Pola aktivitas pada
pasien TB Paru mengalami penurunan karena sesak nafas, mudah lelah, tachicardia, jika melakukan aktifitas berat timbul
sesak nafas (nafas pendek).
5) Pola
tidur dan istirahat
sulit tidur, frekwensi tidur berkurang dari biasanya, sering berkeringat
pada malam hari.
6) Pola
kognitif – perceptual
Kadang terdapat nyeri tekan pada nodul limfa, nyeri
tulang umum, sedangkan dalam hal
daya
panca indera (perciuman, perabaan, rasa, penglihatan dan pendengaran) jarang ditemukan adanya gangguan
7) Pola
persepsi diri
Pasien tidak percaya diri, pasif, kadang pemarah, selain itu Ketakutan dan kecemasan
akan muncul pada penderita TB paru dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang
pernyakitnya yang akhirnya membuat kondisi penderita menjadi perasaan tak
berbedanya dan tak ada harapan. (Marilyn. E. Doenges, 2000)
8) Pola
peran – hubungan
Penderita dengan TB
paru akan mengalami gangguan dalam hal hubungan dan peran yang
dikarenakan adanya isolasi untuk menghindari penularan terhadap anggota
keluarga yang lain. (Marilyn. E. Doenges, 1999).
v Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan dan kelelahan
Tanda
: Kesulitan tidur pada malam atau
demam malam hari dan berkeringat pada malam hari
v Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan
Tanda
: Penurunan BB
v Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri dada meningkat
karena batuk, gangguan tidur pada malam hari
Tanda : pasien
meringis, tidur tidak nyenyak
v Pernapasan
Gejala : batuk berdarah, Batuk produktif, Sesak nafas, Takipnea
v Cardiovaskuler
Gejala :
takikardia
(Doengoes, 2000)
Pemeriksaan Fisik
*
Inspeksi
Konjungtiva
mata pucat karena anemia, malaise, badan kurus/ berat badan menurun. Bila
mengenai pleura, paru yang sakit terlihat agak tertinggal dalam pernapasan.
*
Perkusi
Terdengar suara redup
terutama pada apeks paru, bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi
memberikan suara hipersonar dan timpani. Bila mengenai pleura, perkusi
memberikan suara pekak.
*
Auskultasi
Terdengar suara napas
bronchial. Akan didapatkan suara napas tambahan berupa rhonci basah, kasar dan
nyaring. Tetapi bila infiltrasi ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napas
menjadi vesikuler melemah. Bila
terdapat kavitas yang cukup besar, auskultasi memberikan suara amforik. Bila
mengenai pleura, auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak
terdengar sama sekali.
*
Palpasi
badan teraba hangat (demam)
Pemeriksaan
Diagnostik
a. Pemeriksaan
Laboratorium
*
Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis
pada tahap aktif penyakit
*
Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk
usapan cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
*
Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradcrmal
antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara
berarti menunjukkan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara
klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi
disebabkan oleh mikobakterium yang berbeda.
*
Anemia bila penyakit berjalan menahun
* Leukosit
ringan dengan predominasi limfosit
* LED
meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut kembali normal pada
tahap penyembuhan.
* GDA :
mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru.
* Biopsi
jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB; adanya sel raksasa
menunjukkan nekrosis.
*
Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan
beratnya infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi air
dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
b.
Radiologi
*
Foto
thorax : Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh
primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat termasuk
rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikan TB yang lebih berat dapat
mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto thorax tampak pada sisi yang
sakit bayangan hitam dan diafragma menonjol ke atas.
*
Bronchografi
: merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan
paru karena TB.
*
Gambaran
radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah penebalan pleura, efusi
pleura atau empisema, penumothoraks (bayangan hitam radio lusen dipinggir paru
atau pleura).
c. Pemeriksaan
fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati,
peningkatan rasio udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi
oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan
paru dan penyakit pleural.
Data Subyektif
·
Pasien mengeluh panas
·
Batuk/batuk
berdarah
·
Sesak
bernafas
·
Nyeri
dada
·
Malaise
dan kelelahan
Data Obyektif
§ Ronchi
basah, kasar dan nyaring.
§ Hipersonor/timpani
bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberi suara limforik.
§ Atropi
dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
§ Bila
mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
§ Pembesaran
kelenjar biasanya multipel.
§ Benjolan/pembesaran
kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula.
§ Kadang
terjadi abses.
2)
Diagnosa
Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi
kuman tuberkulosis
2. Bersihan jalan napas tidak
efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya
batuk buruk, edema trakeal/faringeal.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran
alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial.
4. Gangguan keseimbangan
nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang
sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, penurunan kemampuan
finansial.
5. Nyeri akut berhubungan
dengan inflamasi paru, batuk menetap.
6. Hipertermi berhubungan
dengan proses inflamasi aktif.
7. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
8. Kurang pengetahuan tentang
kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan,
informasi yang tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif
3)
Rencana
Tindakan
Dx 1
Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan
dengan adanya infeksi kuman tuberkulosis.
Tujuan:
Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan
tindakan keperawatan dalam waktu 3x 24 jam.
Kriteria Hasil :
-
Klien
mengidentifikasi interfensi untuk mencegah resiko penyebaran infeksi
-
Klien
menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup dalam melakkan
lingkungan yangnyaman.
-
TB
yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi
Intervensi
1.
Kaji
patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama
batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi.
Untuk Membantu pasien menyadari/
menerima perlunya mematuhi program pengobatan untukmencegah pengaktifan
berrulang. Pemahaman bagaimana penyakit disebarkan dan kesadarankemungkinan
tranmisi membantu pasien / orang terdekat untuk mengambil langkah mencegah
infeksike orang lain
2.
Identifikasi
orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib, dan tetangga.
Orang-orang yang terpajan ini perlu
program terapi obat untuk mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.
3. Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin
dan mengeluarkan dahak pada tisu, menghindari meludahsembarangan, kaji
pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong
untukmengulangi demonstrasi.
Perilaku yang diperlukan untuk
melakukan pencegahan penyebaran infeksi.
4. Kaji tindakan kontrol infeksi
sementara, contoh masker/ isolasi pernafasan.
Dapat membantu menurunkan rasa
terisolasi pasien an membuang stigma sosial sehubungandengan penyakit menular.
5. Observasi TTV (suhu tubuh).
Untuk mengetahui keadaan umum klien
karena reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.
6. Identifikasi faktor resiko individu
terhadap pengaktifan berulang tuberkolusis, contoh tahanan bawah gunakan obat
penekan imun adanya dibetes militus, kanker, kalium.
7. Pengetahuan
tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan
menghindarimenurunkan insiden eksaserbasi.
8. Tekankan pentingnya tidak
menghentikan terapi obat.
Periode singkat berakhir 2-3 hari
setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga/ penyakitluas sedang, resiko
penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
9. Dorong memilih/ mencerna makanan
seimbang, berikan sering makanan kecil dan makanan besardalam jumlah yang
tepat.
Adanya anoreksia dan malnutrisi
sebelumnya merendahkan tahanan terhadap proses infeksi danmengganggu
penyembuhan.
10. Kolaborasi dengan dokter tentang
pengobatan dan terapi.
Untuk mempercepat penyembuhan infeksi.
Dx
2
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan
dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema
trakeal/faringeal.
Tujuan:
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama
2x30 menit, diharapkan bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil
:
-
pasien
melaporkan sesak berkurang
-
pernafasan
teratur
-
ekspandi
dinding dada simetris
-
ronchi
tidak ada
-
sputum
berkurang atau tidak ada
-
frekuensi
nafas normal (16-24)x/menit
Intervensi
Mandiri
1)
Auskultasi
suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal
Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan
dengan obstruksi jalan napas
2)
Monitor
usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan
Untuk menentukan
intervensi yang tepat dan mengidentifikasi derajat kelainan pernafasan
3)
Observasi
produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang
Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan
otak
4)
Pantau
tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan
Untuk
mengetahui keadaan umum pasien
5)
Berikan
posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi
Meningkatkan ekspansi paru
optimal
6)
Ajarkan
klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan sadar
Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret
sehingga jalan nafas klien kembali
efektif
7)
Berikan
klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada kontraindikasi
Untuk meningkatkan rasa nyaman pasien dan
membantu pengeluaran sekret
8)
Lakukan
fisioterapi dada sesuai indikasi
Fisioterapi dada
terdiri dari postural drainase, perkusi dan fibrasi yang dapat membantu
dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas klien kembali efektif
9)
Lakukan
suction bila perlu
Membantu dalam pengeluaran sekret klien
sehingga jalan nafas klien kembali
efektif secara mekanik
10)
Lakukan
pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi
Membantu
membebaskan jalan napas
Kolaborasi
a.
Berikan
O2 sesuai indikasi
Memenuhi
kebutuhan O2
b.
Berikan
obat sesuai indikasi misalnya bronkodilator, mukolitik, antibiotik, atau
steroid
Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi
Dx 3
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
berkurangnya keefektifan kerusakan membran alveolar kapiler.
Tujuan: Setelah diberikan askep selama 2x30 menit
diharapkan pertukaran gas kembali efektif dengan kriteria :
·
Pasien melaporkan keluhan sesak
berkurang
·
Pasien melaporkan tidak letih atau lemas
·
Napas teratur
·
Tanda vital stabil
·
Hasil
AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100 mmH
Intervensi :
Mandiri
1. Mengkaji
frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, napas
bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang
Berguna dalam evaluasi derajat
distress pernapasan atau kronisnya proses penyakit
2. Mengobservasi
warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta mencatat adanya sianosis perifer
(kuku) atau sianosis pusat (circumoral).
Sianosis kuku menggambarkan
vasokontriksi/respon tubuh terhadap demam. Sianosis cuping hidung, membran
mukosa, dan kulit sekitar mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia
sistemik
3. Mengobservasi
kondisi yang memburuk. Mencatat adanya hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan
dalam tingkat kesadaran, serta dispnea berat dan kelemahan.
Mencegah kelelahan dan mengurangi
komsumsi oksigen untuk memfasilitasi resolusi infeksi.
4. Menyiapkan
untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis jika diindikasikan
Shock dan oedema paru-paru
merupakan penyebab yang sering menyebabkan kematian memerlukan intervensi medis
secepatnya. Intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan pada kondisi
insufisiensi respirasi berat.
Kolaborasi
1)
Memberikan
terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul dan masker
Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg, oksigen yang
diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien
2) Memonitor
ABGs, pulse oximetry.
Untuk memantau
perubahan proses penyakit dan memfasilitasi perubahan
Dx
4
Gangguan
keseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah dan
intake tidak adekuat.
Tujuan: Setelah
diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat,
dengan kriteria hasil:
· Menunjukkan
berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan
bebas tanda malnutrisi.
· Melakukan
perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang
tepat.
Intervensi:
Mandiri
1. Catat
status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa
mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Berguna dalam mendefinisikan derajat
masalah dan intervensi yang tepat
2. Kaji ulang
pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Membantu intervensi kebutuhan yang
spesifik, meningkatkan intake diet pasien.
3. Monitor
intake dan output secara periodik.
Mengukur keefektifan nutrisi dan
cairan.
4. Catat
adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan
medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Dapat
menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan
intake nutrisi.
5. Anjurkan
bedrest.
Membantu menghemat energi khusus
saat demam terjadi peningkatan metabolik.
6. Lakukan
perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat
merangsang muntah.
7. Anjurkan
makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Memaksimalkan intake nutrisi dan
menurunkan iritasi gaster.
Kolaborasi:
1.
Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Memberikan bantuan dalarn perencaaan
diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.
2. Awasi
pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi
dan perubahan program terapi.
Dx
5
Nyeri akut
berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap
Tujuan:
Setelah
diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau terkontrol,
dengan KH:
·
Menyatakan nyeri berkurang atau terkontrol
·
Pasien tampak rileks
Intervensi:
Mandiri
1. Observasi
karakteristik nyeri, mis tajam, konstan , ditusuk. Selidiki perubahan karakter
/lokasi/intensitas nyeri.
Nyeri merupakan respon subjekstif
yang dapat diukur
2. Pantau
TTV
Perubahan frekuensi jantung TD
menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan
tanda vital telah terlihat.
3. Berikan tindakan
nyaman mis, pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang, relaksasi/latihan
nafas
Tindakan non analgesik diberikan
dengan sentuhan lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek
terapi analgesik.
4. Tawarkan
pembersihan mulut dengan sering.
Pernafasan mulut dan terapi oksigen
dapat mengiritasi dan mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan
umum.
5.
Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama
episode batuk.
Alat untuk mengontrol
ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.
Kloaborasi
1. Kolaborasi
dalam pemberian analgesik sesuai indikasi
Obat ini dapat digunakan untuk
menekan batuk non produktif, meningkatkan kenyamanan
Dx
6
Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif.
Tujuan
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam diharapkan hipertermi dapat
diatasi, dengan kriteria hasil :
-
Pasien
melaporkan panas badannya turun.
-
Kulit
tidak merah.
-
Suhu
dalam rentang normal : 36,5-37,70C.
-
Nadi
dalam batas normal : 60-100 x/menit.
-
Tekanan
darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg.
-
RR
dalam batas normal : 16-20x/menit.
Intervensi
:
Mandiri
1)
Pantau
TTV
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
2)
Observasi
suhu kulit dan catat keluhan demam
Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien
3)
Berikan
masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali ada kontraindikasi.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
4) Berikan kompres air biasa/hangat
Untuk menurunkan suhu tubuh
Kolaborasi
1)
Kolaborasi
pemberian cairan IV.
Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi
2)
Kolaborasi
pemberian obat antipiretik
Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung di
hipotalamus
Dx
7
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen.
Tujuan:
Setelah
diberikan tindakan keperawatan pasien diharapkan mampu melakukan aktivitas
dalam batas yang ditoleransi dengan kriteria hasil:
· Melaporkan
atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat diukur dengan
adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
Intervensi:
1. Evaluasi
respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan atau kelelahan.
Menetapkan kemampuan atau kebutuhan
pasien memudahkan pemilihan intervensi
2. Berikan
lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Menurunkan stress dan rangsanagn
berlebihan, meningkatkan istirahat
3. Jelaskan
pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas
dan istirahat.
Tirah baring dipertahankan selama
fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy untuk
penyembuhan.
4. Bantu
pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat.
Pasien mungkin nyaman dengan kepala
tinggi, tidur di kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.
5. Bantu
aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan
aktivitas selama fase penyembuhan.
Meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Dx
8
Kurang
pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak
ada yang menerangkan, informasi yang tidak akurat, terbatasnya
pengetahuan/kognitif
Tujuan:
Setelah
diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan
kriteria hasil:
Menyatakan
pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan.
·
Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki
kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru.
·
Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan
evaluasi/intervensi.
·
Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
1. Kaji
ulang kemampuan belajar pasien misalnya: perhatian, kelelahan, tingkat
partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Kemampuan belajar berkaitan dengan
keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan
pasien.
2. Berikan
Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Informasi tertulis dapat membantu
mengingatkan pasien.
3. Jelaskan penatalaksanaan
obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama.
Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Meningkatkan partisipasi pasien
mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.
4. Jelaskan tentang
efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit
kepala, peningkatan tekanan darah. Mencegah keraguan terhadap
pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.
5. Anjurkan
pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH. Kebiasaan
minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis
6. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan
menjalani terapi etambutol. Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu
melihat warna hijau.
7. Berikan
gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja
di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan..
Debu
silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
8. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan
resiko kambuh lagi.
Pengetahuan
yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi
Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura,
empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal, fistula
bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.
4)
Evaluasi
Dx 1 : Bersihan
jalan nafas pasien kembali efektif
Dx 2 : pertukaran gas pasien efektif
Dx 3 : Nutrisi terpenuhi/ adekuat
Dx 4 : Nyeri berkurang atau hilang
Dx 5 : Suhu tubuh pasien kembali normal
Dx 6 : Klien dapat beraktivitas tanpa kelelahan
Dx 7 : Klien tahu dan mengerti tentang penyakit serta
pengobatannya
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30
Oktober 2012 jam 09.03 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/
Anonim. 2002. Tuberkulosis Pedoman diagnosis &
Penatalaksanaan Di Indonesia. diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam
10.15 dari http://www.klikpdpi.com/
konsensus/tb/tb.pdf 2002
Barbara, C.L., 1996, Perawatan Medikal Bedah (suatu
pendekatan proses keperawatan), Bandung
Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru. Diakses
tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari http://www.scribd.com /doc/52033675/
Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Ed.
3, EGC: Jakarta.
Mansjoer, Arif.
1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I.
Jakarta:Media Aeculapius
Nanda.2005.Panduan Diagnosa
Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi 2005-2006.
Editor
: Budi Sentosa.Jakarta:Prima Medika
Price, S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Jakarta : EGC
Smeltzer, C.S.2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC
Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI.
0 Response to "LAPORAN PENDAHULUAN TB PARU (TUBERKULOSIS)"
Posting Komentar