ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM

        ASUHAN KEPERAWATAN ANAK  DENGAN KEJANG DEMAM 
          1. Pengertian
           Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,40°c tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas 1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009). Kejang demam dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks (Schwartz, 2005). Di Asia sekitar 70% - 90% dari seluruh kejang demam merupakan kejang demam sederhana dan sisanya merupakan kejang demam kompleks (Karemzadeh, 2008).
           Kejang demam adalah kejang  yang timbul pada saat bayi atau anak mengalami demam akibat proses diluar intrakranial tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang perlu diwaspadai karena dapat terjadi berulang dan dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak (Tikoalu J.R, 2009).
            Berdasarkan pengertian diatas penulis menyimpulkan Kejang demam adalah kejadian pada bayi atau anak yang mengalami peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal yaitu ≥ 38,8°C dan disertai dengan kejang.

         2.Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian besar anak dipicu oleh      tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8°C dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).
3.  Patofisiologi
      Pada keadaan demam, kenaikan suhu sebanyak 1º C akan menyebabkan kenaikan kebutuhan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat sebanyak 20%. Pada seorang anak yang berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan dari membran sel neuron. Dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, akibatnya terjadinya lepasan muatan listrik. Lepasan muatan listrik ini dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel tetangganya dengan bantuan neurotransmitter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung pada tinggi atau rendahnya ambang kejang seseorang anak pada kenaikan suhu tubuhnya. Kebiasaannya, kejadian kejang pada suhu 38ºC, anak tersebut mempunyai ambang kejang yang rendah, sedangkan pada suhu 40º C atau lebih anak tersebut mempunyai ambang kejang yang tinggi. Dari kenyataan ini dapat disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah (Latief et al., 2007).

          4. Manifestasi Klinis
       Kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Adapun tanda- tanda kejang demam meliputi :
  • Demam yang biasanya di atas (38,9 º C)
  • Jenis kejang (menyentak atau kaku otot)
  • Gerakan mata abnormal (mata dapat berputar-putar atau ke atas)
  • Suara pernapasan yang kasar terdengar selama kejang
  • Penurunan kesadaran
  • Kehilangan kontrol kandung kemih atau pergerakan usus
  • Muntah
  • Dapat menyebabkan mengantuk atau kebingungan setelah kejang dalam waktu yang singkat (Lyons, 2012)

         5. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemeriksaan penunjang yang diperlukan dalam mengevaluasi kejang demam, diantaranya sebagai berikut :
  • Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan ini tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit, gula darah dan urinalisis (Saharso et al., 2009). Selain itu, glukosa darah harus diukur jika kejang lebih lama dari 15 menit dalam durasi atau yang sedang berlangsung ketika pasien dinilai (Farrell dan Goldman, 2011).

    7. Manajemen Medik
  • Terapi farmakologi

 Pada saat terjadinya kejang, obat yang paling cepat diberikan untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal sebanyak 20 mg.
Obat yang dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosisnya sebanyak 0,5-0,75 mg/kg atau 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang daripada 10 kg dan 10 mg untuk anak yang mempunyai berat badan lebih dari 10 kg. Selain itu, diazepam rektal dengan dosis 5 mg dapat diberikan untuk anak yang dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun. Apabila kejangnya belum berhenti, pemberian diapezem rektal dapat diulangi lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Anak seharusnya dibawa ke rumah sakit jika masih lagi berlangsungnya kejang, setelah 2 kali pemberian diazepam rektal. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg (UUK Neurologi IDAI, 2006).
Jika kejang tetap belum berhenti, dapat diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20 mg/ kg/ kali dengan kecepatan 1 mg/ kg/ menit atau kurang dari 50 mg/menit. Sekiranya kejang sudah berhenti, dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/ kg/ hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Jika kejang belum berhenti dengan pemberian fenitoin maka pasien harus dirawat di ruang intensif. Setelah kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor risikonya (UUK Neurologi IDAI, 2006).

MAU VERSI LEBIH LENGKAP ? SILAHKAN DOWNLOAD FILE DIBAWAH INIAcademia Edu || Scrib





0 Response to "ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM "

Posting Komentar