ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI

A.  Konsep Dasar Keluarga
1.      Definisi Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1998 dalam Wahit Iqbal Mubarak, Nurul Chayatin dan Bambang Adi Santoso, 2009, hal 68).
Keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga (Sayekti dalam Suprajitno, 2004: 1).
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dimana individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga (Marilyn M. Friedmen, 1998 dalam Nasrul Effendi, 2009, hal 179).
Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan dua orang atau lebih yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, hubungan darah, hidup dalam satu rumah tangga, memiliki kedekatan emosional, dan berinteraksi satu sama lain yang saling ketergantungan untuk menciptakan atau mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap anggota dalam rangka mencapai tujuan bersama.
2.      Struktur Keluarga
Struktur keluarga menunjukan bagaimana keluarga tersebut diorganisasikan, cara unit-unit tersebut ditata sebagaimana komponen tersebut berhubungan satu sama lain. Selain itu, struktur dalam keluarga menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga tersebut di masyarakat.
a.       Ciri-ciri struktur keluarga
Menurut Mubarok, dkk (2006), ciri-ciri struktur keluarga adalah sebagai berikut :
1)      Terorganisasi
Keluarga adalah cerminan sebuah organisasi, dimana setiap anggota keluarga memiliki peran dan fungsinya masing-masing sehingga tujuan keluarga dapat tercapai.Organisasi yang baik ditandai dengan adanya hubungan yang kuat antara anggota sebagai bentuk saling ketergantungan dalam mencapai tujuan.
2)      Keterbatasan
Dalam mencapai tujuan, setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawabnya masing-masing, sehingga dalam berinteraksi setiap anggota tidak bisa semena-mena tetapi memiliki keterbatasan yang dilandaskan pada tanggung jawab masing-masing anggota keluarga.
3)      Perbedaan dan kekhususan
Adanya peran yang beragam dalam keluarga menunjukan bahwa masing-masing anggota keluarga mempunyai peran dan fungsi yang berbeda dan khas seperti halnya peran ayah sebagai pencari nafkah utama dan peran ibu sebagai anggota keluarga yang merawat anak-anak. 
b.      Struktur Peran
Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan.Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal.
c.       Struktur kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain. Hak (legitimate power), ditiru (referent power), keahlian (expert power), hadiah (reward power), paksa (coercive power), dan affektif power.
d.        Struktur Nilai dan Norma
Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengukat anggota keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.

3.      Peran Keluarga
Berbagai peran formal dalam keluarga (Marilyn M. Friedmen dalam Nasrul Effendy, 1998) adalah :
a.       Peran ayah :
Sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-anak berperan sebagai pencari nafkah, pendidik,pelindung dan pemberi rasa aman. Juga sebagai kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungan. 
b.      Peran ibu :
Sebagai istri dari suami dan ibu dari anak-anak berperan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik bagi anak-anaknya, pelindung dan salah satu anggota kelompok sosial, serta sebagai anggota masyarakat dan lingkungan di samping dapat berperan pula sebagai pencari nafkah tanbahan keluarga.
c.       Peran anak :
Adalah melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

4.      Fungsi Keluarga
Terdapat beberapa fungsi keluarga (Marilyn M. Friedmen 1998) sebagai berikut :
a.       Fungsi Afektif
Merupakan basis sentral bagi pembentukan dan keberlangsungan unit keluarga yang dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikologis anggota keluarga.Komponen yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi afektif adalah adanya saling asuh, menerima, menghormati, dan mendukung antar anggota keluarga, menaruh perhatian, cinta kasih dan kehangatan, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga.
b.      Fungsi Sosialisasi
Merupakan fungsi yang mengembangkan dan tempay melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain. Anggota keluarga belajar disiplin, norma-norma budaya dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam lingkup keluarganya sendiri.
c.       Fungsi Ekonomi
Kebutuhan yang harus dipenuhi dalam keluarga mencakup kebutuhan makan, pakaian, tempat berlindung yang aman dan nyaman (rumah). Yang dilakukan keluarga dalam menjalani fungsinya adalah mencari sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, mengatur penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi keluarga dimasa yang akan datang seperti pendidikan anak dan jaminan hari tua.
d.      Fungsi Reproduksi
Keluarga memiliki fungsi untuk menjaga kelangsungan generasi dan juga untuk keberlangsungan masyarakat.Komponen yang dilaksanakan keluarga dalam melaksanakan fungsinya adalah meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memenuhi gizi keluarga, memelihara dan merawat anggota keluarga.
e.       Fungsi Perawatan Keluarga
Merupakan fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.

5.      Tahapan Perkembangan Keluarga
Perkembangan keluarga merupakan proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga meliputi; perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga disepanjang waktu. Perubahan ini terjadi melalui beberapa tahapan atau kurun waktu tertentu. Pada setiap tahapan mempunyai tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar tahapan tersebut dapat dilalui dengan sukses. Tahap perkembangan dibagi menurut kurun waktu tertentu yang dianggap stabil. Menurut Rodgers cit Marilyn M. Friedmen (1998), meskipun setiap keluarga melalui tahapan perkembangan secara unik, namun secara umum seluruh keluarga mengikuti pola yang sama. Tahap perkembangan keluarga menurut Duvall dan Milller (Marilyn M. Friedman, 1998)
a.       Pasangan Baru
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan perempuan (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing.Meninggalkan keluarga bisa berarti psikologis karena kenyataannya banyak keluarga baru yang masih tinggal dengan orang tuanya. Dua orang yang membentuk keluarga baru membutuhkan penyesuaian peran dan fungsi. Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya, misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya.
Tugas perkembangan :
1)      Membina hubungan intim dan memuaskan.
2)      Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.
3)      Mendiskusikan rencana memiliki anak.
Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami, keluarga istri dan keluarga sendiri.
b.      Keluarga “child bearing” kelahiran anak pertama
Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak berumur 30 bulan atau 2,5 tahun.
Tugas perkembangan :
1)      Persiapan menjadi orang tua.
2)      Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexsual dan kegiatan.
3)      Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
c.       Keluarga dengan anak pra sekolah
Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5 tahun.
Tugas perkembangan :
1)      Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan rasa aman.
2)      Membantu anak untuk bersosialisasi.
3)      Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga harus terpenuhi.
4)      Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun dengan masyarakat.
5)      Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
6)      Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7)      Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.
d.      Keluarga dengan anak sekolah
Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan berakhir pada saat anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah maksimal sehingga keluarga sangat sibuk.Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak memiliki minat sendiri.Dmikian pula orang tua mempunyai aktivitas yang berbeda dengan anak.
Tugas perkembangan :
1)      Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
2)      Mempertahankan keintiman pasangan.
3)      Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi kesempatan pada anak untuk nbersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar sekolah.
e.       Keluarga dengan anak remaja
Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun kemudian. Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa.
Tugas perkembangan :
1)      Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
2)      Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
3)  Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua. Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
4)      Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
f.       Keluarga dengan anak dewasa
Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan ada atau tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.
Tugas perkembangan :
Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
1)      Mempertahankan keintiman pasangan.
2)      Membantu orang tua memasuki masa tua.
3)      Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
4)      Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.
g.      Keluarga Usia Pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan fase ini dianggap sulit karena masa usia lanjut, perpisahan dengan anak dan perasaan gagal sebagai orang tua.
Tugas perkembangan :
1)      Mempertahankan kesehatan.
2)      Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak.
3)      Meningkatkan keakraban pasangan.
h.      Keluarga Usia Lanjut
Dimulai saat pensiun sampai dengan salah satu pasangan meninggal dan keduanya meninggal.
Tugas perkembangan :
1)      Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
2)     Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik dan pendapatan.
3)      Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
4)      Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
5)      Melakukan life review.
6)  Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga pada tahap ini.
6.      Tahapan Keluarga Mandiri
Tingkat kemandirian keluarga menurut DEPKES RI (2006) dalam program perawatan kesehatan komunitas dibagi menjadi empat tingkatan, yaitu :
a.       Keluarga mandiri tingkat satu (KM-I)
1)      Menerima petugas perawatan kesehatan komunitas.
2)      Menerima pelayanan perawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan.
b.      Keluarga mandiri tingkat dua (KM-II)
1)      Menerima petugas perawatan kesehatan komunitas.
2)      Menerima pelayanan perawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan.
3)      Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar.
4)      Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan yang dianjurkan.
c.       Keluarga mandiri tingkat tiga (KM-III)
1)      Menerima petugas perawatan kesehatan komunitas.
2)      Menerima pelayanan perawatan yang diberikan sesuai dengan rencana keperawatan.
3)      Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara benar.
4)      Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan yang dianjurkan.
5)      Memanfaatkan fasilitas kesehatan secara aktif.
6)      Melaksanakn tindakan pencegahan secara aktif.
d.      Keluarga mandiri tingkat empat (KM-IV)
1)      Menerima petugas perawatan kesehatan komunitas.
2)      Menerima pelayanan perawatan yang diberikan sesuai dengan  rencana keperawatan.
3)      Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatannya secara  benar.
4)      Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan yang dianjurkan.
5)      Memanfaatkan fasilitas kesehatan secara aktif.
6)      Melaksanakn tindakan pencegahan secara aktif.
7)      Melakukan tindakan promotif.

7.      Keluarga Yang Beresiko Tinggi Terhadap Kesehatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, yang menjadi prioritas utama adalah keluarga-keluarga yang beresiko tinggi dalam bidang kesehatan, meliputi :
a.       Keluarga dengan anggota keluarga dalam masa usia subur dengan masalah sebagai berikut :
1)      Tingkat sosial-ekonomi keluarga yang rendah.
2)      Keluarga kurang atau tidak mampu mengatasi masalah kesehatan sendiri.
3)      Keluarga dengan keturunan yang kurang baik atau dengan penyakit keturunan.
b.      Keluarga dengan ibu resiko tinggi kebidanan, waktu hamil :
1)      Umur ibu (16 tahun atau lebih dari 35 tahun).
2)      Menderita kekurangan gizi atau anemia.
3)      Menderita hipertensi.
4)      Primipara atau multipara.
5)      Riwayat persalinan atau komplikasi.
c.       Keluarga dimana anak menjadi resiko tinggi, karena :
1)      Lahir prematur atau BBLR.
2)      Lahir dengan cacat bawaan.
3)      ASI ibu kurang sehingga tidak mencukupi kebutuhan bayi.
4)      Ibu menderita penyakit menular yang dapat mengancam bayi atau anaknya.
d.      Keluarga mempunyai masalah antara anggota keluarga :
1)      Anak yang tidak dikehendaki dan pernah dicoba untuk digugurkan.
2)      Tidak adanya kesesuaian pendapat antara anggota keluarga dan sering cekcok dan ketegangan.
3)      Ada anggota keluarga yang sering sakit.
4)      Salah satu orang tua (suami atau istri) meninggal, caria, atau lari meninggalkan keluarga.
Menurut Suprajitno (2004: 25), perawat yang memberikan asuhan keperawatan keluarga mempunyai peran dan fungsi :
a.      Sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung kepada klien (keluarga) dengan menggunakan proses keperawatan.
b.  Sebagai advokat klien (keluarga), perawat berfungsi sebagai penghubung antara klien, membela kepentingan klien dan membantu keluargauntuk memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun profesional.
c.  Sebagai pendidik klien, perawat membantu klien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medik yang diterima sehingga keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahui.
d.     Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun kemampuan keluarga secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih.
e.      Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi kebutuhan dasar keluarga.
f.       Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan keluarga agar menjadi sehat.
g.      Sebagai pengelola, perawat menata kegiatan dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu terpenuhinya kebutuhan dasar keluarga dan kepuasan perawat dalam melaksanakan tugas.                        

8.      Tujuan Keperawatan keluarga
Secara umum, tujuan asuhan keperawatan keluarga adalah untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya secara mandiri.  Selain tujuan umum, asuhan keperawatan keluarga mempunyai tujuan khusus yang ingin dicapai, yaitu :
a.      Meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengenal atau mengidentifikasi masalah kesehatan keluarga.
b.         Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi kesehatan keluarga.
c.    Meningkatkan kemampuan keluarga dalam melakukan tindakan keperawatan kesehatan kepada anggota keluarga yang sakit, mempunyai gangguan fungsi tubuh, dan/atau keluarga yang membutuhkan bantuan, sesuai dengan kemampuan keluarga.
d.       Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memelihara dan memodifikasi lingkungan keluarga (fisik, psikis dan sosial sehingga dapat meningkatkan kesehatan keluarga.
e.  Meningkatkan kemampuan keluarga dalam memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan keluarga

9.      Hambatan yang sering dihadapi dalam memecahkan masalah kesehatan keluarga
Effendy (1998: 43) mengatakan bahwa terdapat beberapa hambatan yang sering dihadapi perawat dalam mamberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga.  Hambatan yang paling besar dihadapi perawat adalah sebagai berikut :
a.          Hambatan dari keluarga
1)         Pendidikan keluarga yang rendah
2)         Keterbatasan sumber-sumber daya keluarga (keuangan, sarana dan    prasarana)
3)         Kebiasaan-kebiasaan yang melekat
4)         Sosial budaya yang tidak menunjang
b.         Hambatan dari perawat 
1)    Sarana dan prasarana yang tidak menunjang dan mencukupi seperti PHN kit, transportasi
2)         Kondisi alam (geografi yang sulit)
3)         Kesulitan dalam berkomunikasi (bahasa)
4)         Keterbatasannya pengetahuan perawat tentang kultur keluarga

10.  Prinsip-prinsip perawatan keluarga
Ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga (Effendy, 1998: 44), yaitu :
a.          Keluarga sebagai unit atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan
b.         Dalam memberikan asuhan perawatan kesehatan keluarga, sehat sebagai tujuan utama
c.          Asuhan keperawatan yang diberikan sebagai sarana dalam mencapai peningkatan kesehatan keluarga
d.       Dalam mamberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga, perawat melibatkan peran serta aktif seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan kebutuhan keluarga dalam mengatasi masalah kesehatannya
e.       Lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang bersifat promotif dan preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif
f.          Dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga memanfaatkan sumber daya keluarga semaksimal mungkin untuk kepentingan kesehatan keluarga
g.         Sasaran asuhan perawatan kesehatan keluarga adalah keluarga secara keseluruhan
h.         Pendekatan yang dipergunakan dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga adalah pendekatan pemecahan masalah dengan menggunakan proses keperawatan
i.    Kegiatan utama dalam memberikan asuhan keperawatan kesehatan keluarga adalah penyuluhan kesehatandan asuhan perawatan dasar atau perawatan di rumah
j.           Diutamakan terhadap keluarga yang termasuk risiko tinggi.

11.  Tugas Keluarga dibidang Kesehatan
Ada lima pokok tugas keluarga yang dijabarkan oleh Marilyn M. Friedman (1998) yang sampai saat ini masih dipakai dalam asuhan keperawatan keluarga. Tugas kesehatan keluarga menurut Marilyn M. Friedman (1998) dalam Efendi & Makhfudli (2009) tersebut adalah :
a.       Mengenal masalah kesehatan keluarga
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana akan habis. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga.Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi perhatian keluarga dan orang tua. Apabila menyadari adanya perubahna keluarga, perlu dicatat kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan berapa besar perubahannya. Sejauh mana keluarga mengetahui dan mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan yang mempengaruhinya, serta persepsi keluarga terhadap masalah.
b.      Membuat keputusan tindakan yang tepat
Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat mengenai masalah kesehatan yang dialaminya, perawat harus dapat mengkaji keadaan keluarga tersebut agar dapat memfasilitasi keluarga dalam membuat keputusan. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu dikaji oleh perawat, diantaranya :
1)      Sejauh mana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah.
2)      Apakah keluarga merasakan adanya maslah kesehatan.
3)      Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang dialami.
4)      Apakah keluarga merasa takut akan akibat penyakit.
5)      Apakah keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan.
6)      Apakah keluarga kurang percaya terhadap petugas kesehatan.
7)      Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam mengatasi masalah.
c.       Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.
Ketika memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, keluarga harus mengetahui hal-hal sebgai berikut :
1)      Keadaan penyakitnya (sifat, penyebaran, komplikasi, prognosis, dan perawatannya.
2)      Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan.
3)      Keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan.
4)      Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggung jawab, sumber keuangan atau finansial, fasilitas fisik, psikososial).
5)      Sikap keluarga terhadap yang sakit.
d.      Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah yang sehat.
Ketika memodifikasi lingkungan atau menciptakan suasana rumah yang sehat, keluarga harus mengetahui hal-hal sebgai berikut :
1)      Sumber-sumber yang dimiliki oleh keluarga.
2)      Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan.
3)      Pentingnya higiene sanitasi.
4)      Upaya pencegahan penyakit.
5)      Sikap atau pandangan keluarga terhadap higiene sanitasi.
6)      Kekompakan antar-anggota keluarga.
e.       Menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di masyarakat.
Ketika merujuk anggota keluarga ke fasilitas kesehatan, keluarga harus mengetahui hal-hal berikut ini :
1)      Keberadaaan fasilitas keluarga.
2)      Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari fasilitas kesehatan.
3)      Tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas kesehatan.
4)      Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas kesehatan.
5)      Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.

      B. Konsep Penyakit
1.      Definisi Hipertensi
Definisi Hipertensi menurut Mansjoer,dkk (2009) adalah tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. Begitu juga dalam Brunner and Suddarth (2002). Hipertensi merupakan suatu kondisi ketika tekanan darah diatas 140/90 mmHg, sedangkan berdasarkan WHO yang merupakan standar organisasi kesehatan dunia mendefinisikan hipertensi atau tekanan darah tinggi dalam Mansjoer (1999) yaitu tekanan darah sistole sama dengan atau diatas 160 mmHg, diastole diatas 90 mmHg.
Dari ketiga definisi tersebut maka dapat disimpulkan hipertensi merupakan suatu kondisi dimana tekanan sistolik > 140 mmHg dan tekanan darah diastolik > 90 mmHg.
Hipertensi dapat diklasifikasikan menurut tekanan darah, yang berdasarkan pengklarifikasi tekanan darah menurut WHO dan ISH (Mansjoer,dkk, 2009).
Tabel 2.1
Klasifikasi tekanan darah menurut WHO dan ISH
Klasifikasi
Tekanan sistolik
(mmHg)
Tekanan Diastolik
(mmHg)
Normotensi
<140 o:p="">

<90 o:p="">
Hipertensi ringan
140-180
90-105
Hipertensi perbatasan
140-160
90-95
Hipertensi berat dan sedang
>180
>150
Hipertensi sistolik terisolasi
>140
<90 o:p="">
Hipertensi sitolik perbatasans
140-160
<90 o:p="">

                                  (Mansjoer,dkk,2009)
Hasil SKRT 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Penelitian epidemiologi membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular.Oleh sebab itu, penyakit hipertensi harus dicegah dan diobati. Hal tersebut merupakan tantangan kita di masa yang akan datang.
Beberapa studi menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai kelebihan berat badan lebih dari 20% dan hiperkolesterol mempunyai risiko yang lebih besar terkena
Faktor risiko tersebut pada umumnya disebabkan pola hidup (life style) yang tidak sehat.Faktor sosial budaya masyarakat Indonesia berbeda dengan sosial budaya masyarakat di negara maju, sehingga faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi di Indonesia kemungkinan berbeda pula.
Tabel 2.2
Prevalensi Hipertensi Menurut Provinsi di Indonesia, Riskesdas 2007
Provinsi
Prevalensi Hipertensi
Cakupan Nakes
PU1
95% CI
PU2
95% CI
PD/O
95% CI
DI Aceh
30,2
29,2-31,2
25,1
24,2-26,1
10,0
9,4-10,6
33,1
Sumatera Utara
26,3
25,4-27,3
23,1
22,1-24,1
5,4
5,0-5,8
20,5
Sumatera Barat
31,2
30,3-32,1
27,4
26,4-28,4
8,4
7,9-9,0
26,9
Riau
34,0
32,4-35,6
29,9
28,3-31,6
8,2
7,4-8,9
24,1
Jambi
29,9
28,6-31,2
26,9
25,6-28,2
5,5
5,1-6,0
18,4
Sumatera Selatan
31,5
30,3-32,8
28,3
27,0-29,5
6,3
5,8-6,7
20,0
Bengkulu
25,1
23,8-26,3
21,0
19,8-22,2
8,3
7,7-9,1
33,1
Lampung
23,7
22,7-24,7
20,1
19,1-21,1
6,8
6,3-7,4
28,7
Bangka Belitung
37,2
35,6-38,9
32,3
30,7-34,0
8,9
8,1-9,7
23,9
Kep. Riau
30,3
24,9-36,3
25,8
20,8-31,4
7,7
6,4-9,1
25,4
DKI Jakarta
28,8
27,5-30,2
23,4
22,0-24,8
9,8
9,1-10,6
34,0
Jawa Barat
29,4
28,8-29,9
25,2
24,6-25,8
9,1
8,8-  9,5
31,0
Jawa Tengah
37,0
36,4-37,6  
33,0
32,3-33,6
7,9
7,6-  8,2
21,4
DI Yogyakarta
35,8
34,2-37,5
31,4
29,8-33,1
8,6
7,8-  9,4
24,0
Jawa Timur
37,4
36,9-38,0
33,9
33,3-34,5
7,5
7,2-  7,8
20,1
Banten
27,6
26,2-29,1
23,2
21,8-24,6
8,6
7,8-  9,4
31,2
Bali
29,1
27,7-30,5
26,4
25,0-27,9
5,7
5,1-  6,3
19,6
Nusa Tenggara Barat
32,4
31,0-33,8
29,3
27,8-30,9
6,7
6,0-  7,5
20,7
Nusa Tenggara Timur
28,1
27,1-29,0
26,0
25,0-27,0
5,1
4,7-  5,6
18,1
Kalimantan Barat
29,8
28,4-31,3
25,5
24,1-26,9
8,4
7,7-  9,1
28,2
Kalimantan Tengah
33,6
32,2-35,0
28,5
27,2-29,9
9,7
8,9-10,4
28,9
Kalimantan Selatan
39,6
38,6-40,7
35,0
33,9-36,2
9,5
8,9-10,0
24,0
Kalimantan Timur
31,3
30,2-32,4
26,0
24,9-27,1
9,3
8,7-10,0
29,7
Sulawesi Utara
30,5
28,9-32,1
25,9
24,4-27,5
11,4
10,6-12,3
37,4
Sulawesi Tengah
36,6
35,2-38,1
33,0
31,4-34,5
8,2
7,6-  8,9
22,4
Sulawesi Selatan
29,0
28,1-30,0
26,7
25,7-27,7
5,9
5,6-  6,3
20,3
Sulawesi Tenggara
31,6
30,3-32,9
29,3
27,9-30,6
7,3
6,6-  8,1
23,1
Gorontalo
31,5
30,0-33,1
26,8
25,3-28,4
10,0
8,9-11,3
31,7
Sulawesi Barat
33,9
31,9-36,1
31,9
29,8-34,0
4,7
4,1-  5,5
13,9
Maluku
29,3
27,7-30,5
27,4
25,8-29,1
4,4
3,8-  5,1
15,0
Maluku Utara
28,4
26,4-30,5
25,8
23,9-27,9
5,2
4,6-  5,8
18,3
Papua Barat
20,1
18,3-22,1
17,6
15,9-19,5
7,1
6,0-  8,4
35,3
Papua
22,3
20,9-23,8
20,7
19,3-22,1
4,2
3,6-  4,8
18,8
Indonesia
32,2
31,9-32,4
28,3
28,1-28,6
7,8
7,7- 8,0
24,2

Keterangan :
PU1:                       Prevalensi berdasarkan pengukuran dan termasuk kasus yang sedang minum obat hipertensi
PU2:                       Prevalensi berdasarkan pengukuran, tanpa kasus yang sedang minum obat hipertensi
PD/O:                     Prevalensi berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau minum obat hipertensi
Cakupan Nakes:     Proporsi kasus hipertensi yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau minum
Masalah hipertensi yang ditemukan adalah besarnya prevalensi di Indonesia dan di setiap provinsi. Pada tabel dapat dilihat, prevalensi hipertensi berdasarkan pengukuran termasuk kasus yang sedang minum obat, secara nasional adalah 32,2%. Prevalensi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimantan Selatan (39,6%) sedangkan terendah di Papua Barat (20,1%). Prevalensi hipertensi nasional berdasarkan pengukuran saja adalah 28,3%; Provinsi dengan prevalensi tertinggi tetap Kalimantan Selatan (35,0%), yang terendah juga tetap Papua Barat (17,6%). Berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan dan/atau minum obat, prevalensi secara nasional hanya 7,7%, tertinggi didapatkan di Sulawesi Utara (11,4%), dan terendah di Papua (4,2%). Cakupan tenaga kesehatan terhadap hipertensi adalah 24,2%, dan dua provinsi dengan cakupan tenaga kesehatan yang cukup tinggi adalah Sulawesi Utara (37,4%) dan Papua Barat (35,3%), sedangkan terendah ditemukan di Sulawesi Barat (13,9%). Perlu diketahui Provinsi Kalimantan Selatan yang mempunyai prevalensi hipertensi tertinggi ternyata cakupan tenaga kesehatan hanya 24,0%. Hal ini berarti bahwa masih ada 76,0% kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis.

       C.    Dampak Resiko Tinggi Pada Fungsi Keluarga
1.      Merepotkan dalam memberikan perawatan, pengaturan diet, mengantar kontrol dan menambah beban biaya hidup yang terus menerus.
2.      Produktifitas menurun, apabila hipertensi mengenai kepala keluarga yang berperan sebagai pencari nafkah untuk kebutuhan skeluarga, maka akan menghambat kegiatannya sehari-hari untuk kegiatan seperti semula.
Psikologi, peran kepala keluarga akan digantikan dengan anggota keluarga yang lain


INGIN VERSI LENGKAPNYA ? REKAN-REKAN BISA DOWNLOAD DIBAWAH INI :
|| SCRIB ||

0 Response to "ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA KLIEN DENGAN HIPERTENSI"

Posting Komentar