LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN GIZI BURUK

Laporan Pendahuluan Keluarga Dengan Gizi Buruk

KELUARGA DENGAN GIZI BURUK

KELUARGA

         A.    DEFINISI
Pengertian keluarga akan berbeda-beda. Hal ini bergantung pada orientasi yang digunakan dan orang yang mendefinisikannya. Marilyn M. Friedman (1998) mendefinisikan bahwa keluarga ialah dua orang atau lebih yang disatukan oleh ikatan-ikatan kebersamaan dan ikatan emosional dan yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai episode dari keluarga. Menurut UU No. 10 1992, keluarga ialah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami-isteri, atau suami-isteri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Definisi lain keluarga ialah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, bisa memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan, memiliki kekerabatan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya (BKKBN 1999, cit Setyowati 2008).

           B.     CIRI-CIRI KELUARGA
1.      Diikat tali perkawinan
2.      Ada hubungan darah
3.      Ada ikatan batin
4.      Tanggung jawab masing –masing
5.      Ada pengambil keputusan
6.      Kerjasama
7.      Interaksi
8.      Tinggal dalam suatu rumah

C.    STRUKTUR KELUARGA
1.      Struktur peran keluarga, formal dan informal
2.      Nilai/ norma keluarga, norma yg diyakini oleh keluarga. Berhubungan dengan kesehatan
3.      Pola komunikasi keluarga, bagaimana komunikasi orangtua anak, ayah ibu, & anggota lain
4.      Struktur kekuatan Keluarga, kemampuan Mempengaruhi dan mengendalikan orang lain untuk kesehatan

           Ciri - Ciri Struktur Keluarga
Menurut Anderson Carter , dikutip Nasrul Effendy (1998), dibagi menjadi 3 yaitu:
1.      Terorganisasi: Saling berhubungan, saling ketergantungan antara anggota keluarga.
2.      Ada Keterbatasan: Setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya masing -masing.
3.      Ada perbedaan dan kekhususan: Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing - masing.

Struktur Keluarga (Ikatan Darah) :
1.      Patrilineal, keluarga sedarah terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana kekerabatan Itu berasal dari jalur ayah
2.      Matrilineal, keluarga sedarah terdiri sanak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana kekerabatan Itu berasal dari jalur ibu
3.      Matrilokal, suami istri tinggal pada keluarga sedarah istri
4.      Patrilokal, suami istri tinggal pada keluarga sedarah suami
5.      Keluarga kawinan, kekerabatan Suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan sanak saudara baik dari pihak suami dan istri

Pemegang Kekuasaan
1.      Patriakal, lebih banyak didominasi dipihak ayah
2.      Matriakal, lebih banyak didominasi di pihak ibu
3.      Equalitarian, ayah dan ibu

            D.    PERAN KELUARGA
Berbagai peranan yang terdapat didalam keluarga menurut Nasrul Effendy (1998), ialah sebagai berikut :
1.      Peran ayah: Ayah sebagai suami dari istri dan anak – anak, berperan sebagai pencari nafkah,pendidik, pelindung, dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.
2.      Peran ibu: Sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya. Ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak – anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah pemanis dalam keluarganya.
3.      Peran anak: Anak – anak melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

            E.     TIPE KELUARGA
Secara tradisional keluarga dikelompokan menjadi dua, yaitu: (Suprajitno, 2004)
1.      Keluarga inti (nuclear family) ialah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
2.      Keluarga besar (extended family) ialah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai kekerabatan darah (kakek-nenek, paman-bibi).
Namun, dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme, pengelompokan tipe keluarga selain kedua keluarga di atas berkembang menjadi: (Suprajitno, 2004)
2.      Keluarga bentukan kembali (dyadic family) ialah keluarga gres yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
3.      Orang renta tunggal (single parent family) ialah keluarga yang terdiri dari salah satu orang renta dengan bawah umur akhir perceraian atau ditinggal pasangannya.
4.      Ibu dengan anak tanpa perkawinan (the unmarried teenage mother).
5.      Orang cukup umur (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the single adult living alone). Kecendrungan di Indonesia juga meningkat dengan dalih tidak mau direpotkan dengan pasangan atau anaknya kelak kalau menikah.
6.      Keluarga dengan anak tanpa kesepakatan nikah sebelumnya (the nonmarital heterosexual cohabiting family).
7.      Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (guy and lesbian family).
Sedangkan Menurut Nasrul Effendy (1998), tipe keluarga terdiri dari :
1.      Keluarga inti (Nuclear Family)
Adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak- anak.
2.      Keluarga besar (Extended Family)
Adalah keluarga inti di tambah sanak saudara, misalnya ; nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
3.      Keluarga berantai (Serial Family)
Adalah keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga inti.
4.      Keluarga duda atau janda (Single Family)
Adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau kematian.
5.      Keluarga berkomposisi (Compocite)
Adalah keluarga yang berpoligami yang hidup bersama.
6.      Keluarga kabitas (Cahabitation)
Adalah keluarga yang terdiri dari dua orang menjadi satu tanpa kesepakatan nikah tetapi membentuk satu keluarga.

            F.     FUNGSI KELUARGA
Friedman (1998) mengidentifikasi lima fungsi dasar keluarga, sebagai berikut:
1.      Fungsi afektif (the affective function) ialah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga bekerjasama dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
2.      Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social placement function) ialah fungsi membuatkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk bekerjasama dengan orang lain di luar rumah.
3.      Fungsi reproduksi (the reproductive function) ialah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
4.      Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk membuatkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5.      Fungsi perawatan/ pemeliharaan kesehatan (the health care function). Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan, yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam menunjukkan asuhan kesehatan mensugesti status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari peran kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat melaksanakan peran kesehatan berarti sanggup menyelesaikan problem kesehatan (Setyowati, 2008).

            G.    TUGAS KELUARGA DI BIDANG KESEHATAN
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai peran di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi: (Suprajitno, 2004)
1.      Mengenal problem kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang renta perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak pribadi menjadi perhatian orang tua/ keluarga.
2.      Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga
Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara anggota keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh keluarga diharapkan tepat semoga problem kesehatan dapat dikurangi bahkan teratasi. Dalam hal ini termasuk mengambil keputusan untuk mengobati sendiri.
3.      Merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
sering kali keluarga telah mengambil tindakan yang tepat dan benar. Tetapi keluarga mempunyai keterbatasan yang telah diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan semoga problem yang lebih parah tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau di rumah apabila keluarga telah memiliki kemampuan melaksanakan tindakan untuk pertolongan pertama.
4.      Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga.
5.      Memanfaatkan akomodasi pelayanan kesehatan di sekitarnya bagi keluarga.

H.    TUGAS PERKEMBANGAN SESUAI DENGAN TAHAP PERKEMBANGAN (DUVAL)
(SOCIOLOGICAL PERSPECTIVE)
1.      Keluarga gres menikah
    • membina kekerabatan Intim
    • bina hubungan dengan keluarga lain: sahabat dan kelompok sosial
    • mendiskusikan rencana punya anak
2.      Keluarga. Dengan anak gres lahir
§  persiapan menjadi orang tua
§  adaptasi keluarga gres , interaksi keluarga, kekerabatan Seksual
3.      Keluarga dengan anak usia pra sekolah
§  memenuhi kebutuhan Anggota keluarga : rumah, rasa aman
§  membantu anak untuk bersosialisasi
§  mempertahankan hubungan yg sehat keluarga intern dan luar
§  pembagian tanggung jawab
§  kegiatan untuk stimulasi perkembangan Anak
4.      Keluarga dengan anak usia sekolah
§  membantu sosialisasi anak dengan lingkungan luar
§  mempertahankan keintiman pasangan
§  memenuhi kebutuhan yang meningkat
5.      Keluarga dengan anak remaja
§  memberikan kebebasan seimbang dan bertanggug jawab
§  mempertahankan kekerabatan Intim dengan keluarga
§  komunikasi terbuka : hindari, debat, permusuhan
§  persiapan perub. Sistem peran
6.      Keluarga mulai melepas anak sebagai dewasa
§  perluas jar. Keluarga dari keluarga inti ke extended
§  pertahnakan keintiman pasanagan
§  mabantu anak untuk berdikari sbg keluarga baru
§  penataan kembali peran orang tua
7.      Keluarga usia pertengahan
§  pertahankan keseh. Individu dan pasangan usia pertengahan
§  hubungan Serasi dan memuaskan dengan anak- anaknya dan sebaya
§  meningkatkan keakraban pasangan
8.      Keluarga usia tua
§  pertahankan suasana saling menyenangkan
§  adapatasi perubahan : kehil.pasangan,kek. Fisik,penghasilan
§  pertahankan keakraban pasangan
§  melakukan life review masa lalu
Laporan Pendahuluan Keluarga Dengan Gizi Buruk

I.       KELOMPOK KELUARGA DI INDONESIA BERDASARKAN SOSIAL EKONOMI DAN KEBUTUHAN DASAR
1.      Prasejatera
belum dapat memenuhi kebutuhan dasar minimal: pengajaran agama, sandang, papan, pangan, kesehatan atau keluarga belum dapat memenuhi salah satu / lebih indikator KS tahap I.
2.      Keluarga Sejahtera I (KS I)
Telah dapat memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, tetapi belum dapat sosial psikologis, pendidikan, KB, interaksi lingkungan.
Indikator : ibadah sesuai agama, makan 2 kali sehari, pakaian berbeda tiap keperluan, lantai bukan tanah, kesehatan : anak sakit, ber-KB, dibawa kesarana kesehatan
3.      Keluarga Sejahtera II (KS II)
Indikator : belum dapat menabung, ibadah (anggota keluarga ) sesuai agama, makan 2 kali sehari, pakaian berbeda, lantai bukan tanah, kesehatan (idem), daging/ telur minimal 1 kali seminggu, Pakaian gres setahun sekali, Luas lantai 8m2 per orang, Sehat 3 bulan terakhir, Anggota yang berumur 15 tahun keatas punya penghasilan tetap, Umur 10, 60 tahun dapat baca tulis, Umur 7-15 tahun bersekolah, Anak hidup 2/lebih, keluarga PUS ketika ini berkontrasepsi.
4.      Keluarga Sejahtera III (KS III)
Indikator : belum berkontribusi pada masyarakat, ibadah sesuai agama,
pakaian berbeda tiap keperluan, lantai bukan tanah, kesehatan idem, anggota melaksanakan ibadah, daging / telur seminggu sekali, memperoleh pakaian gres dalam satu tahun terakhir, luas lantai 8 m2 perorang, anggota keluarga sehat dalam 3 bulan terakhir, keluarga berumur 15 th punya penghasilan tetapbaca tulis latin 10 –60 thusia 7-15 bersekolahanak hidup 2/ lebih, pus ketika ini ber kbupaya meningk agamakeluarga punya tabunganmakan bersama sehari sekaliikut keg. Masyarakatrekreasi 6 bl sekaliinformasi dari mass mediamenggunakan transportasi,
5.      Keluarga Sejahtera Tahap III Plus
dapat memenuhi seluruh kebutuhannya: dasar, sosial, pengembangan, kontribusi pada masyarakat, indikator KS III + (ditambah), menunjukkan sumbangan.
Indicator Gakin :
Tak bisa makan 2 kali sehari atau lebihTdk daging/ikan /telur / ahad sekaliTdk pakaian beda tiap aktifitasTdk pakain baru, satu stel /tahunLantai mayoritas tanahLantai kurang dari 8 meter persegi untuk setiap penghuniTdk ada anggota umur 15 tahun berpenghasilan tetapAnak sakit/pus ingin kb tak bisa ke yankesAnak 7-15 tahun tak berekolah

J.      KELUARGA SEBAGAI SISTEM
keluarga merupakan sistem sosial yg terdiri kumpulan 2 /lebih yg punya peran sosial yg berbeda dengan ciri saling bekerjasama Dan tergantung antar individu
Alasan Keluarga Sbg Sistem
1.      Keluarga punya subsistem : anggota, fungsi, peran aturan , budaya
2.      Saling berhub dan ketergantungan
3.      Unit terkecil dari masy. Sbg suprasistem
Komponen Sistem Keluarga
1.      Input, anggota keluarga, struktur, fungsi, aturan, ling, budaya, agama
2.      Proses, proses pelaksanaan fungsi keluarga
3.      Out put, hasil berupa perilaku : sosial, agama, kesh,
4.      Feedback, pengontrol perilaku keluarga
Karakteristik Keluarga Sebagai Sistem
1.      Sistem terbuka, sistem yg punya kesempatan dan mau mendapatkan / memperhatikan lingk. Sekitar
2.      Sistem tertutup, kurang punya kesempatan, kurang mau mendapatkan /memberi perhatian pada lingk. Sekitar

K.    STANDAR PRAKTIK KELUARGA PPNI
1.      Standar praktik profesional
§  stndar i : pengkajian
§  standar ii : diagnosis
§  standar iii : perencanaan
§  standar iv : pelaks. Tind.
§  standar v : evaluasi
2.      Standar kinerja profesional
§  Standar i : jaminan mutu
§  Standar ii : pendidikan
§  Standar iii : penilaian prestasi
§  Standar iv : kesejawatan
§  Standar v : etik   
§  Standar vi : kolaborasi
§  Standar vii ; riset
§  Standar ix : pemnafaatan sumber

L.     MASALAH KEPERAWATAN KESEHATAN KELUARGA
1.      Bahaya fisik
§  Penyakit
§  Kegemukan
§  Kecelakaan
§  Kecanggungan
§  Kesederhanaan
2.      Bahaya Psikologis
§  Bahaya dalam konsep diri
§  Bahaya moral
§  Bahaya yang menyangkut minat
§  Bahaya dalam penggolongan peran seks
§  Bahaya dalam perkembangan kepribadian
§  Bahaya kekerabatan keluarga

M.   TAHAP IV : KELUARGA DENGAN ANAK SEKOLAH FAMILY WITH SCHOOL CHILDREN ( OLDEST CHILD 6 - 13  YEARS )
1.      Keluarga mencapai jumlah anggota yang maksimal, keluarga sangat sibuk
2.      Aktivitas sekolah, anak punya acara masing-masing
3.      Orang renta berjuang dengan tuntutan ganda : perkembangan anak & dirinya
4.      Orang renta berguru menghadapi/ membiarkan anak pergi ( dengan sahabat sebayanya )
5.      Orang renta mulai mencicipi tekanan yg besar dari komunitas di luar rumah (sistem sekolah)



Laporan Pendahuluan Keluarga Dengan Gizi Buruk
GIZI BURUK

A.    EPIDEMIOLOGI
Masalah gizi ialah problem kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan problem ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang mendukung contoh hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mensugesti tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index (HDI). Secara umum di Indonesia terdapat dua problem gizi utama yaitu kurang gizi makro dan kurang gizi mikro Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalah gizi makro ialah problem gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro umumnya disertai dengan kekurangan zat gizi mikro.

B.     DEFINISI
Gizi buruk ialah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Status  gizi  buruk  dibagi  menjadi  tiga  bagian, yakni  gizi  buruk  karena  kekurangan  protein  (disebut  kwashiorkor), karena kekurangan  karbohidrat  atau  kalori  (disebut  marasmus),  dan  kekurangan  kedua-duanya.  Gizi  buruk  ini  biasanya  terjadi  pada  anak  balita  (bawah  lima  tahun)  dan ditampakkan  oleh  membusungnya  perut  (busung  lapar). Zat  gizi  yang  dimaksud  bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe malnutrition) ialah suatu istilah  teknis  yang  umumnya  dipakai  oleh  kalangan  gizi,  kesehatan  dan  kedokteran. Gizi  buruk  adalah  bentuk  terparah  dari  proses  terjadinya  kekurangan  gizi  menahun (Nency, 2005).
Anak  balita  (bawah  lima  tahun)  sehat  atau  kurang  gizi  dapat  diketahui  dari pertambahan  berat  badannya  tiap  bulan  sampai  usia  minimal  2  tahun  (baduta). Apabila  pertambahan  berat  badan  sesuai  dengan  pertambahan  umur  menurut  suatu  standar  organisasi  kesehatan  dunia,  dia  bergizi  baik.  Kalau  sedikit  dibawah  standar disebut bergizi kurang  yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Makara istilah gizi buruk ialah salah satu bentuk kekurangan gizi tingkat  berat atau akut (Pardede, J, 2006).

C.    ETIOLOGI
Banyak faktor yang menjadikan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut UNICEF ada dua penyebab pribadi terjadinya gizi buruk, yaitu :
  1. Kurangnya asupan gizi dari makanan. Hal ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi yaitu kemiskinan.
  2. Akibat terjadinya penyakit yang menjadikan infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik.
Faktor lain yang menjadikan terjadinya kasus gizi buruk yaitu:
1.    Faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan terjangkau oleh masyarakat
2.    Perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan pengasuhan asuh anak
3.    Pengelolaan yang buruk dan perawatan kesehatan yang tidak memadai.
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), ada 3 faktor penyebab gizi buruk pada balita, yaitu:
1.    Keluarga miskin
2.    Ketidaktahuan orang tua atas perlindungan gizi yang baik bagi anak
3.    Faktor penyakit bawaan pada anak, seperti: jantung, TBC, HIV/AIDS, saluran pernapasan dan diare.

D.    KLASIFIKASI GIZI BURUK
Terdapat  3  tipe  gizi  buruk  adalah  marasmus,  kwashiorkor,  dan  marasmus-kwashiorkor.  Perbedaan  tipe  tersebut  didasarkan  pada  ciri-ciri  atau  tanda  klinis  dari masing-masing tipe yang berbeda-beda. 
1.  Marasmus
 Marasmus ialah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang timbul diantaranya muka menyerupai orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah  kulit  (kelihatan  tulang  di  bawah  kulit),  rambut  mudah  patah  dan  kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak  tampak  sering  rewel  dan  banyak  menangis  meskipun  setelah  makan,  karena masih merasa lapar. Berikut ialah gejala pada marasmus ialah (Depkes RI, 2000) :
a. Anak  tampak  sangat  kurus  karena  hilangnya  sebagian  besar  lemak  dan  otot-ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
b.  Wajah menyerupai orang renta
c.  Iga gambang dan perut cekung
d.  Otot paha mengendor (baggy pant)
e.  Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar
2.  Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor menyerupai anak yang gemuk (suger baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun dibagian tubuh  lainnya  terutama  dipantatnya  terlihat  adanya  atrofi.  Tampak  sangat  kurus  dan atau edema pada kedua punggung kaki hingga seluruh  tubuh
a.  Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis
b.  Rambut  tipis  kemerahan  seperti  warna  rambut  jagung  dan  mudah  dicabut,  pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. 
c.  Wajah membulat dan sembab
d.  Pandangan mata anak sayu
e.  Pembesaran  hati,  hati  yang  membesar  dengan  mudah  dapat  diraba  dan  terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f.  Kelainan  kulit  berupa  bercak  merah  muda  yang  meluas  dan  berubah  menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
3.  Marasmik-Kwashiorkor
Adapun marasmic-kwashiorkor memiliki ciri gabungan dari beberapa gejala klinis kwashiorkor dan marasmus disertai edema yang tidak mencolok.

E.      PATOFISIOLOGI
Patofisiologi  gizi  buruk  pada  balita  adalah  anak  sulit  makan  atau  anorexia bisa terjadi karena penyakit akhir defisiensi gizi, psikologik menyerupai suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi  yang  penting  bagi  rambut.  Pasien  juga  mengalami  rabun  senja.  Rabun  senja terjadi  karena  defisiensi  vitamin  A  dan  protein.  Pada  retina  ada  sel  batang  dan  sel kerucut.  Sel  batang  lebih  hanya  bisa  membedakan  cahaya  terang  dan  gelap.  Sel batang  atau  rodopsin  ini  terbentuk  dari  vitamin  A  dan  suatu  protein.  Jika  cahaya terang  mengenai  sel  rodopsin,  maka  sel  tersebut  akan  terurai.  Sel  tersebut  akan mengumpul  lagi  pada  cahaya  yang  gelap.  Inilah  yang  disebut  adaptasi  rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran penyesuaian rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella  negatif  terjadi  karena  kekurangan  aktin  myosin  pada  tendon  patella  dan degenerasi saraf motorik akhir dari kekurangn protein, Cu dan Mg menyerupai gangguan neurotransmitter.  Sedangkan,  hepatomegali  terjadi  karena  kekurangan  protein.  Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang  ada  di  hepar  sulit  ditransport  ke  jaringan-jaringan,  pada  akhirnya  penumpukan lemak di hepar.
Tanda  khas  pada  penderita  kwashiorkor  adalah  pitting  edema.  Pitting  edema adalah  edema  yang  jika  ditekan,  sulit  kembali  seperti  semula.  Pitting  edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial,  tidak  ke  intrasel,  karena  pada  penderita  kwashiorkor  tidak  ada kompensansi  dari  ginjal  untuk  reabsorpsi  natrium.  Padahal  natrium  berfungsi menjaga  keseimbangan  cairan  tubuh.  Pada  penderita  kwashiorkor,  selain  defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari ke tempat sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi  pada  ekstremitas  bawah  karena  pengaruh  gaya  gravitasi,  tekanan  hidrostatik  dan onkotik (Sadewa, 2008).
Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus ialah kurang kalori  protein  yang  dapat  terjadi  karena  :  diet  yang  tidak  cukup,  kebiasaan  makan yang tidak tepat menyerupai kekerabatan orang renta dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik  atau  malformasi  kongenital.  Keadaan  ini  merupakan  hasil  akhir  dari interaksi  antara  kekurangan  makanan  dan  penyakit  infeksi.  Selain  faktor  lingkungan ada  beberapa  faktor  lain  pada  diri  anak  sendiri  yang  dibawa  sejak  lahir,  diduga besar lengan berkuasa terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut :
a.  Masukan  makanan  yang  kurang  :  marasmus  terjadi  akibat  masukan  kalori  yang sedikit, perlindungan makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akhir dari ketidaktahuan  orang  tua  si  anak,  misalnya  pemakaian  secara  luas  susu  kaleng yang terlalu encer.
b. Infeksi  yang  berat  dan  lama  menyebabkan  marasmus,  terutama  infeksi  enteral misalnya  infantil  gastroenteritis,  bronkhopneumonia,  pielonephiritis  dan  sifilis kongenital.
c. Kelainan  struktur  bawaan  misalnya  :  penyakit  jantung  bawaan,  penyakit Hirschpurng,  deformitas  palatum,  palatoschizis,  mocrognathia,  stenosis  pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut perlindungan ASI kurang akhir reflek mengisap yang kurang kuat
e.  Pemberian  ASI  yang  terlalu  lama  tanpa  pemberian  makanan  tambahan  yang cukup
f. Gangguan  metabolik,  misalnya  renal  asidosis,  idiopathic  hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor  hypothalamus,  kejadian  ini  jarang  dijumpai  dan  baru  ditegakkan  bila penyebab maramus yang lain disingkirkan
h.  Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan perlindungan makanan pemanis yang kurang akan menimbulkan marasmus
i.  Urbanisasi  mempengaruhi  dan  merupakan  predisposisi  untuk  timbulnya marasmus,  meningkatnya  arus  urbanisasi  diikuti  pula  perubahan  kebiasaan penyapihan  dini  dan  kemudian  diikuti  dengan  pemberian  susu  manis  dan  susu yang terlalu encer akhir dari tidak bisa membeli susu, dan bila disertai nanah berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.



F.     MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala gizi buruk pada umumnya adalah:
1.      Kelelahan dan kekurangan energy
2.      Pusing
3.      System kekebalan tubuh yang rendah
4.      Kulit kering dan bersisik
5.      Gusi mudah berdarah
6.      Sulit untuk berkonsentrasi dan mempunyai reaksi yang lambat
7.      Berat tubuh kurang
8.      Pertumbuhan yang lambat
9.      Kelemahan otot
10.  Perut kembung
11.  Tulang mudah patah
12.  Terdapat problem pada fungsi organ tubuh

Laporan Pendahuluan Keluarga Dengan Gizi Buruk
                                                                       
G.     KOMPLIKASI
Pada  penderita  gangguan  gizi  sering  terjadi  gangguan  asupan  vitamin  dan mineral. Karena begitu banyaknya asupan jenis vitamin dan mineral  yang terganggu dan begitu luasnya  fungsi dan organ tubuh  yang terganggu maka jenis  gangguannya sangat banyak. Pengaruh KEP bisa terjadi pada semua organ sistem tubuh. Beberapa organ  tubuh  yang  sering  terganggu  adalah  saluran  cerna,  otot  dan  tulang,  hati, pancreas, ginjal, jantung, dan gangguan hormonal. 
Anemia gizi ialah kurangnya kadar Hemoglobin pada anak yang disebabkan karena  kurangnya  asupan  zat  Besi  (Fe)  atau  asam  Folat.  Gejala  yang  bisa  terjadi ialah anak tampak pucat, sering sakit kepala, mudah lelah dan sebagainya. Pengaruh sistem  hormonal  yang  terjadi  adalah  gangguan  hormon  kortisol,  insulin,  Growht hormon (hormon pertumbuhan) Thyroid Stimulating Hormon meninggi tetapi fungsi tiroid  menurun.  Hormon-hormon  tersebut  berperanan  dalam  metabolisme karbohidrat, lemak dan tersering menjadikan janjkematian (Sadewa, 2008).
Mortalitas  atau  kejadian  kematian  dapat  terjadi  pada  penderita  KEP, khususnya pada KEP berat. Beberapa penelitian menunjukkan pada KEP berat resiko kematian  cukup  besar,  adalah  sekitar  55%.  Kematian  ini  seringkali  terjadi  karena penyakit nanah (seperti Tuberculosis, radang paru, nanah saluran cerna) atau karena gangguan  jantung  mendadak.  Infeksi  berat  sering  terjadi  karena  pada  KEP  sering mengalami  gangguan  mekanisme  pertahanan  tubuh.  Sehingga  mudah  terjadi  nanah atau  bila  terkena  infeksi  beresiko  terjadi  komplikasi  yang  lebih  berat  hingga mengancam jiwa (Nelson, 2007).
1.    Perubahan Berat Badan
Berat  badan  merupakan  ukuran  antropometrik  yang  terpenting,  dipakai  pada setiap  kesempatan  memeriksa  kesehatan  anak  pada  semua  kelompok  umur.  Berat tubuh merupakan hasil peningkatan/penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, antara  lain  tulang,  otot,  lemak,  cairan  tubuh  dan  lain-lainnya.  Berat  badan  dipakai sebagai  indikator  terbaik  pada  saat  ini  untuk  mengetahui  keadaan  gizi  dan  tumbuh kembang  anak,  sensitif  terhadap  perubahan  sedikit  saja,  pengukuran  objektif  dan dapat  diulangi,  dapat  digunakan  timbangan  apa  saja  yang  relatif  murah,  mudah  dan tidak  memerlukan  banyak  waktu.  Indikator  berat  badan  dimanfaatkan  dalam  klinik untuk :
a)    Bahan  informasi  untuk  menilai  keadaan  gizi  baik  yang  akut,  maupun  kronis, tumbuh kembang dan kesehatan
b)   Memonitor keadaan kesehatan, misalnya pada pengobatan penyakit
c)    Dasar perhitungan dosis obat dan makanan yang perlu diberikan.
2.       Penilaian status gizi secara Antropometri            
Penilaian  status  gizi  terbagi  atas  penilaian  secara  langsung  dan  penilaian secara  tidak  langsung.  Adapun  penilaian  secara  langsung  dibagi  menjadi  empat penilaian  adalah  antropometri,  klinis,  biokimia  dan  biofisik.  Sedangkan  penilaian status  gizi  secara  tidak  langsung  terbagi  atas  tiga  adalah  survei  konsumsi  makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

H.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang  gizi,  maka  antropometri  gizi  berhubungan  dengan  berbagai  macam pengukuran  dimensi  tubuh  dan  komposisi  tubuh  dari  berbagai  tingkat  umur dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan  adalah  berat  badan  menurut  umur  (BB/U),  tinggi  badan  menurut umur (TB/U), dan berat tubuh menurut tinggi tubuh (BB/TB).
a)  Indeks berat tubuh menurut umur (BB/U)
Merupakan pengukuran antropometri yang sering digunakan sebagai indikator dalam  keadaan  normal,  dimana  keadaan  kesehatan  dan  keseimbangan  antara  intake dan kebutuhan gizi terjamin. Berat tubuh menunjukkan gambaran ihwal massa tubuh (otot  dan  lemak).  Massa  tubuh  sangat  sensitif  terhadap  perubahan  keadaan  yang mendadak,  misalnya  terserang  infeksi,  kurang  nafsu  makan  dan  menurunnya  jumlah makanan  yang  dikonsumsi.  BB/U  lebih  menggambarkan  status  gizi  sekarang.  Berat badan  yang  bersifat  labil,  menyebabkan  indeks  ini  lebih  menggambarkan  status  gizi seseorang ketika ini (Current Nutritional Status) 
b)  Indeks tinggi tubuh menurut umur (TB/U)
Indeks TB/U  disamping menunjukkan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status ekonomi (Beaton dan Bengoa (1973) dalam.
c)  Indeks berat tubuh menurut tinggi tubuh (BB/TB)    
Berat  badan  memiliki  hubungan  yang  linear  dengan  tinggi  badan.  Dalam keadaan normal, perkembangan berat tubuh akan searah dengan pertumbuhan tinggi tubuh dengan kecepatan tertentu (Supariasa,dkk 2002).
d)   Melakukan pemeriksaan darah untuk melihat ketidaknormalan Melakukan pemeriksaan X-Ray untuk memeriksa apakah ada kelainan pada tulang dan organ tubuh lain Memeriksa penyakit atau kondisi lain yang dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk.

I.       PENATALAKSANAAN
Dalam  proses  pengobatan  KEP  berat  terdapat  3  fase,  adalah  fase  stabilisasi, fase  transisi  dan  fase  rehabilitasi.  Petugas  kesehatan  harus  trampil  memilih  langkah mana  yang  cocok  untuk  setiap  fase.  Tatalaksana  ini  digunakan  baik  pada  penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor. 
1.    Tahap Penyesuaian
Tujuannya  adalah  menyesuaikan  kemampuan  pasien  menerima  makanan hingga  ia  mampu  menerima  diet  tinggi  energi  dan  tingi  protein  (TETP).  Tahap penyesuaian  ini  dapat  berlangsung  singkat,  adalah  selama  1-2  minggu  atau  lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk  mendapatkan dan mencerna makanan. Jika  berat  badan  pasien  kurang  dari  7  kg,  makanan  yang  diberikan  berupa  makanan bayi. Makanan utama ialah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5%  glukosa  +2%  tepung.  Secara  berangsur  ditambahkan  makanan  lumat  dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika  berat  badan  pasien  7  kg  atau  lebih,  makanan  diberikan  seperti  makanan untuk  anak  di  atas  1  tahun.  Pemberian  makanan  dimulai  dengan  makanan  cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.  Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat tubuh sehari.
b.  Jumlah cairan 200 ml/kg berat tubuh sehari.
c. Sumber  protein  utama  adalah  susu  yang  diberikan  secara  bertahap  dengan keenceran  1/3,  2/3,  dan  3/3,  masing-masing  tahap  selama  2-3  hari.  Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, ialah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. Bila  konsumsi  per-oral  tidak  mencukupi,  perlu  diberi  tambahan  makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003).
2.      Tahap Penyembuhan
Bila  nafsu  makan  dan  toleransi  terhadap  makanan  bertambah  baik,  secara berangsur, tiap 1-2 hari, perlindungan makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat tubuh sehari dan 2-5 gram protein/kg berat tubuh sehari.
3.      Tahap Lanjutan
Sebelum  pasien  dipulangkan,  hendaknya  ia  sudah  dibiasakan  memperoleh makanan  biasa  yang  bukan  merupakan  diet  TETP.  Kepada  orang  tua  hendaknya diberikan  penyuluhan  kesehatan  dan  gizi,  khususnya  tentang  mengatur  makanan, memilih materi makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin dibutuhkan ialah :
a. Glukosa  biasanya  secara  intravena  diberikan  bila  terdapat  tanda-tanda hipoglikemia.
b.  KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c. Mg,  berupa  MgSO4  50%,  diberikan  secara  intra  muskuler  bila  terdapat hipomagnesimia. 
d. Vitamin  A  diberikan  sebagai  pencegahan  sebanyak  200.000  SI  peroral  atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat tubuh dan dosis maksimal 400.000 SI.
e.  Vitamin B dan vitamin  C dapat diberikan secara suntikan per-oral.  Zat besi (Fe) dan  asam  folat  diberikan  bila  terdapat  anemia  yang  biasanya  menyertai  KKP berat.

J.      PENGKAJIAN
1.      Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang besar lengan berkuasa terhadap terjadinya gizi buruk:
a.       Riwayat persalinan sebelumnya
b.      Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
c.       Kenaikan berat tubuh selama hamil
d.      Aktivitas
e.       Penyakit yang diderita selama hamil
f.       Obat-obatan yang diminum selama hamil
g.      Pemberian nutrisi pada bayi
h.      Kenaikan berat tubuh bayi dan tinggi badan
2.      Pemeriksaan Fisik
a.       Tanda-tanda anatomis
1)      Berat tubuh kurang dari 2500 gram
2)      Panjang tubuh kurang dari 45 cm
3)      Lingkar kepala kurang dari 33 cm
4)      Lingkar dada kurang dari 30 cm
5)      Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, indera pendengaran dan lengan, lemak jaringan sedikit (tipis)
b.      Tanda fisiologis
1)      Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
2)      Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi.

Penyebabnya ialah :
1)      Pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna.
2)      Kurangnya lemak pada jaringan subcutan balasannya mempercepat terjadinya perubahan suhu.
3)      Kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang.

K.    DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1.         Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
2.         Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan
3.         Tidak efektifnya termoregulasi b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal problem kesehatan.
4.         Resiko gangguan integritas kulit b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal problem kesehatan
5.         Cemas pada keluarga bekerjasama dengan Ketidaktahuan keluarga mengenal problem kesehatan.
6.         Resiko nanah b/d Ketidaktahuan keluarga mengenal problem kesehatan










L.     RENCANA KEPERAWATAN
Description: Description: Stikes01

RENCANA KEPERAWATAN

NO DX
DIANGOSA KEPERAWATAN DAN KOLABORASI
TUJUAN (NOC)
INTERVENSI (NIC)
1
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

NOC :
v Respiratory status : Ventilation
v Respiratory status : Airway patency
v Aspiration Control

Kriteria Hasil :
v  Mendemonstrasikan batuk efektif dan bunyi nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bisa bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
v  Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada bunyi nafas abnormal)
v  Mampu mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas

NIC :
Airway suction
§   Auskultasi bunyi nafas sebelum dan sesudah suctioning.
§  Informasikan pada klien dan keluarga ihwal suctioning
§  Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
§  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
§  Gunakan alat yang steril sitiap melaksanakan tindakan
§  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
§  Monitor status oksigen pasien
§  Ajarkan keluarga bagaimana cara melaksanakan suksion
§  Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
·         Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
·         Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
·         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
·         Pasang mayo bila perlu
·         Lakukan fisioterapi dada kalau perlu
·         Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
·         Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi tambahan
·         Lakukan suction pada mayo
·         Kolaborasikan perlindungan bronkodilator bila perlu
·         Berikan pelembab udara Kassa berair NaCl Lembab
·         Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
·         Monitor respirasi dan status O2

2
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan

NOC :
v  Nutritional Status :
v  Nutritional Status : food and Fluid Intake
v  Nutritional Status : nutrient Intake
v  Weight control
Kriteria Hasil :
v  Adanya peningkatan berat tubuh sesuai dengan tujuan
v  Beratbadan ideal sesuai dengan tinggi badan
v  Mampumengidentifikasi kebutuhan nutrisi
v  Tidk ada tanda tanda malnutrisi
v  Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
v  Tidak terjadi penurunan berat tubuh yang berarti

NIC :
Nutrition Management
§  Kaji adanya alergi makanan
§  Kolaborasi dengan jago gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
§  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
§  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
§  Berikan substansi gula
§  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
§  Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan jago gizi)
§  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
§  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
§  Berikan info ihwal kebutuhan nutrisi
§  Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
§  BB pasien dalam batas normal
§  Monitor adanya penurunan berat badan
§  Monitor tipe dan jumlah acara yang biasa dilakukan
§  Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
§  Monitor lingkungan selama makan
§  Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama jam makan
§  Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
§  Monitor turgor kulit
§  Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
§  Monitor mual dan muntah
§  Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
§  Monitor makanan kesukaan
§  Monitor pertumbuhan dan perkembangan
§  Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
§  Monitor kalori dan intake nuntrisi
§  Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila pengecap dan cavitas oral.
§  Catat kalau pengecap berwarna magenta, scarlet

3
Tidak efektifnya termoregulasi b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal problem kesehatan

NOC :
v  Hydration
v  Adherence Behavior
v  Immune Status
v  Infection status
v  Risk control
Risk detection
NIC :
Temperature Regulation (pengaturan suhu)
§  Monitor suhu minimal tiap 2 jam
§  Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
§  Monitor TD, nadi, dan RR
§  Monitor warna dan suhu kulit
§  Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
§  Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
§  Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
§  Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akhir panas
§  Diskusikan ihwal pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negatif dari kedinginan
§  Beritahukan ihwal indikasi terjadinya keletihan dan penanganan emergency yang diperlukan
§  Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
§  Berikan anti piretik kalau perlu

4
Resiko gangguan integritas kulit b.d Ketidaktahuan keluarga mengenal problem kesehatan
NOC : Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes
Kriteria Hasil :
v  Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi)
v  Tidak ada luka/lesi pada kulit
v  Perfusi jaringan baik
v  Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
v  Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami

NIC : Pressure Management
§  Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
§  Hindari kerutan padaa tempat tidur
§  Jaga kebersihan kulit semoga tetap bersih dan kering
§  Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
§  Monitor kulit akan adanya kemerahan
§  Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang tertekan
§  Monitor acara dan mobilisasi pasien
§  Monitor status nutrisi pasien
§  Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

5
Cemas pada keluarga bekerjasama dengan Ketidaktahuan keluarga mengenal problem kesehatan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,   cemas pasien berkurang dengan kriteria hasil:
v Anxiety Control
v Coping
v Vital Sign Status
§ Menunjukan teknik untuk mengontrol cemas è teknik nafas dalam
§ Postur tubuh pasien rileks dan verbal wajah tidak tegang
§ Mengungkapkan cemas berkurang
§ TTV dbn
TD = 110-130/ 70-80 mmHg
RR = 14 – 24 x/ menit
N   = 60 -100 x/ menit
S    = 365 – 375 0C
Anxiety Reduction
§  Gunakan pendekatan yang menenangkan
§  Nyatakan dengan terang cita-cita terhadap pelaku pasien
§  Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
§  Temani pasien untuk menunjukkan keamanan dan mengurangi takut
§  Berikan info faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
§  Dorong keluarga untuk menemani anak
§  Lakukan back / neck rub
§  Dengarkan dengan penuh perhatian
§  Identifikasi tingkat kecemasan
§  Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
§  Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
§  Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
§  Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

6
Resiko nanah b/d Ketidakmampuan keluarga mengenal problem kesehatan
NOC :
v  Immune Status
v  Knowledge : Infection control
v  Risk control
Kriteria Hasil :
v  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
v  Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
v  Jumlah leukosit dalam batas normal
v  Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC :
Infection Control (Kontrol infeksi)
·         Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
·         Pertahankan teknik isolasi
·         Batasi pengunjung bila perlu
·         Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan ketika berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
·         Gunakan sabun antimikrobia untuk basuh tangan
·         Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
·         Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
·         Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
·         Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
·         Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan nanah kandung kencing
·         Tingktkan intake nutrisi
·         Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
·         Monitor tanda dan gejala nanah sistemik dan lokal
·         Monitor hitung granulosit, WBC
·         Monitor kerentanan terhadap infeksi
·         Batasi pengunjung
·         Saring pengunjung terhadap penyakit menular
·         Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
·         Pertahankan teknik isolasi k/p
·         Berikan perawatan kuliat pada area epidema
·         Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
·         Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
·         Dorong masukkan nutrisi yang cukup
·         Dorong masukan cairan
·         Dorong istirahat
·         Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
·         Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
·         Ajarkan cara menghindari infeksi
·         Laporkan kecurigaan infeksi
·         Laporkan kultur positif
















DAFTAR PUSTAKA


Anonim. 2007. Ciri-Ciri Kurang Gizi. Diakses 15 Desember 2008: Portal Kesehatan Online
Anonim. 2008. Kalori Tinggi Untuk Gizi Buruk. Diakses 15 Desember 2008: Republika Online.
Nency, Y. 2005. Gizi Buruk, Ancaman Generasi Yang Hilang. Inpvasi Edisi Vol. 5/XVII/ November 2005: Inovasi Online
Notoatmojo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Ke-2. Jakarta: Rineka Cipta
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika





0 Response to "LAPORAN PENDAHULUAN KELUARGA DENGAN GIZI BURUK"

Posting Komentar